Part 8 |Ananta Anindira|

34 11 1
                                    

   Ibu jari perlahan bergerak diantara ruas-ruas jari. Mengucap takbir, tahmid, dan tasbih. Bibir ku terbuka pelan sembari menutup kedua mata. "Ya Allah, semua ku pasrahkan kepadamu. Engkau yang membolak-balik hati manusia. Jika benar dia jodohku, dekatkanlah. Dan jika bukan, pisahkan kami dalam keadaan baik, serta berikan pengganti yang terbaik pula." Kalimat itu selalu ku ucap dalam hati tatkala kejadian di taman itu. Sejauh apapun kalau berjodoh akan bertemu. Tapi jodoh itu di cari, bukan diam dan tenang menanti. Sama seperti Mas Faisal, sedikit demi sedikit perasaan ku mulai tumbuh di antara taman yang dia miliki. Semua yang terjadi adalah atas dasar skenario Allah. Berjodoh maka bertemu, bukan bertemu lalu berjodoh.

"Ara!!!" Bi Nurul memekau memanggil ku.

"Ada apa Bi?"

"Gapapa. Bibi ga nyangka aja, kamu bakal nikah sama Pak Faisal. Mungkin kebahagiaan kamu sama dia. Udah saat nya." Bibi tersenyum mengusap punggung ku. "Bibi ulah hilap." (Bibi jangan lupa).

"Oh, heheheh. Engga atuh Bi. Ara ga bakal lupa sama Bibi. Bibi yang udah sayang banget sama Ara. Semua deh, Ara bakal inget itu semua. Doain aja ya Bi, semua urusannya bakal di permudah."

"Huum, aamiin. Bibi sayaaaang banget sama Teh Ara. Udah Bibi anggep barudak sorangan." (Anak sendiri). "Jadi kapan teh? Udah di bicarain sama Pak Faisalnya?" Tanya Bi Nurul. "Heheh gatau Bi. Keputusannya ada di Mas Faisal." Jawabku pelan.

***

   Faisal Haidar, lelaki tampan dan irit kata kalau berbicara. Baginya, kepolosan yang dimiliki Ara, membuat nya semakin yakin kepada pernyataannya kemarin. Sangat beda jauh dengan Salsa. Wanita yang arogan, sentimen, dan semena-mena. Membuat Faisal merasa bahwa Salsa memang wanita yang tidak pantas untuknya. Benih-benih cinta mulai tumbuh diantara sepasang manusia yang bertemu secara tidak sengaja. Apalagi Pak Fauzan, luwes saat melihat Ara. Dengan tampilan muslimah, mampu melukis sudut bibir Pak Fauzan untuk tersenyum tulus. Modelan seperti Ara lah yang dulu-dulu Pak Fauzan cari.

"Pah!!" Teriak Faisal. "Ada apa?" Jawab Pak Fauzan. "Aku mau ngomong sebentar, boleh?" Pak Fauzan menghampiri Faisal yang sedang duduk di sofa. "Pa, kalau Faisal jadi menikah, apakah panti asuhan ga jadi di gusur? Tetep ada disana kan?" Spontan Pak Fauzan menoleh melihat Faisal sedang menjelaskan sesuatu. "Tau darimana kamu?" Faisal pun menunduk seperti keceplosan mengucap itu semua. Dia bergumam dalam hati. "Bodoh, ngapain coba ngomong gitu."

"Faisal!! Papa sedang bicara sama kamu, kenapa malah diam?"

"E-eh anu Pah, itu Faisal tau dari Mama." Pak Fauzan menghembuskan nafas panjang. "Sebenarnya Papa memang mau menggantikan lahan panti dengan sebuah proyek. Papa ga tega, tapi mau gimana lagi, ga ada yang urus." Dengan sigap, Faisal pun mengajukan diri untuk beralih peran daripada Papanya. "Faisal Pah, Faisal mau. In syaa Allah Faisal bisa mengelola dengan Ara."

"Apa? Ara? Ga salah dengar? Papa memang setuju kalau kamu dengan Ara. Terus kapan pernikahan nya?"

"Secepatnya."

***

   Sementara itu, kegelisahan hati dari Ara pun makin melonjak. Antara panti yang akan di gusur dan hati Faisal. Namun, benih-benih cinta mulai tumbuh kepada gadis cantik itu. Ia semakin hari tersenyum ketika menyebutkan nama Faisal Haidar.

*Suara notifikasi handphone

Faisal
   Assalamu'alaikum Ara. Saya sudah membicarakan keseriusan saya dengan Papa. Dan Papa setuju dengan ini semua. Bagaimana dengan kamu?

Ananta AnindiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang