Petir yang menggelegar membuyarkan lamunan Frella.
"B-boleh," Frella mengerjap
Damar hanya menggeleng, memandang hujan yang tak berhenti menerpa jalanan yang mulai sepi, hujan semakin besar tidak ada tanda-tanda akan berhenti.
Frella mulai gelisah, duduk lalu berdiri, duduk lagi. Ia yakin mamanya pasti sudah menunggu, lebih tepatnya menunggu titipan karena itu adalah bahan untuk membuat kue yang sudah pasti pesanan.
Jam sudah menunjukkan pukul tiga artinya sudah satu jam lebih Frella menunggu disini, ia mendongak ka arah sebelah kanannya. Damar dengan wajah tenangnya dan sorot matanya yang tajam.
Frella memperhatikan wajah itu, jantungnya baik-baik saja tapi darahnya seperti mengalir lebih deras dari biasanya. Aneh, ga ga mungkin ini pasti karena kamu kesel sama dia Fre. Frella menepuk-nepuk wajah dan kepalanya.
"Lo kenapa? Sakit ni anak namparin muka sendiri," Tiba-tiba suara berat dan dalam itu mengisi heningnya suasana halte yang tadinya hanya di latar suarakan oleh derasnya hujan.
"E–engga, ini itu apa ada itu nyamuk iya nyamuk," Frella memutar arah pandangannya ke udara mencari nyamuk sebagai alibinya.
"Ck, salting lo ya ada cowo ganteng kaya gua," Kata Damar lagi.
"Dih males banget." Frella menjauhkan dirinya dari Damar.
Damar yang melihat itupun hanya acuh, Frella memang tidak buruk di mata Damar. Cukup cantik bisa dibilang tapi kini di hatinya hanya ada satu nama. Perempuan yang bisa membuatnya jatuh sedalam ini, meskipun akhirnya harus berpisah tapi nama itu masih enggan keluar dari hati Damar.
***
Hujan sudah mulai reda, dan akhirnya ada angkot yang melewati halte. Frella segera menaiki angkot itu menuju rumahnya.
Meninggalkan Damar tanpa permisi, karena cowok itu pun hanya memainkan ponselnya sejak tadi.
Di angkot Frella hanya diam memainkan kukunya, tapi ia merasa ada yang kurang sepertinya tadi ia membawa sesuatu tapi apa?
Astaga, pesenan mama. Frella menepuk dahinya.
Tidak mungkin ia kembali ke halte yang sudah jauh tadi, ditambah ini masih hujan bagaimana jika nanti justru tidak ada angkot yang lewat lagi. Ia hanya pasrah jika nanti diomeli habis-habisan oleh mamanya.
***
Damar meregangkan tubuhnya, dan melirik ke samping sudah tidak ada orang. Tapi perhatiannya teralih pada kantong plastik berwarna merah yang terisi penuh.
"Ini punya cewe tadi nih," Damar mengambil plastik itu dan memakai helmnya.
"Masih deket." Ucap Damar.
Damar menyalakan mesin motornya dan mulai melaju dengan kecepatan tinggi.
***
"Mama, Frella pulang,"
Natya yang tadi sedang menonton tv berjalan ke arah pintu, memasang muka cemberut.
"Ma, Fre minta maaaaaffff banget. Fre tadi udah beli pesenan mama, tapi––" Frella menggantungkan kalimatnya.
"Apa? Tapi apa?" Natya menaikan nada suaranya.