"Heh," Nata menendang ringan kaki Esa yang melintang off side dari kasur. "Udah ashar, nggak cabut lo?" tambahnya dan Esa melirik sekilas. Sebenarnya Esa sudah hampir memejam setelah capek bermain game tapi karena senggolan Nata, dia urung dan justru meraba-raba ponsel.
"Heh, hape gua" Nata memukul tangan Esa yang asal mengambil ponsel alih-alih miliknya.
"Punya gue mana?"
"Noh," Nata menunjuk ponsel di dekat kaki Esa dengan dagu. Esa segera menjangkau benda pipih itu sebelum mengutak atiknya sesaat.
"Belum di-chat" kata Esa sambil menguap. "Gue sholat dulu kali ya"
"Ya terserah elu" Nata menanggapi tidak peduli. Literally dia masih sibuk dengan photoshop maka Esa, dengan jiwa tengil mendarah daging, menyenggol lengan Nata yang sedang mengatur saturasi.
"Anjing" desis Nata seraya melirik sengit. Esa tertawa puas sambil lari keluar kamar.
Setelahnya, setelah Esa selesai ashar dan Nata masih sibuk dengan photoshop, Esa sama sekali tidak beranjak dan malah merebahkan diri di sajadah.
"Kok lo nggak cabut-cabut sih, Can?" tanya Nata sambil melirik-lirik Esa. Esa membalas ofensif.
"Kok lo ngusir?"
"Iyalah. Kamar gue ini"
"Cih, temen macam apa lo ditumpangin perhitungan?"
"Elu juga temen macam apa tidur di kasur orang tapi yang punya kasur dibiarin gelosoran di lantai?" balas Nata dan Esa seketika nyengir.
"Ehehe..."
"Ehehe" Nata mengolok Esa. "Ni gue bukan mau ngusir ya, tapi kata gue mending lo cabut sekarang. Cewek kan biasa gitu, baiknya lo yang kecepetan daripada telat. Kalo lo telat tar ngungkitnya bisa sampe tujuh turunan" sambung Nata sambil masih mengutak atik photoshop.
Esa mendecak. "Tadi pas siang gue udah gitu. Gue tungguin di depan kelasnya tapi keluar-keluar, gue kena omel juga. Hadeehhh" cerita Esa membuat Nata terkekeh.
"Can, Can... Mending gue nggak sih? Ketauan gue naksir Hera tapi dianya nggak daripada lo, antara lo mutual apa nggak sama Yara tuh nggak jelas tapi lagaknya ngalah-ngalahin orang pacaran. Jiakkhhh"
Esa melirik sinis. "Bertepuk sebelah kaki kok bangga"
"Iyalah bangga. Daripada lo, kagak jelas"
"Diem lu!" sentak Esa tapi bukannya ciut, Nata malah semakin menggoda Esa. Kalau Esa jiwa tengilnya yang mendarah daging, maka Nata jiwa comelnya yang sampai ke tulang-tulang.
Namun diam-diam, ditengah cemoohan Nata, sebenarnya Esa membenarkan. Hubungannya dengan Yara itu tidak jelas.
Bukannya Esa tidak berani mengungkapkan atau unaware dengan perasaannya sendiri tapi, entahlah, Esa seperti tidak tahu kapan dan bagaiamana harus mengungkapkannya. Dia dan Yara sudah mengenal sejak sama-sama belum jadi mahasiswa maka semuanya jadi terlalu biasa untuk mereka. Biasa saling ngeresein tapi biasa juga saling mengkhawatirkan. Lantas Yara, entah tidak peka atau memang tidak mau memusingkan, tidak pernah menanggapi semua 'gesture suka' yang Esa tunjukkan.
"Hmphh..." Esa menghela napas.
yaranjay
p
can gak usah jadi jemput
gue bareng tementemen siapa?
bukannya lo tadi pergi sama cherry?
yar?
eek lu ngeread doang
dieemmmm
gue lagi kencan!See, Yara seems not buying it. Esa mendecak pendek.
෴
mahesa chandra d. ― esa/ecan (kalo udah cees)[already revised]
KAMU SEDANG MEMBACA
catching feelings
Short Story[completed] esa dan gisel dan perjalanan hati masing-masing