Bab 13

348 136 887
                                    

Hai, bagaimana dengan hari ini?

Selalu tersenyum dan bersyukur, ya!

Vote dan komenmu, semangatku

Jangan skip narasi bestiee :))

*****

Hampir seluruh ruas jalan raya dipadati oleh berbagai kendaraan. Isinya pun beragam, ada yang hendak ke sekolah, ada pula yang ingin berangkat mencari nafkah. Sayangnya, ada kedua sejoli yang kini terjebak diantara lautan manusia. Alea dan Vano terpaksa berada dalam suasana kemacetan tatkala menuju ke sekolah.

Kepulan awan berwarna abu di bumantara sana seakan tidak memberi izin bagi makhluk bumi datang tepat pada waktunya. Sehingga terdengar banyak raungan kecil yang melintas dari mulut si pengendara, khusunya roda dua. Sebab, kendaraan yang mereka gunakan itu terbuka, sangat mustahil bila suaranya tidak terdengar kemana-mana.

Saat keduanya baru saja bergegas pergi dari rumah ke sekolah, rintik-rintik yang menghiasi kota Jakarta pelan-pelan sirna. Seolah sang hujan tahu bahwa ada ribuan pelajar yang teringin menginjakkan kakinya di ruang kelas. Sayang seribu sayang, nyatanya hal itu tidak berlangsung lama, karena sekarang di atas kap mobil maupun di atas helm sudah ada pola berbentuk lingkaran-lingkaran kecil.

Tidak lama kemudian, hujan deras kembali mengguyur kota metropolitan. Menciptakan kepanikkan pada semua orang terutama pengendara sepeda motor. Mereka berangsur-angsur menepi ke pinggir jalan. Mencari setidaknya ada perlindungan yang aman agar dapat menggunakan jas hujan. Vano masih setia melajukan motornya, berupaya mencari tempat berteduh untuk sementara.

Warung, toko kecil, dan rumah-rumah semua penuh bak tidak diberi ruang. Keduanya masih berusaha yang mungkin saja di depan jalan sana masih tersisa sebuah bangunan yang dapat mereka gunakan sebagai kesempatan mengenakkan pelindung hujan di badan. Sampai akhirnya, sebuah halte bus muncul dalam pandangan. Vano segera menuju ke arah depan. Alea dan Vano harus berterimakasih pada Tuhan, karena di halte tersebut hanya ada satu atau dua orang.

"Neduh disini dulu nggak papa, kan?" Diantara tetesan-tetesan besar yang turun ke jalan, suara Vano mengudara begitu lantang.

"Nggak papa, Kak. Lagian ini hujannya gede banget, nggak mungkin kalo dilanjut," jawab si perempuan bermata terang.

Vano mengangguk, menyetujui kalimat Alea. Kemudian dia dengan sigap melepas jaket denim berwarna hitam lalu diselampirkan ke tubuh Alea. Terkejut? Tentu iya. Alea memperhatikan lelaki itu yang justru sibuk membuka jas hujan yang sebelumnya sudah diambil dari bagian bawah jok motornya.

"Pake jas ujannya, Al," imbuh Vano. Tangannya terulur dengan sebuah jas hujan yang ada di tangannya.

"Mending lo aja, Kak yang pake. Itu kan jas ujan punya lo."

Vano berdecak tegas, "Ck! Udah pake ini. Gue mah ada, tenang," balasnya. Nada bicaranya seperti menyuruh Alea untuk tidak menolak.

Entah mengapa perkataan Vano terasa seperti shir yang sukses membuatnya patuh. Alea pun tersenyum kikuk sembari menerima uluran jas hujan itu. Ketika dibuka, betapa terkejutnya gadis itu setelah melihat penampakan yang menurutnya sangat lucu bila ia gunakkan. Jas hujan tersebut berwarna biru muda lengkap dengan motif bunga-bunga. Maka tidak dapat dipungkiri bahwa kini, Alea tengah menahan tawanya.

"Jangan salfok sama motifnya, ya. Punya Mama gue soalnya, hehe," timpal lelaki bermarga Mahendra tersebut.

Tidak, untuk kali ini Alea tak bisa untuk menahan gelak tawa yang sudah sampai dikerongkongannya. Ditambah, Vano mengatakan hal itu yang mana membuat dia harus melambungkan suara tawanya di antara bising hujan yang masih terdengar sangat kencang.

RAGELEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang