Part 1 |Ananta Anindira|

68 29 4
                                    


Alhamdullillahilladzi Ahyaanaa ba'damaa Amaatanaa wa ilaihin Nusyuur.

   Aku membuka mata dan melihat sekeliling, tiada siapa ku jumpai melainkan Bik Nurul yang sedang shalat. Bergegas merapikan tempat tidur dan beranjak berwudhu, aku pun shalat dengan khusyuk. Seusai shalat, aku menjumpai Bi Nurul yang sedang membereskan mukenahnya.

" Bik! " ucapku lirih

" Naon teh? "

" Makasih ya Bik semalam, Ara seneng banget hehe. Kirain semua yang disini beneran marah sama Ara, ternyata cuman pura-pura. Seneng pake banget ini mah. " Aku tersenyum sehingga menyipitkan mata, sembari memeluk Bibi.

" Iya, sami-sami. Teh Ara suka? Ini mah ide nya Bu Sarah. Sebelum hari ke-H, si Ibu udah rencanain dan diskusi sama kita-kita. Teh Ara udah Bibi anggep anak sendiri. Sehat-sehat yaa geulis, taat sama Alloh, jangan pernah tinggalin shalat. " Bi Nurul mengecup kening dan mengusap kepalaku.

" Hehehe iya Bi. Makasih ya, nanti Ara mau ucapin juga ke yang lain. Ya meskipun ulang tahunnya Ara disuguhi kenyataan pahit, ga ada Ibu, apalagi Ayah yang belum " obrolan ku terhenti karena di potong Bi Nurul.

" Hushhh udah udah. Yang lalu biarin berlalu atuh cantik. Si Ibu udah tenang disana. Udah, teh Ara jangan sedih lagi. Masih ada Bibi dan yang lain."

" Ummm Ara makin sayang sama Bibi. Ngomong-ngomong ya Bik ya, semalam ada cowo disini pake jas item, katanya mau ketemu Bu Sarah, itu siapa Bi? " Tanyaku dengan mengerutkan kening.

***


   Saat turun dari tangga, menyusul Bi Nurul ke dapur, terdengar percakapan Bu Sarah dengan seorang lelaki dari dalam ruangan. Ketika ingin mendengar percakapan mereka, tiba-tiba Bi Nurul memanggil. " Ara, sini. Anterin minuman ke ruangan Bu Sarah, lagi ada tamu tuh. " Aku mengambil nampan itu dan mengetuk pintu.

*Toktoktok, Buk, ini teh nya.

Nasib sial selalu menimpa, belum sampai meletakkan teh itu diatas meja, aku tersandung sehingga minuman itu mengenai lelaki dan akhirnya basah.

" Astaghfirullah, maaf Pak. Saya ga sengaja. Duh, maap Pak. Maaaaff baanget. "

" Ara, gimana sih? Kok bisa jatuh. Sudah, sana ambilin handuk dan buat teh lagi. " titahnya.

" Baik Buk, permisi. Sekali lagi maaf ya Pak. Saya izin dulu. " Mengambil handuk dan membuat teh kembali, aku berjalan dengan hati-hati. Semoga saja tidak tumpah lagi. Aku pun langsung menyodorkan teh itu kembali seraya menundukkan kepala tanda maaf kepada Bapak itu.

"Tunggu-tunggu, dia kan lelaki yang semalam? Kenapa dia disini, Allahu, malu sekali. " gumamku dalam hati. Setelahnya, aku permisi keluar ruangan dengan langkah yang besar
Menemui Bik Nurul dan menanyakan itu semua, aku mengerucutkan bibirku kesal. Rasanya penasaran itu selalu memburuku, terlebih kejadian memalukan tadi. Siapa ya, dia?

" Bik, laki-laki itu siapa sih? Semalam dia datang, sekarang juga. Selama ini Ara ga pernah liat dia disini, keliatan orang penting, ya?" tanyaku

" Hmm, gini geulis, dia tuh anak dari pemilik Panti Asuhan ini, namanya Pak Fauzan. Caritana, Pak Fauzan tidak pernah kesini, karena sibuk dengan bisnis barunya. Jadina Bu Sarah yang ngurus, kitu. " jawab Bik Nurul.

   Jadi seperti itu, pantes ga asing, soalnya kaya orang penting. Biasanya yang dateng kesini itu donatur, tapi keliatannya pembicaraan Bu Sarah dengan lelaki itu keliatannya serius banget.
 

  Aku pun bersantai di halaman depan, sambil merapikan bunga-bunga. Terlebih bunga mawar yang layu, tidak terurus, karena selama ini yang memperhatikan nya tidak ada selain aku seorang. Tidak lama kemudian, lelaki yang tadi itu berpamitan kepada Bu Sarah, seraya mengatupkan kedua tangannya.
   Saat berpapasan denganku, jantungku berdegup kencang dengan hebatnya. Mengapa? Ya, kejadian tadi. Dan Alhamdulillahnya, lelaki ini tidak marah sekalipun.

" Ada apa? " Tegasnya.

" Emm, tidak ada apa-apa Pak, punten." Jawabku dengan menundukkan kepala.

"Ah, Pak, maaf yang tadi, saya kesandung sehingga teh itu mengenai Bapak. Sekali lagi saya minta maaf. " Ujar ku tanpa sedikitpun memperhatikan nya.

" Ya. " Lelaki itu pergi sambil  menenteng beberapa berkas dan membuka pintu mobil dan pergi begitu saja.

" Dih, si Bapak teh naha, tiis pisan jawabanna kitu. " Gumamku dalam hati.

" Teh Ara!!!!" Teriak Bik Nurul dan datang kepadaku dengan tertawa kecil. Sepertinya Bibik melihat kejadian tadi.

   Dia menanyakan kejadian tadi dan masih tertawa karena melihat ekspresi ku yang datar. Memanyunkan bibir dan memainkan jari-jari. " Teh Ara kenapa atuh? Kok sedih gitu keliatannya. Hahahaha, jadi jelek kan. Bibi mau minta bantuan sama kamu. Bibi disuruh sama mang Damar, katanya ke kantor lurah. Nah, tadi juga si Ibu nyuruh nganter berkas-berkas gitu ke rumah Pak Fauzan. Teh Ara mau kan? Soalnya Bibi sekarang juga harus ke rumah Pak Lurah. " Aku mengangguk setuju dan meminta alamat Pak Fauzan.
   Bibi masuk ke dalam rumah, sementara aku menunggu diluar. Dia memberikan alamat itu dalam selembar kertas. 'Jl. Cipto No. 4 ' tidak terlalu jauh, tapi apa mungkin ini bisa cepat sampai, secara ini hari pekan. " Yaudah Bi, ntar Ara anterin. " Ujarku.

***


~Assalamualaikum, terimakasih sudah mau membaca. Jadikan Alquran sebagai panduan dan pedoman untuk dibaca terlebih prioritas. Adapun kesalahan kata dan lain-lainnya, saya meminta maaf, dan akan diperbaiki. Baiknya teman-teman mau meninggalkan vote dan komentar apapun itu, baik kritik saran dan harapan, agar karya tulis saya dapat berkembang, terimakasih, matur nuwun.

Ananta AnindiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang