| Ingin hilang

212 37 6
                                    

"Nyatanya kehidupan yang acak ini secara tidak langsung menyatu pada satu poros yang di juluki sebagai — tujuan."






FAKTANYA berusaha mengabaikan sesuatu yang biasa terjadi dalam kehidupan kita memang terlihat sulit. Bukan hanya menjadi sebuah kebiasaan, tanpa sadar semuanya berakar menjadi sebuah karakter. Pun dengan seorang Park Jay. Dia sudah terbiasa dilibatkan hal sekecil apapun oleh ayahnya. Tiba-tiba ada satu hal yang ia tidak ketahui rasanya sedikit berbeda.

Park Sunghoon, berulang kali menggumamkan nama tersebut tidak membuat Jay mengingat apapun. Informasi di media sosialnya pun minim mendekati tidak ada. Atau mungkin lelaki itu tidak mempunyai akun media sosial ? Jay mengerang frustasi.

Jangan tanyakan apakah Jay berusaha mendesak ayahnya atau tidak ! Tentu saja dia sudah melakukan segala cara untuk mengetahui seluk beluk dari Sunghoon, namun hasilnya tetap nihil. Bahkan ayahnya berkata bahwa rasa ingin tahu Jay hanyalah sebuah ke sia-siaan. Tidak berguna.

"Sialan ! Hanya karena anak itu mengapa aku yang repot ?" Gumam Jay di atas ranjang berukuran besar berwarna kuning pastel dengan motif pororo.

Ini sudah tiga hari sejak Sunghoon masuk ke sekolahnya. Sudah tiga hari pula dirinya kurang tidur hanya karena memikirkan hal yang seharusnya dia abaikan. Tapi entah mengapa dia ingin sekali mengetahui semua tentang anak itu. Sekecil apapun.

Jay memandang balkon kamar nya, sudah malam rupanya. Jay paling benci suasana ini, walaupun angin yang menyelinap lewat tingkap jendela yang terbuka begitu menyejukkan kulitnya, ia masih saja membenci malam hari.

Bukan karena gelap, bukan pula karena kemungkinan ada makhluk lain yang akan muncul. Tapi karena sesuatu di atas sana yang membuat Jay muak seketika. Bulan dan tentaranya menjadi hal paling di benci oleh lelaki kelahiran Amerika ini.

Baginya, malam terlalu tidak masuk akal dibanding siang hari. Bahkan Jay berani mengutuki orang yang begitu memuja malam terutama langit yang terbentang hitam diatas sana. Apa yang mereka kagumi dari malam ? Mengapa mereka begitu menyukai kegelapan ? Bukankah itu tidak masuk akal ?

Perlahan ia menghirup udara dalam-dalam, mengisi ruang dadanya yang mendadak kosong. Udara disana semakin menipis ketika ekor matanya menangkap sosok gadis manis di bingkai foto. Senyum itu, Jay tidak menyukainya. Mata itu, Jay membencinya. Rambut lurus hitam itu, Jay ingin membotakinya.

Namun dia adalah orang berharga yang pernah Jay miliki.

"Jay, aku akan membawa mu keliling dunia jika besar nanti. Aku akan menunjukkan bintang paling indah dari berbagai sisi. Aku akan membuat mu menyukai malam layaknya orang menyukai kekasihnya. Aku berjanji."

"Pembohong !"

Satu kata yang mampu membuat Jay meneteskan air mata. Perlahan namun pasti, keadaannya yang berusaha menerima takdir juga merupakan kebohongan. Tubuhnya baik-baik saja, namun batinnya perlahan hancur. Satu persatu, sosok yang Jay anggap sebagai obat pergi meninggalkannya.

Meninggalkan Jay sendirian.

"Jay, suatu hari nanti jika bukan aku maka akan ada orang yang membuat mu mengerti dengan permainan takdir. Jika bukan aku, maka akan ada saatnya seseorang menjadi obat mu lagi. Saat itu datang, aku dapat pastikan dunia mu baik-baik saja."






Starlight • JayHoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang