Part 4 |Ananta Anindira|

50 24 2
                                    

   Baginya, segala yang dihadapi dengan tulus, akan berakhir dengan indah. Tatkala dengan kondisinya, Ara, gadis lugu pemilik senyum penuh pesona, yang kini menginjak usia 24 tahun, sedang sibuk dengan jualan kue. Dia tidak berjualan dengan menjajakan dagangannya lalu menunggu pembeli. Namun menitip kepada warung-warung. Kue yang dia buat bersama Bi Nurul, ialah kue basah.
   Seperti biasa, di dalam panti, adalah suasana yang seperti rumah pada umumnya. Melakukan aktifitas, makan bersama, mengaji, belajar, dan lain sebagainya. Serta Ara yang selalu care dengan taman di depan rumah. Begitu cantik tatanan yang dia buat. Ia terkadang kesal jika anak-anak panti suka jahil memetik daun itu. Apalagi Bagas, anak jangkung, tengil, suka sekali mengganggu Ara kerap merapihkan tamannya. Tidak terbesit sedikitpun untuk benci dengan itu, tapi Ara tetap menyayangi mereka semua.
   Bu Sarah adalah penerus daripada pengurus panti ini. Seperti kata Bi Nurul, Pak Fauzan ada tugas atau project baru sehingga Bu Sarah ditugaskan. Namun yang di pikiran Ara terkait penggusuran Panti masih terngiang-ngiang. Jika dibeberkan, dia takut jika orang-orang merasa sedih. Cukup dirinya sendiri yang tau. Belum pasti kebenarannya, tapi Ara yakin itu akan terjadi.

***

   "Halo Assalamualaikum, oh iya Pak hahahah benar. Kebetulan dia dari sini. Oh begitu, kapan kira-kira? Saya sih tidak punya wewenang, tinggal dia nya aja. Datang atuh Pak kesini, udah lama kan ga main-main. Oh begitu, in syaa Allah kami yang datang kesana. Mari Pak, assalamualaikum."  Bu Sarah langsung mematikan telepon rumah. Dia mengambil walkie talkie dan memanggil mang Damar.
   Kerap itu, Ara mendapat perintah dari Bi Nurul untuk mengambil uang hasil kue di warung Bu Yanti. Celana berpotongan kulot yang menggunakan bahan jersi dilipat-lipat atau diplisket ini tampak begitu fashionable. Ara tampak berbakat dalam fashion. Menampilkan ilusi bentuk kaki yang jenjang karena bahannya yang jatuh dan bergaris vertikal. Elegan untuk seorang gadis dengan tinggi 158 cm. Pendek? Hahaha tidak. Ara tidak pendek, namun orang-orang saja yang ketinggian.
   Dia berjalan hanya beberapa meter. Tidak menggunakan kendaraan, karena baginya, jalan itu sehat terlebih jarak yang tidak terlalu jauh. "Mbok, mari." Sapanya kepada orang-orang yang dia temui. Ara adalah orang yang ramah.
"Assalamualaikum, Buk, Buk!!" Jelas Ara di warung Bu Yanti. "Oh, duit kue ya? Ini. Oh ya, besok ditambahin ya 15 biji lagi, kuenya enak Ra. Ya gapapalah dimakan sendiri." Ujar Bu Yanti sambil menyerahkan uang lima puluh ribuan 1 lembar dan 2 ribuan 10 lembar. Totalnya Rp.70.000,00. Alhamdulillah laris manis.
   Saat Ara hendak pulang, dia melewati sebuah gang. Namun naas, dia keserempet oleh sepeda motor. AWASSSSSS, DUAAARRRR. Keduanya terjatuh. Untungnya, sepeda motor itu tidak melaju begitu kencang. Ara bangkit dengan sekuat tenaga sembari membersihkan batu-batu kerikil yang menempel. "Astaghfirullah, ck, sakit banget." Keluhnya meniup telapak tangan yang berdarah. "Sial mulu, duh Gusti, kunaon?" Ucapnya dalam hati. Ara melihat pengguna sepeda motor itu terjatuh. Segera menolong dan membenarkan sepeda motor yang jatuh itu.

"Mba gapapa?" Tanya Ara.

"Gapapa-gapapa mata lo. Kalau mau lewat liat dulu!!! Udah tau ada tembok ngehalang, nyebrang seenaknya lo. Untung ga kenapa-napa. Bantu gue, sialan." Wanita itu meringis kesakitan. Dia tertimpa motor beat warna merah. "Ini si mbanya kenapa? Sukur aku tolongin. Kalau engga gimana? Heuhh, ambekan." Gumamnya dalam hati.

"Heh, malah bengong. Tolongin. Sakit banget nih. Awas lu jangan kemana-mana, gue mau minta pertanggungjawaban." Wanita ini berjalan terpincang-pincang. Ara membantu dengan merangkul bahu, lalu duduk di warung Bu Yanti.
"Ehhh, kenapa nih Mba Ara? Kok bisa gini?? Sebentar biar Ibu ambilin P3K sama air minum. Sebentar." Ujar Bu Yanti cemas. Perempuan itu masih merintih kesakitan, mengurut kakinya yang terasa nyeri. "Lu sih, ga pake mata. Gue harus buru-buru nih ke rumah cowo gue. Ah parah banget."
 
   Wanita itu menyodorkan handphone miliknya. Dia menyuruh Ara untuk menelpon orang yang dimaksud. "Heh, gue minta tolong lu telpon dia. Biar dia yang ngurus ini semua." Saat Ara ingin menelepon, dia tertegun dan berhenti sejenak. Melihat nama orang yang akan di telepon. Baby Cal. "Heh, lu ga denger? Gue nyuruh lu telpon dia. Budeg banget." Lantang wanita itu.

"Halo? Iya ada apa sayang?"

"Eh maaf Mas, saya temennya mba yang punya handphone."

"Oh iya. Kenapa?"

"Begini, saya dan mbanya ini terjadi kecelakaan ringan."

   Spontan wanita itu memarahi Ara. "Ah sini-sini handphone gue. Lama bener ngabarinnya. Basa basi lu, sialan. Sini!!!" Tegasnya. Ara memberi handphone itu lalu menemui Bu Yanti.
"Sayang, kesini dong. Aku habis kecelakaan. Share lock ya." Ucapnya merintih kesakitan.
   Ara yang saat itu juga merasakan sakit di bagian kaki kanannya, misuh misuh. Sesaat membungkam mulutnya dan mengelus pelan. Dia meneguk air hangat yang diberikan Bu Yanti. "Gapapa toh mbak Ara?" Tanya Bu Yanti. "Gapapa Bu, hanya luka ringan." Jawabnya.
  

***

   Betapa terkejutnya Ara melihat seorang pria sedang memeluk wanita yang berurusan dengannya. "P-pak Faisal??" Matanya membesar, jantungnya berdegup kencang. Terdengar bahwa nafas Ara memburu. "A-a-ara? Kok bisa disini?" Perhatiannya kepada wanita itu teralihkan saat Ara di depan pintu. "Apasih sayang? Kalian saling kenal? Tolongin aku dong, lihat nih." Ujar wanita itu menunjuk luka sobek di bagian betis. Faisal membopong wanita itu masuk ke dalam mobil. "Sayang, kamu urus tuh cewe. Motor aku juga rusak gara-gara dia. Suruh dia biayain segala macem. Lecet nih, ck." Faisal menutup pintu mobil dan segera menuju ke Ara.

"Ara, kok bisa gini? Ada apa?" Tanya Faisal memegang lengan Ara. "Eee maaf Pak." Dia menjauh melepas rangkulan Faisal. "Iya, ada kecelakaan. Mungkin saya atau mbanya ga lihat, jadi kesenggol. Oh kalau boleh tau dia pacar Bapak?" Tanya Ara.

   Faisal diam dan mengalihkan pembicaraan. "Yasudah, biar ini semua saya yang urus. Kamu gausah pikirin. Nanti kalau dia nanya, bilang aja kamu yang biayain. Sudah, kamu bisa pulang sendiri kan?" Tanya Faisal. "Bisa Pak, makasih banyak ya Pak, sudah mau menolong saya." Faisal menitipkan motor ke Bu Yanti dan menuju arah mobil. Segera melaju ke klinik untuk mengobati luka yang dialami wanita itu.
   Ara izin pulang kepada Bu Yanti. "Loh mba Ara? Kok pulang? Disini aja dulu, ntar biar dianterin si Yono. Kasian tuh kakinya, udah mba, sini aja." Ujar Bu Yanti. "Gapapa Bu, bisa jalan kok. Udah lumayan. Oh iya, makasih ya Bu udah di bantu tadi. Ara pulang dulu Bu, assalamualaikum." Ara jalan copak- capik. Dia masih kepikiran dengan Faisal. "Ara, kunaon maneh mikirin Pak Faisal?" Ucapnya dalam hati.


***

Assalamualaikum, terimakasih sudah mau membaca. Jadikan Alquran sebagai panduan dan pedoman untuk dibaca terlebih prioritas. Adapun kesalahan kata dan lain-lainnya, saya meminta maaf, dan akan diperbaiki. Baiknya teman-teman mau meninggalkan vote dan komentar apapun itu, baik kritik saran dan harapan, agar karya tulis saya dapat berkembang, terimakasih, matur nuwun.


Ananta AnindiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang