Bagan 4 · Civil War

368 77 37
                                    

HALAMAN rumah kediaman keluarga Tjahyadewa yang berfungsi sekaligus sebagai homebase Firma Hukum penuh didesaki kendaraan tamu, meluber sampai ke jalan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

HALAMAN rumah kediaman keluarga Tjahyadewa yang berfungsi sekaligus sebagai homebase Firma Hukum penuh didesaki kendaraan tamu, meluber sampai ke jalan. Mobil-mobil berbaris rapi, berkilatan memantulkan cahaya mentari pagi-menjelang-siang. Banner berwarna kuning menggantung di pintu masuk, menandakan acara baby shower alias tujuh-bulanan kehamilan Hahaboru Jess sedang berlangsung.

Seluruh personel keluarga Tjahyadewa siaga menjadi tuan rumah yang baik; mulai dari Papa, si sulung plus calon ayah—Jevin, si tengah Melvin, bahkan tamu spesial yang terbang jauh-jauh dari perjalanan travelling-nya di pulau Lombok—Mama, kompak menjamu tamu dengan obrolan ringan, jabat tangan, dan senyum terumbar.

Satu pengecualian adalah si bungsu Kevin, yang kini sedang 'mengungsi' pada salah satu set kursi-meja outdoor di sudut halaman. Kaus katun dan celana kain membalut tubuhnya, dengan ponsel tergenggam di tangan. Jelas, Kevin sangat tidak siap (dan tidak berniat siap-siap) untuk bergabung dalam keramaian.

"Anak ganteng ini kenapa malah nyepi sendiri, sih?" Wanita paruh baya dengan rambut lurus sebahu membelai pundak Kevin. Paras cantik tergaris di wajah yang menatap teduh, penyumbang gen unggul di keluarga Tjahyadewa.

"Mama," sambut cowok itu.

"Nggak suka ya, rame-rame gini?" Nyonya Tjahyadewa duduk di hadapan anaknya, memperhatikan garis wajah Kevin lamat-lamat. Sudah hampir dua bulan ia tak bertemu tatap dengan anak-anaknya, terutama si bungsu yang paling pendiam.

"Nggak," jawab Kevin pendek, menelungkupkan ponsel dengan keadaan tengkurap di atas meja.

"Mama kapan sampenya? Nginep sini kan?" tanya cowok itu, balas memandangi wajah Mamanya yang begitu jarang dapat ia lihat langsung. Kangen, sih, tapi ....

"Nginep hotel, Sayang. Baru sampai tadi pagi jam enam."

"Hotel banget, segitu kapoknya ya tinggal seatap sama Papa?" sarkas Kevin. Mamanya terkekeh pelan, sudah kepalang hafal dengan sikap miring anaknya tiap kali fakta bahwa keluarga mereka pecah dalam perceraian mulai timbul ke permukaan.

"Ahh ... bentar lagi Mama jadi nenek-nenek." Wanita itu membanting setir percakapan seraya menerawang jauh, seulas senyum tipis tersungging di bibirnya yang berlapis lipstik coral.

"Hem. Mama udah tua."

"HAHAHAH. Bisa aja kamu, Key." Nyonya Tjahyadewa tak dapat menahan gelak tawanya. Kevin tidak tertawa, wajahnya tetap kaku memandang lurus-lurus sosok Mamanya.

"Harusnya Mama sadar kalau udah berumur, nggak pantes travel-travel kayak anak muda lagi." Suara Kevin dingin dan tajam, membuat tawa Mamanya reda perlahan.

"Gitu, ya?" ucapnya. "Kenapa?"

Kevin mendesah begah. Mulai deh, jiwa-jiwa reporter Mama bergejolak, suka mendadak interogasi nggak jelas.

Dunia Kevin (𝘌𝘕𝘋)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang