Di kampus baru Gisel, selain masa orientasi, ada satu event lagi yang bisa membaurkan mahasiswa: kuliah bersama. Iya, kuliah bersama yang campur-campur itu, yang isinya macem-macem mahasiswa dari berbagai fakultas. Sebenernya ada 6 makul yang diorganisirnya jadi kuliah bersama tapi yang skala bersamanya bener-bener tingkat universitas cuma dua: kewarganegaraan sama agama. Makanya diajarnya di filsafat pun dua makul itu varied alias tiap fakultas beda ngagendainnya.
Misal, di kedokteran hewan―fakultas Gisel, kewarganegaraan wajib di semester satu tapi agama lebih fleksibel. Bisa diambil di semester tiga atau lima. Jatuhnya tetep ngeblok per-kluster tapi ya nggak apa-apa, tetap suatu keuntungan buat mahasiswa transfer macam Gisel. Gara-gara kuliah agama―yang mostly anak K.H. ambil di semester lima tapi Gisel udah ambil sekarang―Gisel bisa kenal Karin sama Rere.
'Hufff....' Gisel menghela nafas setelah mengintip-intip dari ruang 03 sampai 05 tapi yang dia cari nggak ketemu-temu juga.
"Ih kan harusnya cuma di 03 sampe 05" monolog Gisel, kedengaran sebal sambil mendudukkan diri di apa sih? Jadi gedung-gedung di filsafat itu modelan lama yang di tiap lorongnya ada dudukannya. Dudukan semen setinggi pinggang yang biasanya ada di rumah nenek. Nah, Gisel duduk disemacam itu sambil menyelonjorkan kaki. Nggak apa-apa, masih jam 8, masih sepi.
"Apa tanya Karin ya?" monolog Gisel lagi sambil memutar-mutar ponsel. "Ah tapi ntar ditanya-tanya, masa' mau jawab nyari kelas Mahesa... Mahesa siapa?" Gisel meniru mimik Karin. "....weird" tambahnya mengernyit ke diri sendiri.
Gisel lantas mengerutkan bibir sebelum menyender ke tiang. Sebenarnya bingung mau ngapain since yang dia cari nggak ketemu. Esa nggak ada...
Iya, nggak salah baca. Gisel memang nyari Esa. That Mahesa yang followers-nya setara harga aice.
This is low-key also unintendedly tapi selain Karin dan Rere, yang Gisel syukuri dari kuliah bersama adalah bisa ketemu Esa. Gara-gara kejadian di parkiran waktu itu―yang Gisel dinasehatin 'kalo nggak bisa minta tolong'―Gisel jadi tahu kalau Esa juga ambil agama di hari Jumat. Fakta itu nyatanya, entahlah, cukup bisa menyenangkan Gisel. Kayak dia punya free access ketemu Esa tiap minggu but free access is just free acces. Basic access after all, not even a privilege karena nyatanya, pas lagi pengen ketemu gini, udah nyari-nyari bahkan bela-belain datang pagi, Esa-nya nggak ada dimana-mana... Huffft....
Maybe he doesn't take agama on Friday? Jangan-jangan waktu itu dia cuma ketemu temen? His friends seem everywhere tho......
.
.
is that that? Batin Gisel seiring merasa lesu.Whatta free access you proud of, Gi
Pula tiba-tiba Gisel merasa kesal tapi belum sampai lima detik, dia menggigit bibir.
Is he okay tho? He's not everywhere to be seen...
Batin Gisel mengkhawatirkan Esa lagi. Iya, lagi since Gisel sudah merasa begitu sejak mendengar Yara dan Cherry di toilet waktu itu pula don't know, Gisel juga nggak ngerti kenapa dia merasa begitu. She just.. she just feeling that way... naturally.
Gisel pikir, that's everyone's gut. Untuk mengkhawatirkan orang lain―though orangnya orang asing―it's everyone's gut or, fine, call Gisel pathetic-symphathetic person tapi dia benar-benar menilai sikap Yara kemarin menyebalkan. Apa ya, abai? Egois?
Esa sudah sebegitunya ke Yara―he's super obvious, even Gisel could tell he likes her! Tapi kenapa Yara-nya kayak nggak ngerti-ngerti juga? Oke, mungkin nggak semua orang sepeka Gisel tapi, c'mon, apa poin Yara nyembunyiin hubungannya dari orang lain apalagi orang lainnya nggak lain-lain amat? It's Esa anyway, Yara's best friend! Duh!
Walaupun dulu nggak merhatiin banget tapi Gisel tahu Esa sering nunggu Yara di lobby dekanat―atau selasar A10 kalau hari Rabu so he's her friend, right? Her best friend, Gisel extra point it so for good God, buat apa Yara nyembunyiin sesuatu dari Esa?
Yara bilang dia nggak segampang itu sama Esa tapi nyembunyiin sesuatu sekrusial kamu punya pacar dari orang yang cherish kamu, bukannya itu justru bikin yang nggak gampang itu jadi tambah nggak gampang? Can't she really tell???!
Hhhhhh Gisel jadi kesel sendiri kalau mikirin itu so that's normal. Untuk mengkhawatirkan Esa, mengkhawatirkan orang lain yang 'disakiti', that's normal. Analoginya kayak ibu-ibu yang gregetan nonton sinetron atau Gisel sebelas tahun yang nangis tahu Cedric kena avada kedavra* di Harry Potter 4. So that's totally normal emotion; Gisel assume tapi agaknya itu jadi nggak normal ketika Gisel memutuskan menunggu Esa lebih lama. Sengaja menjeda sepuluh menit dari jam 9―jam 9 harusnya Gisel masuk kelas―dengan harapan Esa datang belakangan soalnya mau tanda tangan atau ternyata laki-laki itu juga masuk jam 9―bukan jam 7 seperti yang Gisel kira―tapi nyatanya, sampai 9.15, Esa nggak datang juga.
Gisel nggak janjian tapi sepanjang jalan ke kelas, dia jadi bertanya-tanya: kenapa? Kenapa Esa nggak datang? Kenapa dia nggak kelihatan dimana-mana? Dia nggak kenapa-napa kan? Nggak sakit kan? Nggak jatuh dari motor kan?
Banyak wondering sampai realisasi sampai kepada Gisel,
You care about him, Gi. That Mahesa. You like him. You do.
☆゚.*・。゚
avada kedavra itu mantra kematian di harry potter. sekali di-cast bisa langsung meninggal :(
Giselle previews-nya di NY lucu2 bats gasie TT gemeshin
you like Esa, Gi. you do.
KAMU SEDANG MEMBACA
catching feelings
Historia Corta[completed] esa dan gisel dan perjalanan hati masing-masing