Bab 10

387 161 589
                                    

Hai, bagaimana hari ini?

Selalu tersenyum dan bersyukur, ya

Vote dan komenmu, semangatku 🔥

Jangan skip narasi!!

•●•

Malam ini berhasil menciptakan senyum lebar dari mulut kedua insan yang sama-sama tengah berada di wahana bianglala. Sorot takjub tak henti berpendar dari netra mereka. Ekspresi bahagia juga turut menghiasi wajah Alea dan Vano yang sebentar lagi akan berada tepat di puncak permainan itu.

"Wah! Liat Kak, bulannya bagus banget!" Alea terperangah selama beberapa menit hanya untuk menikmati langit malam yang begitu menawan.

"Bintangnya juga Kak! Liat, ada yang paling terang, itu! Cantik banget!!"

Di tempat duduknya, Vano memperhatikan Alea yang tak jauh berbeda seperti anak berusia lima tahun. Melihat hal yang paling disukai dengan perasaan menggebu-gebu. Tanpa sadar, lengkungan tipis terbit perlahan dari ujung bibirnya. Mendengar Alea yang sibuk berceloteh perihal langit malam itu membuat dirinya tidak bisa menahan gelak tawa.

Sampai akhirnya, telinga Alea menangkap sebuah suara tawa yang menggangu pendengarannya. Dia membalikkan tubuhnya menghadap Vano yang sejak tadi membelakangi lelaki itu. "Kak? Lo kok malah ketawa, sih? Emang ada yang lucu, ya?"

"Haha! Lo tau yang lucu. Kayak bocah, sumpah. Gemes ...," balas Vano setelah tawanya kian berakhir.

"Apaan sih, lo, Kak!" tampik Alea menahan debaran jantungnya yang tidak bisa diajak kerja sama. Dia memutuskan untuk kembali melihat bentangan warna hitam pekat di atas dengan beberapa cahaya. Tidak tahu saja, bahwa saat ini semu merah mulai menggerayangi seluruh wajahnya. Ah tidak! Bagaimana jika nanti Vano mengetahuinya?

"Duduk, Al. Nanti jatoh."

"Jatoh ke bawah ini, kan, bukan ke atas," jawab Alea agak ketus. Dirinya berusaha untuk tidak terlalu memperlihatkan bagaimana jantungnya memompa amat kuat. Hingga pada akhirnya gadis itu mencoba menciptakan sedikit gurauan. Namun sayangnya, Vano sama sekali tidak terpengaruh oleh lontaran kata yang baru saja melayang.

Tubuh yang tidak kunjung duduk diam di tempatnya segera di tarik pelan oleh laki-laki itu. Vano menggapai pergelangan tangan Alea upaya agar gadis itu menuruti perkataannya berapa detik lalu. Alea memang terkejut, bahkan sangat, tapi untungnya dia dapat mengatur raut ekspresinya. Ketika dia sudah berhasil mendarat di bangku bianglala, tiba-tiba saja tanpa ada dugaan, mesin dari permainan tersebut mati.

Sontak, Alea terkejut bukan main. Apalagi posisinya saat ini masih berada di atas, meski bukan di puncaknya. Tetapi, tetap saja, hal itu tidak mengurangi rasa takut yang mendadak datang menggerayangi perasaannya. Alea menundukkan kepala sembari menautkan jemarinya dengan erat.

Vano yang melihat pun lantas berinisiatif memegang tangan Alea guna memberikan ketenangan. "Al ..., tenang, ya ... ada gue."

Alea tidak menggubris perkataan Vano barusan yang memiliki niat untuk menenangkan. Alih-alih membuka mulutnya sebagai bentuk jawaban, justru yang dilakukan dirinya membuat lelaki di hadapannya kebingungan. Alea baru saja membalas sentuhan fisik pada pergelangan tangannya dengan cara kembali memegang erat tangan Vano.

Vano menipiskan mulutnya. Jujur saja dia sangat terkejut. Se-takut itu kah gadis itu?

Sepuluh menit telah berlalu, hingga akhirnya mesin bianglala kembali menyala seperti semula. Bagai roda yang berputar, orang-orang yang berada di puncaknya atau yang perlahan naik ke paling atas wahana tersebut berjalan beriringan. Sampai akhirnya Alea dan Vano sudah tiba di bawah dan keduanya pun segera keluar dari dalam.

RAGELEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang