RASANYA kepala Kevin berputar, sering, beberapa jam dalam sehari.
"Nanti lama-lama bakal mendingan, kok," ucap dokter saat Kevin menanyakan kondisinya. Oke, setidaknya afirmasi positif itu bisa menjadi bekal Kevin untuk berpikir positif pula.
"Sekarang kita fokus sama healing tulang rusuk kamu. Berita bagusnya, itu bisa dilakukan sambil rawat jalan. Selamat, Kevin, kamu bisa segera pulang. Tinggal tunggu jahitan di kepala kamu kering. Oke?" Dokter itu tersenyum. Kevin coba membalas senyuman itu, tapi rasanya hambar. Ah, masih ada yang mengganjal ...
[Gimana, El?]
Pesan itu sudah bercentang dua biru sejak lima belas menit lalu, menandakan Eliot di seberang sana sudah membacanya.
Sejak pertama kali mengoperasikan ponsel barunya, pikiran Kevin tertuju pada satu kontak semata. Karamel.
Sayangnya, nama Karamel tak kunjung menunjukkan status online. Nomor teleponnya juga mati, dan chat yang dikirim Kevin hanya terpantul satu centang abu-abu. Tak terkirim.
Sudah dua hari Kevin mencoba, mencari, dan meraba eksistensi Karamel Krisnanda se-jagad maya. Nihil. Gadis itu bagai hilang ditelan bumi.
Kevin tentu saja kalang kabut sendiri. Satu-satunya orang yang bisa ditanyai adalah Eliot. Sialnya, Eliot sangat-sangat slow respon dalam 48 jam terakhir. Kevin sudah bertekad, jika dia sampai rumah nanti, dia akan nekat menemui Eliot di indekosnya.
Baru saja kecemasan Kevin membuncah, sebuah getaran di ponsel mengalihkannya. Pemandangan berikutnya membuat Kevin bernapas super lega.
[Sabar, cyin. Ai baru kelar mandi, mau siap-siap ke sono. Lau sherlock alamat RS sekarang juga, sama kasi tau dirawat di kamar mana. I'm coming for u baby!]
Pesan dari Eliot itu bagaikan bara yang memantik semangat Kevin. Untuk pertama kali setelah siuman, Kevin memanggil mamanya dengan senyuman.
"Ma, bisa tolong bantu aku mandi sebentar? Mau ada temen jenguk."
Nyonya Tjahyadewa mengangkat wajah dari atas gadget tablet. Seketika mulutnya mengucap syukur. "Akhirnyaaa, Key-Key mau mandi juga! Udah mati rasa hidung Mama dari kemarin nyium bau kamu!"
___
BUBUR ayam itu meluncur menuju perut Kevin dengan lancar. Bisa dibilang, ini adalah makanan padat yang mengisi lambung Kevin selama dua minggu terakhir. Rasanya, sungguh fulfilling.
Kantin rumah sakit menjadi saksi bagaimana Kevin Tjahyadewa, sang pasien pesakitan yang beberapa jam lalu tak bernapsu untuk hidup, kini tampak begitu cerah di depan lelaki gembul berbando kuning. Eliot duduk di hadapan cowok itu dengan air muka yang sama sekali berbeda.
Bagaikan magnet yang bertolak belakang, ekspresi Eliot tak terbaca. Ada rasa bersalah di sana, amarah, kesal, dan kasihan juga. Yang kentara, sebersit lega terpancar dari cara lelaki gemulai itu memandang Kevin yang lahap memakan bubur.
Kalau kehadirannya saja sudah bisa menyuntikkan semangat sebegini rupa pada sang bungsu Tjahyadewa, maka Eliot berhak merasa lega.
"Jadi, Karamel ...?" ucap Kevin sambil menelan suapan terakhir buburnya.
Satu sebutan nama itu meruntuhkan kepercayaan diri Eliot seketika. Of course, Amel! Sobat manisnya itu pasti jadi alasan kenapa kehadiran Eliot begitu memacu semangat Kevin saat ini. Mendadak, perasaan nano-nano itu kembali membludak di ulu hati Eliot. Aduh, mulai dari mana ya ...
"Em, jadi ... si Amel, ya?" Eliot mulai memilin-milin ujung rambut gondrongnya. Pemuda itu mengumpulkan nyali sekaligus kalimat untuk tidak memadamkan kebahagiaan Kevin. Sulit.
![](https://img.wattpad.com/cover/242692188-288-k485351.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Kevin (𝘌𝘕𝘋)
RomanceKevin Tjahyadewa, merupakan anak bungsu dari keluarga advokat-notaris pemilik firma hukum 'Tjahyadewa and Sons' yang berkuliah di jurusan Kriminologi UI. Seorang introver yang suka sendirian, damai dan tenang dalam gelembungnya. Hidup Kevin yang sta...