"Saya Juyo" Juyo berkata disertai dengan senyuman di wajahnya.
Membuat Asa yang sedari tadi memperhatikan mereka, baru menyadari ternyata Om Juyo tampan juga kalau dilihat-lihat. Yaampun, kalau Juyo mendengar ini, pasti ia kepedean.
"Kamu kenal anak saya darimana?"
Astaga. Juyo dan Asa lupa memikirkan jawaban untuk pertanyaan ini.
Ah, biarin deh... daripada gak dijawab mendingan ngasal aja. gumam Juyo dalam hati. Sementara Asa yang ada dibelakangnya mulai harap-harap cemas.
"Oh, itu. Dulu saya gak sengaja ketemu Asa di warung pinggir jalan dekat sekolahnya. Terus sejak itu kita jadi sering ngobrol dan makan bareng karna kita samasama suka main game online..."
Wanita itu masih diam menyimak.
".... Oh iya, saya udah denger kabar tentang Asa. Maaf karna saya gak bisa dateng ke pemakaman waktu itu, karna saya ada kerjaan di lu-"
"Iya. Gapapa"
Juyo mengelus tengkuknya pelan. Setelah perkataannya dipotong, ia jadi bingung harus berkata apa.
"Om, bunganya!" Tegur Asa. Astaga... Juyo sampai lupa akan eksistensi bunga lily cantik yang ada di hadapannya.
"Mm... anu, maaf saya tiba-tiba datang kesini. Saya pernah janji sama Asa, kalau saya kalah main game, harus nurutin permintaan dia. Nah, waktu itu dia bilang saya harus bantu dia kasih kasih ke mamanya. Tapi karena sekarang kondisinya udah seperti ini... jadi, saya mau kasih hadiahnya sekarang..." Juyo mengulurkan buket bunga lily itu ke wanita yang ada di hadapannya itu.
Tertulis disitu, "untuk Mama Bella, mamanya Asa yang tercantik dan tercinta"
Tulisan itu, sukses membuat iris wanita bernama Bella itu berkaca-kaca.
"Kamu... tau nama saya?" ketara sekali kalau suara itu sedikit bergetar.
"Iya. Asa yang kasih tau saya"
Kemudian dunia itu terasa sangat sunyi selama 20 detik. Menurut Juyo, itu adalah 20 detik paling lama dalam hidupnya. Dan ia tau, sosok dihadapannya baru saja menangis dalam diam.
"Ah, maaf ya. ART saya hari ini libur, jadi saya lupa belum kasih kamu minum" wanita itu, Bella, mengusap air matanya secara perlahan. Kemudian kembali menatap Juyo yang sempat ia diamkan selama hampir 30 detik.
Juyo menggeleng. "Gak perlu kok, gapapa"
"Oh iya, apa ada barang kamu yang pernah dipinjem sama Asa? Kamu mau ambil?" Tanya Bella. Kini suaranya terdengar lebih stabil dari sebelumnya.
Astaga Juyo sampai lupa kalau itu masuk dalam rencananya. Ya, mengambil uang Asa yang ada di dalam kamar.
"Boleh?" Pria itu malah balik bertanya. Yang tentu saja dibalas dengan anggukan pelan.
"Boleh, kalo emang beneran ada. Kan itu milik kamu"
Ah, Juyo jadi merasa tak enak hati karena sudah membohongi hati polos puan yang masih duduk di hadapannya ini.
Satu sisi dalam diri Juyo sangat ingin mengambil uang itu, tapi sisi lainnya menahannya. Terasa tidak etis kalau ia mengambil keuntungan berupa uang simpanan milik si hantu anak itu. Padahal, ia hanya membantu sebatas ini saja. Bukan begitu?
"Ayo, saya antar ke kamar Asa"
Setelah berpikir selama kurang lebih satu menit, Juyo akhirnya menggeleng sambil tersenyum.
"Gak usah. Saya juga udah gak butuh lagi barang itu kok. Saya langsung pulang aja"
Tanpa curiga sedikitpun, Bella percaya.
"Yasudah kalau gitu, mari saya antar keluar" Bella bangkit dari kursinya. Disusul Juyo yang langsung berdiri dengan terburu-buru.
"Gak usah, saya sendiri aja. Makasih, nyonya Bella" ujarnya cepat.
"Saya yang harusnya makasih" wanita itu tersenyum, lagi. Juyo heran kenapa wanita ini senang sekali tersenyum. Padahal Juyo tadi sudah bilang kalau ia tak masalah jika tak diberi senyuman sama sekali.
Juyo, Juyo. Kamu kan tidak bicara langsung ke orangnya, mana bisa dia tau isi pikiran kamu...
"Samasama.... Oh iya, maaf saya tiba-tiba bilang kayak gini, tapi saya yakin, kalo Asa anak kamu gak bunuh diri. Karena Asa selalu bilang ke saya, dia begitu semangat hidup di dunia ini untuk bermain sama teman-temannya, juga untuk jagain mamanya. Jadi menurut saya, mungkin itu kecelakaan" jelas Juyo dengan penuh keyakinan. Dalam hati ia berdoa, semoga usahanya berhasil.
Yang berdiri di hadapannya masih diam menatap dirinya.
"Maaf ya, saya cuma-"
"Gapapa kok. Makasih ya"
Juyo mengangguk dan tersenyum. Entah mengapa Juyo merasa hari ini ia sudah terlalu banyak tersenyum.
"Kalau gitu, saya pamit pulang dulu ya" pria tinggi itu membungkuk sekilas, kemudian tubuhnya berjalan meninggalkan halaman rumah itu dan penghuni satu-satunya.
**
"Om! Om!" Asa berlari-lari mengikuti Juyo yang berjalan cepat. Juyo sampai heran, Asa kan hantu, mengapa tidak memanfaatkan kemampuannya untuk terbang atau muncul tiba-tiba di depan Juyo?
"Apasih? Berisik" ujarnya malas.
"Om kok gak jadi ambil uang aku?"
Juyo menghentikan langkahnya. Membuat Asa juga refleks berhenti mengejar.
"Gapapa. Uang itu mending kamu kasih ke mama kamu deh. Om punya uang kok"
"Tapi kok om makan mie instan terus? Om gak suka makanan lain ya?"
Juyo menghela nafasnya dengan berat. Ia lupa kalau hantu ini sudah seminggu lebih mengikutinya. Bahkan sudah hapal kebiasaan-kebiasaan yang ia lakukan.
"Iya. Om gak suka"
Asa mencibir. Ia tau Juyo berbohong. Ia tau Juyo tidak punya uang banyak dan makan mie instan untuk menghemat pengeluaran. Ia tau Juyo butuh uang.
Ia tahu. Itu sebabnya ia menawarkan untuk mengambil uang simpanan yang ada di kamarnya. Lagipula, Asa juga sudah tidak bisa mengambil uang itu. Kalau mamanya? Yaampun, uang mama Asa itu banyak. Asa yakin mamanya tak butuh uang simpanan miliknya.
"Makasih ya om" ucap Asa pelan dengan menampilkan ekspresi yang lucu.
Juyo berdecak. Tapi ia akui, anak itu memang lucu.
"Ck.. iya, samasama. Udah ya, jangan ikutin om terus. Sana kamu balik ke rumah, atau main sama temen kamu si malaikat maut itu. Om mau pulang, besok km harus kerja jadi mau istirahat" jelasnya panjang lebar, lalu berjalan meninggalkan sosok hantu yang masih berdiri mematung di pinggir jalan itu.
Yang diperintah malah menghentakkan kakinya dan melayangkan protes.
"OM KOK GITU?!"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghost Kid | Asahi
FantasiaAsa, hantu remaja yang mati konyol dengan seribu penyesalan, meminta bantuan pada Juyo si pria dengan seribu kekurangan untuk dapat membahagiakan mamanya.