f. Esa dan konklusinya

317 78 21
                                    

Esa menggantung tangan kirinya di udara, agak nggak niat karena kinda letoy pun pandangannya tak terarah. Sebenarnya dia cuma menunggu Yara melepas helm tapi nggak tahu gesture apa yang harus dibuat, tangannya ditaruh mana? Sure, fakta Yara bohong masih berefek untuk Esa meski pagi ini, nyatanya, dia masih mau membuat effort untuk si perempuan.

Tadi pagi, tepat sebelum Esa berangkat, Cherry menelpon dengan nada terburu.

'Can, lo bisa ke kosan nggak? Tadi pagi gue beli bubur nggak tau ada udangnya, dimakan sama Yara. Alerginya kambuh, gak ada orang di kosan'

Cukup dengan begitu dan Esa langsung melesat. The truest one call away maka pantas Cherry melabeli manusia paling gabut menyangkut Yara. Bahkan Esa bolos begitu saja; tanpa excuse, tanpa nitip absen, tanpa menimbang jatah bolos, just nggak dateng dan langsung ke Yara.

"thanks" kata Yara lirih sambil mengangsurkan helm ke Esa. Esa praktis meraihnya sambil menggumam 'hm' samar.

"Gue balik," kata Esa kemudian. Lagi-lagi seperti nggak niat.

Yara bergeming. Ruam merah masih terlihat di wajahnya membuat Esa, yang tadinya enggan memperhatikan, menghela nafas panjang. Lelah dan jengah.

"Makanya, Yar, jangan bego. Cek-cek dulu kalo makan"

Dan se-jengah apapun Esa, nyatanya lelaki itu nggak bisa menolong diri untuk nggak peduli, untuk nggak ngomel ke Yara. Surealso shit―Yara adalah black hole Esa.

"Ya udah, gue balik. Obatnya diminum, kalo masih gatel, chat gue" tambah Esa. Seberusaha mungkin menahan untuk nggak makin ngomel. Yara masih bergeming.

"Maaf" Esa baru akan memutar kunci waktu kata itu keluar dari mulut Yara. Lirih tapi cukup bisa Esa dengar.

"...."

Yara mendongak perlahan, mencari mata Esa yang ternyata sudah menatapnya. Sayang, menurut Yara, mata Esa tidak hangat. Tidak seperti mata Esa biasanya maka dia membuang muka. Lagi.

"Emang lo bikin salah apa?" Esa membuka.

"H-hm?"

Esa menghela nafas. "Lo minta maaf emang lo bikin salah apa?"

"...." Yara terdiam. Pertanyaan Esa surely membuatnya off guard. Sesungguhnya dia juga nggak ngerti dia salah apa. She's just feeling to do it cause, something is off.... Esa nggak seperti biasanya....

"Jangan gampang minta maaf, Yar." Esa menjeda. "Kalo lo nggak ngerti salah lo apa atau kalo lo ngerasa nggak salah, jangan minta maaf. Maaf lo jadi nggak ada gunanya"

"Tapi lo marah sama gue..."

Esa memasang senyum miring. Senyum mengejek, Yara tahu. Siapapun tahu. "Ngapain gue marah sama lo? Emang lo ngelakuin sesuatu yang bikin gue marah?"

"...." Yara lagi-lagi geming. Tiba-tiba rasa bersalah menjalarinya. Dari dada, menyebar kemana-mana. Dia seketika ingat omongan Cherry.

'bayangin gimana kalo Ecan found out lo punya pacar tapi nggak dari lo-nya langsung?'

Did he already know? Batin Yara.

"Nggak usah lo pikirin. Sana masuk, gue mau bal―"

"Makanya lo kasih tau. Gue salah apa? Kenapa lo tiba-tiba kayak gini ke gue?" Yara blurt out abruptly. Membuat Esa tertegun sebentar sebelum menghela nafas.

"Kayak gini gimana? Gue biasa aja"

"Biasa aja tapi lo nggak bales chat gue. Gue dateng ke kontrakan tapi lo nggak ada. Lo kayak jauhin gue, Can, terus sekarang, lo juga kayak gini... gue salah apa?"

catching feelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang