Mahen memarkirkan motornya, lalu melepas helm yang ia kenakan. Ia menengadahkan tangannya saat Hera ingin turun dari motor besar itu.
"Kak Mahen.. Gabisa bukanyaa.." Keluh Hera.
Mahen terkekeh geli, hanya menatapi Hera tanpa berniat membantu gadis itu.
"Kakak, ih!!"
Mahen tertawa geli, "Iya-iya.. Ini dibantuinnn.."
Mahen membuka pengait helm milik Hera, menggantung helm nya di stang motor sebelah kiri.
Tenang saja, ada yang jaga kok. Tukang parkir di sini bukan tukang parkir yang akan hilang saat kita datang ke minimarket dan tiba-tiba muncul saat kita akan pulang dari sana.
Jadi, tidak perlu takut helm atau motornya kemalingan.
Tiba-tiba,
Cup.
Hera mengecup pipi kanan Mahen, membuat Mahen membeku di tempat, bahkan ia belum sempat turun dari motornya, ia masih duduk di jok motor, selesai mengaitkan helm Hera di stang motor, langsung diberi kecupan singkat di pipinya.
Ia terkejut, tapi banyak senangnya.
Panas menjalari telinga dan lehernya, pasti telinganya memerah sekali.
Gantian Hera yang terkekeh geli, ia mencubit pipi kanan Mahen yang barusan ia kecup.
"Ayooo.. Malah bengong, sih?" Ledeknya.
Mahen menggeleng pelan, ia turun dari motor, menangkup gemas pipi tembam Hera dengan kedua tangannya, membuat bibir Hera mengerucut lucu.
"Nakalnyaa.. Siapa yang ngajarin main sosor orang kayak tadi, hm?" Kata Mahen gemas.
Hera hanya tertawa, berusaha melepaskan tangan Mahen dari pipinya.
Saat tangan Mahen terlepas, Hera ganti dengan menggandeng lengan Mahen, berjalan memasuki pasar malam yang ramai sekali dengan anak-anak sampai orang dewasa.
Lebih banyak yang berpasangan.
"Mau liat-liat dulu?" Tanya Mahen.
"He'em. Sekalian cari jajanan, ya?" Pinta Hera.
Mahen tersenyum, mengusak sayang rambut Hera yang dikepang dua, "Iya."
Mereka berkeliling memutari pasar malam, mencari jajanan yang Hera inginkan. Sampai gadis itu melihat stand minuman dingin, ia menatap Mahen melas.
"Kakak..." Melasnya.
Mahen menghela nafas, "Satu aja. Nggak boleh lebih. Kamu nggak bisa minum es malem-malem, sayang.." Kata Mahen, sambil membawa langkah mereka ke stand itu.
Hera tertegun.
Kapan terakhir Hera mendengar Mahen memanggilnya sayang? Sudah lama sekali rasanya.
Ya Tuhan, Hera rindu sekali. Rasanya, ingin menangis dan menjerit karena saking rindunya.
Tapi, perasaan sakit dan kecewanya juga masih ada. Ia harus apa?
Jadilah, Hera hanya bisa mengeratkan pelukannya di lengan Mahen, mengusak hidungnya di hoodie yang laki-laki itu kenakan.
Mahen tidak sadar, sungguh.
Ia hanya refleks memanggil Hera sayang, terbiasa seperti dulu. Selalu begitu, setiap Hera meminta sesuatu yang dingin-dingin di malam hari, atau meminta sesuatu apapun yang nantinya membuat Hera kesusahan sendiri, Mahen selalu memberikan pengertian selembut mungkin agar Hera mau menurut dengannya.
Dan itu caranya, dipanggil sayang.
Benar, Mahen memang masih sama, tidak ada yang berubah dari dirinya. Apalagi, yang berkaitan dengan Heranya, Mahen tidak mungkin lupa.
KAMU SEDANG MEMBACA
B.W.Y
RomanceBelong With You. COMPLETED . . . . Warning! GS! Harshwords, curses and some mature content. 17+ DLDR! January, 2022. ©hyucken_thu