Pertemuan dengan Malaikat Maut

42 6 1
                                    


Yang Asa ingat, handphone miliknya jatuh dan ia berusaha mengambilnya. Kemudian ia merasakan sakit luar biasa di kepala lalu semuanya menghilang. Sampai akhirnya ketika ia membuka mata, ia dapat melihat tubuhnya sendiri dalam kondisi yang... berdarah dan mengenaskan? Entahlah, ia tak mau menjelaskannya.

Dan disinilah Asa sekarang, 5 meter berjarak dengan raganya yang tergeletak mengenaskan bersama darah di aspal, berjongkok disebelah sosok aneh (bagi Asa) berpakaian serba hitam yang menyebut dirinya malaikat maut.

"Jadi... aku sekarang mati?" Tanya Asa pada sosok di sebelahnya. Yang ditanya mengangguk.

"Lebih tepatnya, 15 menit yang lalu"

Asa mengernyit.

"Kamu beneran malaikat maut?" Tanya anak itu ragu. Sosok yang disebut malaikat maut itu memutar bola matanya.

"Nih, kalau gak percaya" sebuah kartu diberikan pada Asa. Itu id card milik si malaikat rupanya. Anak itu membacanya dengan seksama. Disitu tertulis nama dan pekerjaan. Nama malaikat itu ternyata Yeonjun, dengan pekerjaan sebagai Malaikat Maut. Tentu saja, ia sudah diberi tahu tadi.

"Sekarang percaya kan?" Tanya malaikat maut yag bernama Yeonjun itu. Asa mencibir. Tapi mengangguk sebagai jawaban.

"Terus sekarang gimana?" Asa bertanya. Jujur saja, ia bosan. Si Yeonjun itu bilang dirinya sudah mati, tapi kenapa ia masih ada di dunia ini? Ya walau hanya jiwanya saja sih.

"Hm... siapa nama kamu tadi? Oh, iya. Asa. Kamu melanggar hukum" jelas Yeonjun. Membuat anak itu bangkit (ia tadi berjongkok, kalau kalian lupa).

"Hah? Aku? Emang aku ngapain?" Protesnya tidak percaya.

"Kamu bunuh diri kan? Kamu mati sebelum waktunya, Asa. Kamu ngelanggar hukum kematian" Yeonjun berkata sambil melipat tangannya di dada. Yaampun, sombong sekali sih malaikat maut ini. Begitulah kira-kira yang ada di pikiran Asa saat itu.

"Aku gak bunuh diri!" Bela si kecil.

"Oh, oke. Tapi kamu mati sebelum waktunya"

"Yaudah kenapa aku gak dihidupin lagi aja?"

"Gak bisa. Kan kamu udah mati"

"Nyebelin banget sih!" Asa tak tahan lagi. Ia berseru dengan kesal. Tak peduli walau si malaikat maut terlihat lebih tua darinya. Ia hanya.. kesal.

"Bukan aku yang ngatur" Yeonjun mengangkat bahunya. Demi apapun, sikapnya ini sangat sombong. Apakah kualifikasi menjadi malaikat maut harus memiliki sifat sombong? Pikir Asa.

"Yaudah jadi sekarang aku gimana?" Tanya Asa. Ia berharap ia mendapat titik terang dari semua yang terjadi barusan.

"Hm... menurut aturan hukum kematian yang ada, karna kamu mati sebelum waktunya, kamu gak bisa pergi ke alam lain sebelum waktu kematian kamu yang asli tiba" jelas Yeonjun sambil memegang kertas yang entah ia dapat darimana karna Asa berani bersumpah kalau lelaki itu tak memegang apapun sebelumnya.

"Maksudnya?" Oh yaampun, seseorang harus memberitahu Yeonjun kalau Asa ini masih anak SMP, tentu tak paham apa yang dimaksud Yeonjun yang notabenenya bekerja sebagai malaikat maut.

"Kamu gak bisa kemana-mana. Kamu tetep di dunia ini sampai waktu kematian kamu yang asli tiba"

"Gentayangan gitu?" Astaga... Yeonjun ingin sekali menyentil dahi anak itu, tapi ia sadar kalau yang dikatakan Asa ada benarnya.

"Iya, gentayangan" daripada repot menjelaskan dengan bahasa yang sulit dimengerti, lebih baik bilang saja dari awal kalau anak itu harus gentayangan. Sungguh, Yeonjun menyesal.

"Oh, oke..." perasaan Asa campur aduk. Entah ia harus senang karna ia bisa gentayangan sepuasnya di dunia ini, atau sedih dengan fakta bahwa ia sudah mati, dan hanya gentayangan di dunia lah yang bisa ia lakukan saat ini. Untuk periode waktu yang bahkan ia saja tidak tau selama apa.

"Udah kan gak ada pertanyaan lagi? Aku pergi ya?" Tanya Yeonjun pelan. Jujur ia sedikit tak tega saat melihat raut sedikit sedih yang terpatri di wajah anak itu. Tapi mau bagaimana lagi, ia tak bisa terus menemani anak itu. Ia juga punya tugas lain.

"Tunggu!" Asa berseru tiba-tiba. Membuat Yeonjun kaget saja. Jangan salah, walau sudah mati dan menjadi malaikat maut, Yeonjun juga bisa kaget.

"Kenapa?"

"Mm... itu..." Asa menggaruk kepala nya yang tidak gatal.

"Apa?"

"Mama aku... gimana?" Tanya Asa. Suaranya sedikit bergetar. Yeonjun terdiam. Sayang sekali ia tak punya jawaban untuk pertanyaan polos dari anak itu. Seberapa besar pun ia ingin menjawab, jawabannya tetap tidak ada. Ia hanya bisa menjawab dengan seadanya.

"Sebentar lagi satpam sekolah kamu pasti dateng buat patroli. Terus pasti ngeliat mayat kamu, nah baru deh satpam kamu hubungin ambulans sama polisi dan polisi bakal hubungin mama kamu"

Asa menunduk. Benar kata Yeonjun, mamanya pasti akan dihubungi polisi. Ia tak perlu khawatir, iya kan?

"Aku pergi dulu ya" Yeonjun membalikkan tubuhnya. Sedetik kemudian, ia kembali menghadap Asa.

"Kalau butuh aku, pencet tombol yang ada di jam ini aja. Nanti aku dateng" Yeonjun mengulurkan sebuah jam bergambar robot berwarna biru kepada Asa. Setidaknya, hal itu bisa membuat anak itu sedikit menyunggingkan senyuman.

"Oke!" balas Asa, sedikit senang.

"Oh iya, boleh minta sesuatu gak?" Aduh maaf ya, Asa ini memang banyak sekali maunya..

"Apa?"

"Boleh aku panggil kamu Kak Jun?" Lagi-lagi, pertanyaan polos itu keluar dari mulut si kecil. Mau tak mau, Yeonjun tersenyum.

"Iya boleh"

Semua sikap sombong yang tadi ada dalam diri Yeonjun si malaikat maut itu entah mengapa seketika menghilang dalam pandangan Asa.






***
Side character:

Choi Yeonjun as Yeonjun / Kak Jun / Malaikat Maut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Choi Yeonjun as Yeonjun / Kak Jun / Malaikat Maut.

***

_________________________________





a/n
Cerita ini hanya fiksi, termasuk aturan hukum kematian yang disebutkan diatas. So, jangan dibawa serius ya! Please enjoy my work and give it a lots of support! Thanks❤️

Ghost Kid | AsahiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang