Part 5 |Ananta Anindira|

46 21 0
                                    

~Flashback on~

   10 menit sebelum penentuan akan tempat, wanita itu menunggu di sebuah halte. Jihan Kirania, adalah nama yang selalu ia bangga-banggakan ketika ada yang menanyakan namanya. Jihan sapaannya. Dia wanita yang pandai, cantik, dan ......

"Kok lama banget sih, kemana ya dia?" Sambil mengecek handphone miliknya. Jihan sendiri di halte itu. Hanya ada penerang kecil yang menemaninya. Malam-malam begini, tetap saja ada panggilan. Terlebih dia masih butuh uang untuk biaya kehidupan. Tiba-tiba, sebuah mobil hitam berhenti di depannya. Lalu dibukakan kaca nya dan berteriak memanggil. "Hey, masuk!!!" Tegas lelaki itu. Tanpa pikir panjang, Jihan masuk, dia duduk di kursi depan.

"Kamu Robby ya?" Jihan mengoles bedak di sekitar pipinya. Tak lupa juga mengambil lip tint untuk mengusap di bibir yang  pucat pasi. "Mmccck" Kecapan itu membuat lelaki yang bernama Robby naik fantasi. "Hahaha iya, sorry udah nunggu lama. By the way, kita mau kemana nih?" Robby sesekali melirik tubuh Jihan. "Cantik banget." Ujarnya dalam hati. "Terserah kamu aja. Atau ke situ tuh, ada penginapan, deket malah. Kalau hotel juga, kayanya gausah deh. Lain waktu aja, soalnya disini hotel jauh banget, kira-kira nempuh 2 jam. Aku juga udah ga sabaran, hahahaha." Gelak tawa Jihan di dalam mobil membuat Robby ikut tertawa. "Hahahaha, oke oke. Kita party!!!!!" Ucapnya keras.

"Eh, kamu nunggu disini ya, aku biar manggil pemiliknya."

"Iya."

   Beberapa saat, Robby datang dengan membawa bungkusan kecil. "Apa itu?" Tanya Jihan. "Udah, ayo masuk. Katanya udah gatahan, yuk."Robby menggandeng tangan Jihan sembari masuk ke dalam. Mereka duduk di atas kasur empuk. Saling memandang, namun bisu untuk berbicara. Robby perlahan membuka bajunya. Lalu menyuruh Jihan untuk berbaring. Saat Robby ingin mencumbui Jihan, spontan Jihan meletakkan jari telunjuknya di mulut Robby. "Eitss, uang muka dulu." Jihan tersenyum sinis. "Berapa emang?" Tanya Robby. "Rp.600.000,00." Bagi Jihan, uang segitu memanglah banyak, sebab ada hutang yang harus dia bayar. Harga diri dibanding dengan banyaknya uang tidak lah sebanding. Harga diri jauh lebih mahal daripada uang maupun nilai. Tapi apa boleh buat bagi Jihan, dia didesak hutang dan masih banyak tunggakan lain. Terpaksa kehormatan nya menjadi santapan lezat pria hidung belang. "Yaudah, nih." Robby mengeluarkan uang seratus ribu 6 lembar. Dia merogoh kantong bajunya. "Tapi tunggu dulu, aku mau kau membuka baju dulu." Perlahan mereka berdua memandang tanpa busana. Lekukan tubuh Jihan terlihat jelas bagi Robby, tanpa sehelai benang pun.

_________________

  Jihan dan Robby keluar dari penginapan. Mereka terlihat senang dengan aksi tadi malam. "Huftt, puas banget tadi malam. Robby!!" Jihan menggesek jempol dan telunjukknya. Tanda meminta uang full. "Yaudah, nih. Kapan-kapan kalau aku panggil, mau ya?" Jihan tersenyum dan mengangguk. "Bagus juga goyangannya." Ujar Robby dalam hati.
   Sesampai di kontrakan, Jihan melihat tas dan koper miliknya berada di luar. Dia segera berlari ke rumahnya. Betapa terkejutnya dia ketika melihat selembar kertas di tempel dipintu bertulis RUMAH INI DISEWAKAN. Jihan mengecek handphone nya dan menelepon Mami Tia yang tak lain adalah pemilik rumah Jihan. "Halo Mami, apa saya diusir? Tolong Mami, tolong, jangan. Saya akan segera melunasinya, beri saya waktu Mi." Terisak-isak Jihan mengatakan itu. Sesenggukan membuat dadanya terasa sakit. "Sudah, saya tidak ada toleransi kepada kamu. Rumah itu sudah ada yang menyewa, saya tidak mau tau, kalau saya ke situ, batang hidung kamu tidak mau saya lihat." *Tittttttt.
   Jihan tidak tau harus kemana. Dengan uang yang dia bawa sebesar Rp.600.000,00 pusing tak karuan, dia memikirkan tempat tinggal, makan, dan lain yang harus diperlukan. Tiada siapa keluarga yang harus dihubungin.

____________________

   Jihan dulu adalah anak terpelajar. Gadis cantik dan berprestasi. Dia adalah anak dari keluarga yang berada. Tapi, dibalik keluarga yang serba mampu, Jihan harus tersenyum di depan, namun terluka saat sendiri. Dia tidak lain adalah anak broken home. Kedua orang tuanya, Bayu dan Tari, selalu cekcok dengan hubungan mereka. Tari, mama Jihan, kepergok selingkuh oleh Bayu. Belum lagi Jihan setiap malam mendengar Ayahnya selalu main tangan ketika emosi. "Dasar wanita bia*dab. Kurang apa aku, hah???!!! Bisa-bisa nya kamu main sama pria lain." Plaakkk. "Cukup Pa, cukup. Kasian mama." Jihan memeluk Mama Tari sambil menangis. "Diam kamu Jihan. Gausah ikut campur. Heh, Tari, apa jangan-jangan Jihan ini bukan anak aku? Jawab!!!!!" Bayu memecahkan gelas yang ia dapat. Bayu mengepal tangannya. Tidak peduli siapa yang dihadapi. Emosinya benar-benar memuncak. "Pa, kalau Papa mau tampar Mama silahkan tampar Jihan. Tampar Pa, tampar. Jihan udah capek gini terus." Jihan bangkit dari duduknya dan memberi pipi kanan kepada Bayu. Air matanya mengucur dengan deras. Sosok Bayu adalah pria yang tidak bisa menahan emosi. Dia menampar Jihan begitu keras, sampai Jihan terlempar.

"Kamu udah berani melawan Papa. Kamu memang sama kaya mama. Emang anak sialan." Tidak ada rasa bersalah yang Bayu buat. Sesaat Mama Tari pun angkat bicara. "Iya, Jihan bukan anak kamu, puas?? Dia bukan anak kandung mu. Silahkan marah, bunuh juga silahkan. Aku muak dengan perlakuan kamu yang selalu sewenang. Apa apa main tangan. Aku capek mas, capekkk."  Suara Mama Tari sudah habis. Jihan mendengar itu semakin menangis menjadi-jadi.

   Jihan tanpa pikir panjang pergi dari rumah. Dia cukup sakit mendengar percakapan orang tuanya, terlebih Mama Tari. "Ya Allah, cobaan apa lagi yang engkau beri?" Jihan berjalan pelan di tepi jalan. Malam begini, dia berjalan tanpa penerang sedikit pun. BRUKKKKK. Tubuhnya terjatuh. Jihan pusing sehingga tidak sadarkan diri.

___________________

  

   Jihar berjalan beberapa kilometer. Dia tidak tau harus kemana. Langit mulai bergemuruh, petir terlihat sekilar di langit yang hitam. Sudah malam, Jihan pun berteduh di depan rumah yang terbengkalai. Tampaknya tidak dihuni oleh siapa-siapa. Sementara itu, dia mulai menangis atas kejadian yang menimpa. "Ya Allah, aku harus kemana? Aku tau aku berdosa. Aku udah hina. Tubuhku kotor. Ya Allah, maafkan hamba."
   Saat kedua mata Ara mulai lelah akibat sembab, dia mulai mengantuk. Terdengar suara langkah kaki pria. Bukan, tapi sepertinya banyak lelaki. "Pssstt, hai cantik. Sendirian aja nih? Ngapain kesini neng. Mari ikut abang" ucap pria berjaket kulit. "Iya neng, sini kita senang-senang di malam ini. Bolehlah...." Pria itu mengangkat alisnya dan memandang tubuh Jihan. "Siapa kalian? Tolong jangan apa-apain aku. Tolong!!!!! Tolong!!!!!!" Jihan berteriak sekencang mungkin. Tapi tiada siapapun yang mendengar. Rumah yang dia singgahi adalah basecamp para preman. Kejadian buruk selalu menimpa Jihan.
   Jihan ingin kabur namun dicegat pria. Yang dia lawan tidak hanya dua orang tapi ada lima. Dia tidak punya tenaga untuk melawan. "Allah...." Ucapnya pelan. Jihan hanya punya Allah. Dia menangis, ingin berteriak namun tidak ada hasil. "Udah neng, Allah ga bakal bantu kamu. Sama kita-kita aja." Pria itu memaksa Jihan masuk ke dalam.

______________________

   Pagi menyapa Jihan yang terkapar tidak berdaya. Jihan ingin bangkit namun tidak ada tenaga. "Ya Allah, kenapa? Kenapa??" Jihan pun pingsan. Sesaat itu, dia terbangun dengan lemah. "D-dimana aku?" Tegasnya. Jihan melihat sekeliling penuh dengan alat medis. Singkatnya Jihan berada di rumah sakit. "Selamat Pagi Ibu, Ibu tadi diantar oleh warga. Mungkin Ibu saat itu sedang tidak sadarkan diri. Ibu jangan banyak gerak, ya. Soalnya dalam keadaan mengandung. Kalau boleh tau calon Ayahnya dimana Bu?" Jihan syok mendengar itu. "A-apa? Hamil??? Engga, engga Dok. Aku tidak hamil. Dok, gugurkan saja. Aku gamau hamil."

***

Assalamualaikum, terimakasih sudah mau membaca. Jadikan Alquran sebagai panduan dan pedoman untuk dibaca terlebih prioritas. Adapun kesalahan kata dan lain-lainnya, saya meminta maaf, dan akan diperbaiki. Baiknya teman-teman mau meninggalkan vote dan komentar apapun itu, baik kritik saran dan harapan, agar karya tulis saya dapat berkembang, terimakasih, matur nuwun.

Ananta AnindiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang