1. Gisel dan hidupnya

2K 139 3
                                    

"Lama lo!"

"Hehe... lagian siapa sih yang nyuruh nunggu?"

"Heh lo chat gue bla... bla... bla..."

Gisel melewati dua orang yang sedang 'bersitegang' itu begitu saja karena ya ngapain dia peduli dengan orang asing? Freak. Lagi pula Gisel mempunyai urusan yang lebih penting. Hari ini kelas pertama Teh Egi dan Gisel tidak sabar ikut. Yes! 

Regita atau Teh Egi adalah alumnus kampus Gisel yang sedang 'menumpang' penelitian di lab patologi―salah satu laboratorium di fakultas Gisel. Karena Regita mengambil master di Jepang maka, sebagai timbal balik, Regita membuka kelas tambahan gratis bagi mahasiswa fakultas Gisel yang mau belajar bahasa Jepang dan tentu saja, Gisel is definitely in.

Gisel sebenarnya setengah Jepang dan sudah lama sejak terkahir dia berbicara bahasa itu dan jujur, Gisel lupa-lupa ingat. That's why she's been that eager.

"Oi,"

Gisel mengerem suapan―yang sedikit lagi masuk mulut―dan dengan masih ternganga, ia mendengus. Surprised but not really seiring tahu siapa yang baru saja menginterupsinya. Lelaki cengengesan dengan rambut cukup gondrong duduk di depan Gisel tanpa permisi. Gabriel. Seketika Gisel menyesali keputusannya untuk makan di kantin. Tahu gitu Gisel langsung saja ketemu Teh Egi.

"Makan bareng ya?" Iel nyengir sambil meletakkan mangkok bakso.

"Eh, Ay"

Ay?

Gisel menipiskan bibir. Masih tidak habis pikir dengan panggilan Iel untuknya: Ay. Katanya versi gampang dari Aeri, nama depan Gisel. Agak sokab ya si Iel ini.

"Lo suka kpop nggak?" sambung Iel sambil menyuap bakso. Pula jangan heran, Iel memand serandom itu.

"Kpop apa?"

"Ya kpop. BTS, NCT, twice, blackpink, hit you with that ddu... ddu... ddu..." Iel mengacungkan tangan menyerupai pistol ke Aeri. "Tau nggak?"

"Iya, tau" jawab Gisel malas sambil mengaduk tahu telurnya.

"Serius?" Iel nyengir kepalang lebar. "Kirain kalo orang Jepang dengerinnya Jepang doang, ehehe... btw kalo aespa tau nggak? Itu loh yang bla... bla... bla..."

Iel lantas mengoceh dan seperti biasa, Gisel tidak berbuat banyak selain mendengarkan. Gisel sebenarnya overwhelmed harus menanggapi Iel ini bagaimana karena Iel ini sebenarnya baik. Dia selalu nyamperin Gisel, nemenin Gisel makan despite Gisel yang 'anak baru'. Tapi si Iel ini good talker next level alias adaaaaa saja yang diomongin padahal Gisel cuma mau makan dengan tenang. 

Gisel adalah mahasiswa transfer yang belum genap satu semester di kampus barunya pun Gisel cukup pemalu. Everything always takes times for her  yang kadang membuatnya kelihatan unapproachable maka Gisel sebenarnya berterima kasih ada yang sksd seperti Iel tapi gimana, sometimes he's too much.

"Bacot mulu, Yel" satu orang lagi menghampiri meja Gisel dan, lagi-lagi, mendudukkan diri tanpa permisi. Gisel makin rikuh sebab orang yang belakangan sama sekali ia tidak akrab. Tidak kenal malah.

"Eh gabung boleh kan? Meja lain penuh"

"Dih apaan, gobang gabung gobang gabung. Sana makan di fakultas lo, ganggu orang berduaan aja" sambar Iel pada si lelaki yang kadung mendudukkan diri. Gisel menipiskan bibir.

Buat apa ijin kalo recklessly duduk sembarangan, batin Gisel.

"Ya makanya gue gabung biar lo berdua nggak diganggu setan"

"Udah diganggu. Setannya-"

"Gue berdoa dulu" si lelaki memotong Iel seraya menengadahkan tangan untuk setelahnya ia usap ke muka. "Dah, makan. Orang makan gak boleh ngomong. Pamali"

"Pamali da-"

"Hush. Makan Yel, makan. Nggak liat lo, dia-" lelaki itu mengedikkan dagunya pada Gisel. "-makanannya nggak abis-abis. Pasti lo bacotin mulu dari tadi. Consideration nya dong"

"Lah ap-"

"Lo ngomong sekali lagi gue cocolin sambel ya?" lelaki itu lagi-lagi memotong Iel sambil mengacungkan sewadah sambal. Iel menggerutu sebentar sebelum akhirnya diam dan mereka benar-benar makan. Anehnya, setelah suasana yang Gisel harapkan tercipta―tenang tanpa obrolan, Gisel justru diam-diam memperhatikan si lelaki yang bergabung belakangan.

"Consideration nya dong"

Hanya sepenggal kata itu tapi entah kenapa membuat Gisel off guard. Hubungan Gisel dengan orang-orang sebenarnya tidak hopeless tapi kenapa diberi pemahaman seperti itu rasanya melegakan? Gisel menipiskan bibir.

Sebenarnya lelaki itu tidak sepenuhnya asing untuk Gisel seiring Gisel regularly melihatnya di selasar A10 atau bahkan tadi sempat melewatinya. Yap, orang yang tadi 'bersitegang' di koridor dengan Yara―teman seangkatan Gisel―adalah lelaki itu. Gisel mengulum bibir, tiba-tiba ada urgensi untuk tahu nama lelaki itu padahal lima belas menit lalu Gisel tidak tertarik.

"Di muka gue ada yang aneh? Dari lo liatin"

"H-hah ng-nggak! Aku nggak liat" Gisel buru-buru mengalihkan muka pun tanpa sadar pipinya memerah.

Baka, rutuk Gisel.





















aeri grizelle uchinaga ― gisel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

aeri grizelle uchinaga ― gisel









☆゚.*・。゚



cerita baruuuu. hope you like it hehe, kritik saran diterima bgtbgtbgt yaaa ヾ(˙❥˙)ノ

[already revised]

catching feelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang