Part 3 |Ananta Anindira|

57 23 0
                                    

   Semilir angin pagi sedikit demi sedikit mulai masuk ke dalam kisi-kisi jendela seorang gadis yang masih lajang, tengah melakukan duduk manis di sebuah bangku plastik. Ya, itu Ara. Tatapannya kosong, sudut bibir nya tidak terlihat sedikitpun. Tampaknya Ara masih kepikiran dengan kejadian semalam. Siapa lagi kalau bukan Faisal, Ara menjadi calon istri dadakan.

"Eh masih pagi ini, si teteh ngelamun terus. Naon atuh geulis?" Tanya Bibi dengan suara lantang, karena sedang menghidupkan blender. Suara riuh mesin itu membuat Ara menanti untuk menjawab pertanyaan Bibi. " Teu kunaon Bi. Bibi mau masak apa?" Sembari mengupas bawang yang terletak di meja.

"Mau masak semur ayam. Oh iya gimana semalam di rumah Pak Fauzan, udah dikasih?"

"Udah Bi. Ngomong-ngomong, anaknya Pak Fauzan itu saha namina? Eta si Pak naon yeuu, Ara lupa." Bibi spontan menepuk bahunya Ara. "Faisal. Hayo kenapa nanyain si Bapak? Ekhm teteh suka sama dia?" Ucap Bibi dengan gelak tawa khasnya. Dengan gelak misuh-misuh, Ara masih berkelakuan seperti anak kecil, dengan bibir manyun dan alis yang merunduk. "Ihh engga Bi, ah si Bibi mah siga kitu. Bukan Pak Faisal doang, si itu tuh Roby tukang cuci motor depan kompleks, atuh di cuit-cuitin juga. Engga Bi, nanya doang, soalnya semalam yang nerima dokumen Pak Faisal." Bibi masih tertawa dan menggeleng-gelangkan kepalanya. Berlanjut mengaduk masakan yang dia panaskan. Tercium aroma yang begitu wangi. Apalagi Ara, sudah menanti masakan Bibi Nurul.

*Tinnn-tinnn

   Terdengar bunyi klakson mobil dari luar rumah. Siapa ya? Ara bergegas keluar. Tidak, dia mengintip dari jendela, belum ada tanda-tanda orang keluar dari dalam mobil. Mobil itu parkir di depan Panti, ah sudahlah, mungkin tetangga. Itu yang terbesit di pikiran Ara. Tiba-tiba dari luar, Ara di panggil dengan suara lantang oleh anak-anak. "MBA ARA!!! ADA YANG NYARI. MBA" Lelaki jangkung itu berdiri di depan pintu sembari menunjuk ke arah mobil. "Tuh, dipanggil sama mobil itu." Dia langsung pergi bersama temannya membawa bola. "Eta mobil teu aya wae mulut. Gimana bisa ngomong? Aya aya wae," gumamnya dalam hati. Lantas dia pun mendatangi mobil itu. Ternyata itu Pak Faisal.

"Eh iya, maaf mengganggu waktu kamu. Saya ingin berbicara dengan kamu sebentar. Bisa?" Tegas Faisal sambil mengibaskan jas nya.

"Ngapain Pak? Saya udah gamau jadi calon istri Bapak. Kita juga ga kenal. Maaf, saya ada urusan, mau masak." Jawab Ara dengan berbalik badan sembari meninggalkan Pak Faisal.

   Tiba-tiba Bi Nurul keluar dan memanggil Ara untuk menyiapkan sarapan. Apalagi Bibi heran dengan suara klakson mobil tadi. "Ara, bantu Bibi siapin sarapan. Bibi udah siap masak." Teriak Bibi membuat Faisal menahan tawa. Ara berbohong, tapi dengan kepolosannya dia masih memberi kode buat Bibi. Tapi apa? Nihil, Bibi gak tau maksud Ara dengan mengedip-mengedipkan matanya. "Eh, Pak Faisal, mari duduk." Tegur Bibi. "Bi, pssst" Suara Ara pelan mengatakan itu. Seakan berbisik, tapi Bibi masih ga ngeh dengan itu. Apalagi Faisal datang dan duduk di kursi depan. "Makasih Bi jamuannya. Saya kesini cuman ingin ngajak Ara untuk membicarakan dokumen itu." Ujarnya. "Yang ada keperluan kan teh Ara, kenapa jadi saya? Tanya sama Ara dulu Pak." "Yaudah Ra, ntar Bibi yang bilang ke Bu Sarah. Gih, ntar penting loh. Pak Faisal udah nunggu."

   Ara bersiap-siap untuk pergi dengan Faisal. Gadis berparas cantik itu duduk di bangku belakang. Perasaan kesal, malu, canggung, campur aduk seperti gado-gado. "Yaudah deh, mungkin ini penting." Ucapnya. Dia mual dengan bau mobil di dalam. Bau stella, apalagi tercampur parfum mereka berdua. "Pak, agak cepetan ya, saya pusing dengan bau mobilnya." Ara keceplosan mengucap itu. Spontan memukul-mukul mulutnya. "Eh eta kunaon, engga Pak. Maaf, maksudnya saya laper, eh kan, duh Gusti, maaf Pak." Faisal melirik cermin di depan. Melihat Ara bertingkah seperti bocah. Faisal tersenyum tipis sambil menggeleng-gelengkan kepala.
   Mereka berhenti di depan cafe. Faisal memarkirkan mobilnya di jajaran mobil yang lain. "Pak, titip ya." Ucapnya kepada tukang parkir. "Ara, kita kedalam saja, ada hal penting yang saya bicarakan." Ara mengangguk pelan mengisyaratkan setuju.

"Kamu mau pesen apa? Tadi saya denger kamu laper. Segera pesan, biar tidak mengantri." Tanya Faisal memanggil waiter. Dia menyodorkan list menu kepada Ara. Ara melotot melihat menu-menu tersebut, apalagi harga nya yang mahal. Dia hanya memesan nasi goreng dan teh kosong. "Ini aja Pak." Faisal memainkan jari selayaknya piano di atas meja. Dia termenung sejenak. Membunyikan jari "click," Faisal selaras dengan pesanan Ara. "Pesen dua ya Mba. Pakai telur."

"Pak, maaf ngerepotin, terimakasih traktiran nya." Ucapnya.

"Iya gapapa, saya yang seharusnya berterimakasih, kamu sudah mau ikut dengan saya, acara tiba-tiba begini. Oh ya, bisa saya minta nomer kamu? Agar nanti kalau ada pertemuan lagi, saya bisa contact kamu." Faisal memberikan handphone nya kepada Ara. Lantas Ara menuliskan nomornya dan memberi kan handphone itu kepada Faisal. "Ini Pak."  Faisal memandang handphone itu lama. Sesekali dia mengkerut kan keningnya dan menyunggingkan senyuman. Ternyata foto Ara yang dia pandang. "Pak, Pak." Ucap Ara berulang. "Eh iya, kenapa? Maaf." Jawabnya. "Sebenarnya Bapak mengajak saya ada hal apa?"

***

   Menu nasi goreng dengan telur dadar dihidangkan di atas meja. Ara menunggu jamuan dari Faisal. Tidak mungkin seorang gadis biasa menunjukkan sikap tidak senonoh kepada anak daripada pemilik Panti Asuhan yang saat ini dia tempati. "Silahkan Ara, dimakan." Ujar Faisal memberi sendok kepadanya.
   Mereka berdua makan dengan lahap. Terlebih Ara yang sedari pagi belum sarapan, sudah duluan dia menyiapkan makanannya. "Oh iya Pak, silahkan dilanjut makannya." Ara tidak berani menatap Faisal begitu dalam. Dia menunduk menatap layar handphone miliknya. Menghembuskan udara ke jilbab nya. Sesekali merapikan kerudung hitam yang ia kenakan. "Okey." Ujar Faisal.

"Pembicaraan kita penting dan serius. Terkait hal semalam. Mungkin kamu bingung kenapa seperti itu. Biar saya jelaskan. Saya, dulu punya pacar namanya Salsa. Namun, dengan tingkah laku dia yang membuat Papa dan Mama tidak suka, akhirnya saya memutuskan dia." Faisal menjelaskan begitu rinci. Apalagi gestur tangan nya yang seperti sedang berprestasi. "Terus Pak?" Lanjut Ara. "Saya, sebagai anak sulung dari keluarga, dituntut untuk segera menikah. Sebenarnya saya akan diusir jikalau tetap berhubungan dengan Salsa. Jangan khawatir, saya sudah tidak ada perasaan dengannya. Begini, saya ingin kamu menjadi calon saya, karena jika tidak, saya akan dinikahkan dengan anak dari teman Papa saya. Mungkin jika kamu berada di posisi saya, kamu tidak akan mau menikah dengan orang yang tidak dicintai apalagi mencintai. Jika saya menikah dengan siapapun itu, hak asuh Panti akan tetap berjalan. Jika tidak, mungkin kamu tau, Panti akan di gusur, Papa akan menggantikan lahan panti untuk proyek barunya. Saya tidak tega jika Panti harus di gusur, mungkin cara ini lebih tepat untuk mengulur waktu. Bagaimana?" Faisal meneguk air minum di depannya. Tampak dia lelah menjelaskan.

Ara merasa sedih jika harus panti asuhan yang sekarang ini sebagai rumah anggapannya, harus di gusur dengan alasan tadi, kini terpukau oleh pernyataan Faisal. "Jika memang benar, saya bersedia. Tapi ini hanya 'kerja sama' Pak, bukan kenyataan. Saya akan bantu Bapak. Ara melakukan ini karena Panti, bukan siapa-siapa. Saya harap Bapak mengerti." Tegas Ara.

   Singkatnya, mereka pulang. Ara tidak berani pulang diantarkan oleh Faisal, terlebih di depan rumah. Karena dia takut akan omelan Bu Sarah. Akibatnya Ara naik ojek. Sesampai di rumah, Ara mendengar notifikasi handphone miliknya.

Faisal
Assalamualaikum Ara, terimakasih atas jamuan tadi dan sudah mau bekerjasama dengan saya. Saya sangat berterimakasih.

Ara
Waalaikumsalam, iya Pak, sama sama, saya juga berterimakasih.

Faisal
Oh ya, tadi saya menitipkan hadiah di tas kamu. Mohon diterima, salam buat Bibi. Assalamualaikum.

   Ara kebingungan dengan itu semua. Dia sesegera berlari ke kamar. Mengendus seperti pencuri dan melihat sekeliling. Mengunci pintu kamar, Ara langsung membuka tas miliknya. "Ya Allah, apa ya hadiah nya? Jantungan banget ini." Gumamnya. Tidak lain hadiah itu adalah pashmina plisket.

***

Assalamualaikum, terimakasih sudah mau membaca. Jadikan Alquran sebagai panduan dan pedoman untuk dibaca terlebih prioritas. Adapun kesalahan kata dan lain-lainnya, saya meminta maaf, dan akan diperbaiki. Baiknya teman-teman mau meninggalkan vote dan komentar apapun itu, baik kritik saran dan harapan, agar karya tulis saya dapat berkembang, terimakasih, matur nuwun.

Ananta AnindiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang