Tiga.

1.3K 186 8
                                    

Still Mahen p.o.v

Iya, hari terakhir gue bareng Herin dan calon anak gue.

Karena besok pagi, waktu gue baru aja duduk di dalam kelas pertama gue hari itu, tetangga apartemen gue nelpon gue.

Herin jadi korban tabrak lari.

Nggak pikir panjang, gue langsung make tas gue lagi, dan lari dari kampus ke rumah sakit. Walaupun dosen gue udah di depan pintu.

Shit, bodoamat sama siapapun, Herin dan calon bayi gue lagi dalam bahaya, gue nggak peduli dengan apapun lagi, selain mereka.

Gue nangis waktu bawa mobil ke sana, karena bagaimanapun, Herin dan gue udah mulai dekat, apalagi ada calon anak gue sama dia.

Sampe di rumah sakit, tanpa nanya ke resepsionis dulu, gue langsung lari ke UGD, nyari Herin.

Dia di sana, di dalam ruangan UGD. Dan Rumi, tetangga apartemen gue juga di sana, duduk gelisah di kursi tunggu

"Rumi!!" Panggil gue.

"Kak Mahen..."

"Tolong.. Jelasin, kenapa bisa sampe kayak gini.." Pinta gue melas ke dia, sambil berusaha ambil nafas, karena nafas gue tersenggal-senggal.

"Aku juga kurang tau pasti, Kak.. Aku lagi beli bubur buat sarapan, nggak sengaja liat kak Herin lagi mau nyebrang... Ada motor kenceng banget dari kanan, dia nggak bener-bener nabrak kak Herin, tapi emang nyenggol cukup kenceng, kak Herin kayaknya kaget dan langsung jatuh, terus aku liat dia pegangin perutnya, bilang sakit, dan ternyata sampe pendarahan... Aku langsung bawa dia ke sini, dan nelpon kak Mahen." Jelas Rumi ke gue.

"Ya Tuhan..."

Hidup gue yang udah berantakan, makin berantakan.

Hidup gue hancur, dan makin lebur.

Dokter keluar, ngasih tau gue sesuatu yang nggak pengen gue denger.

"Maaf, karna adanya benturan keras yang terjadi pada bagian punggung pasien, janin yang di kandung tidak dapat kami selamatkan, apalagi mengingat kondisi janin yang mengalami kekurangan kromosom."

Air mata gue makin deres, gue nggak terisak, tapi dada gue perih dan sesek luar biasa.

Anak gue pergi, gue lalai.

Gue ayah yang jahat. Iya, 'kan?

Setelah tahu kalau dia keguguran, kehilangan janinnya yang dia pertahankan, Herin keliatan murung.

Seharian itu dia susah makan dan nggak bisa tidur.

Gue kasian liatnya, gue ini cowok macam apa sih, haha.

Tiga perempuan sakit karena gue, ibu, Hera, Herin. Terus, dua perempuan hidupnya hancur karena gue. Tuhan, apa gue masih bisa dimaafkan? Nggak kayaknya, ya? Haha...

Herin cuma butuh waktu satu hari buat sembuh pasca kuretase, setelah itu, dia bilang mau pulang aja, nyusul keluarganya di Kanada.

Dia bilang gini, "Aku butuh nenangin diri, Mahen.. Aku mau pulang aja, ke Kanada, aku mau ketemu Mommy.."

"Tapi, kamu baru aja bisa beraktivitas setelah kuret, masa langsung pulang??" Balas gue.

"Aku bisa, kok.. Tenang aja. Lagian, sekarang kamu udah nggak ada tanggung jawab apa-apa lagi atas aku, 'kan? Aku berterima kasih karena kamu mau rawat aku dan bayi kita, aku bersyukur kamu nggak nolak dia, walaupun dia hadir karna kesalahan kita berdua." Katanya sambil tersenyum tipis.

"Rin..." Lirih gue waktu manggil dia.

"Mahen, terima kasih.. Kamu ayah yang baik, kamu laki-laki yang baik. Kejar Hera, ya? Jangan di lepas lagi." Kata Herin sambil mukul paha gue pelan.

B.W.YTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang