Bab 14

277 109 786
                                    

Hai, bagaimana hari ini?

Selalu tersenyum dan bersyukur, ya

Vote dan komenmu, semangatku 🔥

Jangan skip narasi!!

•●•

"Emm, lo lagi deket sama Vano, Ragel, ya?"

Pertanyaan itu sukses membuat Alea tertohok. Lontaran kalimat yang tanpa diundang lolos begitu saja dari mulut Oliv. Gadis itu mematung sejenak karena harus mencerna terlebih dahulu apa yang dimaksud perkataannya barusan.

Awalnya Oliv memang agak ragu untuk menanyakan hal sensitif seperti ini kepada Alea, tapi perasaan keingintahuannya lebih besar dari yang dikira. Lagipula, Oliv juga sudah berapa kali memergoki temannya itu tengah mengobrol atau bersenda gurau bersama lelaki yang ia sebutkan. Maka tidak heran bukan jika dirinya mempunyai pikiran seperti itu?

Sebelum menjawab, Alea mengulum bibirnya. Pura-pura melembabkan bibirnya yang tiba-tiba terasa kering. "Lo tau darimana, deh?"

"Lah, lo lupa? Gue liat lo waktu itu pas pulang sekolah, lo lagi bareng sama Ragel sama Vano juga. Yang ujung-ujungnya lo nebeng sama gue. Masa lupa sih?"

Ah, iya! Kejadian beberapa hari yang lalu, Alea berhasil mengingatnya. Vano yang datang pertama menghampiri dirinya untuk mengajak pulang bersama, lalu tak lama setelahnya, Ragel datang menyuruh Alea untuk ikut bersama juga. Jujur saja, berada diantara dua laki-laki itu bagi Alea adalah hal yang sangat tidak nyaman. Apalagi, menawarkan hal yang serupa padanya.

Alea membuang napas, "ooh yang itu. Terus dengan itu lo bisa anggep gue deket sama mereka, Liv?" cetusnya. Mendadak ada keganjalan yang singgah dalam jiwanya. Perasaan sedikit tidak suka, mungkin.

"Eemm ..." Oliv bergeming. Dia meletakkan jari telunjuknya di dagu persis seperti seorang yang tengah berpikir. "Tapi lo beneran deket kan sama mereka, Le?" tanya Oliv kedua kalinya untuk memastikan.

Gadis dihadapannya kini tersenyum samar. "Liv, lo nggak bisa liat dari satu sudut pandang aja."

Ucapan Alea barusan menimbulkan tanda tanya yang besar dalam pikiran Oliv. Entah apa maksudnya. "Terus?"

"Gini Liv, gue kasih tau ya, gue sama Ragel dan Kak Vano itu nggak ada apa-apa. Ragel pure sebatas temen kelas, sedangkan Kak Vano cuma kakak kelas gue yang ditakdirin sebagai tetangga gue."

"HAH? KAK VANO TETANGGA LO?" pekik Oliv ditengah hening yang masih menyapa di ruang kelas. Tak ayal suara lantangnya merubah atensi orang-orang yang ada di dalam. Semua memperhatikan kedua gadis ini yang mungkin saja memiliki asumsi yang sama.

Alea panik bukan main. "Sstttt! Kecilin suaranya, Allahu ...," ucapnya sembari meletakkan jarinya di depan bibir.

Detik kian berjalan, Oliv baru menyadari bahwa suaranya tadi sangat kuat hingga satu ruangan. Dia bahkan tidak sadar sudah bertanya dengan raungannya yang bergema. Oliv malu, sungguh. Sekarang ia diperhatikan dengan intens oleh beberapa temannya yang jumlahnya sudah bertambah sebab sudah waktunya datang ke sekolah. Alih-alih menegakkan badan dan berkata tidak ada apa-apa, gadis itu justru menudukkan pandangan sembari menggigit bibir dalamnya.

"Guys, jangan peduliin ucapan Oliv barusan ya. Dia emang gini anaknya, suka asbun, hehe."

Semua yang berada dalam kelas hanya mengangguk-angguk kecil. Toh, lagipula mereka juga tidak terlalu ingin mencampuri masalah orang lain. Akhirnya semuanya kembali pada aktivitasnya masing-masing seperti awal dan menganggap tidak ada hal yang terjadi. Oliv memulai atraksinya dengan menegakkan tubuh serta memasang telinganya baik-baik. Takut melewatkan barang satu kata.

RAGELEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang