Selesai berbincang dengan Mami, Mahen minta izin untuk naik ke atas, ke kamarnya Hera.
Dia 'kan ke sini juga niatnya mau jenguk gadis kesayangannya itu.
Tok tok...
"Al, ini Mahen... Kakak boleh masuk?" Mahen sengaja bilang begitu, kata Mami sih anaknya nggak tidur, makanya Mahen izin dulu sama yang punya kamar.
Kalian mau tahu apa yang Hera lakukan saat mendengar suara pintu kamarnya diketuk oleh Mahen?
Gadis itu buru-buru bercermin, menyisir rambutnya, lalu mengoleskan sedikit pelembab bibir agar bibirnya tidak terlalu kering dan pucat.
Lalu setelah itu, dengan cepat Hera naik ke tempat tidur, dan menarik selimutnya.
Lucu, ya? Haha.
"Masuk aja, Kak..." Kata Hera, suaranya dibuat seserak mungkin, biar Mahen nyangkanya dia baru bangun.
Padahal Mahen dengar suara orang berlari dari dalam kamar Hera sebelumnya.
Mahen menggeleng geli, menyembunyikan senyumnya, lalu membuka pintu perlahan, menyembulkan kepalanya di sana.
"Hai.." Kata Mahen, sembari melangkah masuk ke kamar Hera.
"Hai.." Balas Hera canggung.
Sumpah, detak jantungnya masih tidak karuan karena buru-buru berdandan tadi.
Mahen terkekeh, ia menarik kursi yang ada di depan meja rias untuk mendekat ke arah ranjang Hera.
"Gimana? Udah baikan? Masih ke sumbat nggak hidungnya?" Tanya Mahen pelan, tersenyum hangat.
Hera menggeleng pelan, "Udah nggak, cuma masih demam aja. Tadi juga udah minum obat, udah agak mendingan, kok. Oh, iya.. Makasih juga buburnya, ya." Kata Hera.
"Iya, sama-sama. Tapi, masa, sih? Yakin udah mendingan?" Tanya Mahen khawatir, dan Hera hanya mengangguk mengiyakan.
"Terus, kok mukamu merah banget gini, kenapa?" Tanyanya lagi, sambil menyentuh dahi Hera dengan punggung tangannya. Mahen sungguhan khawatir saat ini, melihat wajah Hera benar-benar merah padam.
Hera makin tidak karuan saja rasanya. Wajahnya jelas jadi makin memerah, di tambah demamnya memang belum begitu sembuh.
"Gapapa, Kak." Sentaknya cepat, menarik tangan Mahen dari dahinya.
"Hm, yaudah..." Mahen tersenyum tipis, ia balik menggenggam tangan Hera yang masih terasa panas, mengusap punggung tangannya dengan sayang.
"Al.."
"Ya?" Balas Hera lirih.
"Maafin Kakak, ya? Untuk semua dan segalanya. Ini semua di luar kuasa Kakak. Iya, Kakak salah. Salah banget. Mohon maaf, ya?" Kata Mahen, menatap sendu netra Hera yang tidak seterang biasanya karena tengah sakit.
Hera tersenyum tipis, mengalihkan pandangannya dari mata Mahen ke arah tangan mereka yang masih bergenggaman.
"Al udah tau semuanya, kok. Dari kak Herin."
Mahen sontak mengernyit bingung, "Maksudnya? Herin? Kamu ketemu sama dia??"
"Iya, kak Herin ke sini sebelum berangkat ke Kanada. Dia yang jelasin semuanya ke Al, Kak. Hera juga udah maafin kak Mahen, jauh sebelum Kakak minta maaf. Jadi, nggak perlu minta maaf lagi." Balas Hera, tersenyum manis pada Mahen.
Oh, betapa Mahen merindukan senyuman manis Hera yang selalu diberikan padanya.
Manis dan cantik bersamaan.
Mahen ikut tersenyum, "Makasih, ya." Katanya, sambil mengecup pelan punggung tangan Hera, membuat gadis remaja itu tersipu malu.
Perlakuan Mahen padanya masih tidak pernah berubah. Melakukan hal-hal kecil dan terlihat menggelikan menurut orang kebanyakan, tapi tidak untuk Mahen dan Hera.
KAMU SEDANG MEMBACA
B.W.Y
RomanceBelong With You. COMPLETED . . . . Warning! GS! Harshwords, curses and some mature content. 17+ DLDR! January, 2022. ©hyucken_thu