10// Bahagiamu Bahagiaku

2 1 0
                                    

Percayalah, yang membuatmu bahagia adalah dirimu sendiri, bukan orang lain.

Pagi ini kelas dimulai dengan praktik biologi, semuanya sibuk dengan kelompoknya masing-masing. Perlengkapan sudah tersedia di meja, tinggal menunggu arahan dari guru saja.

Sialnya, hari ini Dewi Fortuna sedang  tidak memihaknya. Baru saja sampai di kelas, Aina dikejutkan dengan noda merah di rok abunya. Untung saja belum memakai jas laboratorium.

"Aish sial, kenapa nggak di rumah aja sih keluarnya, mana nggak bawa pembalut lagi." keluh Aina.

"Kenapa sih Na, pagi-pagi dah ngomel?" tanya Rini yang baru saja masuk sehabis dari toilet.

"Rin, lo bawa pembalut nggak? Tamu bulanan gue dateng nih, mana nggak bawa pembalut lagi."

"Bentar gue cari dulu, biasanya bawa sih," ucap Rini yang tangannya sibuk mencari di dalam tas. "Nggak ada Na, gue lupa naroh deh kayaknya, coba lo tanya Utari deh."

"Nggak deh, nanti beli aja di kantin."  ujarnya kembali duduk di bangkunya dengan beralaskan beberapa helai tissu. Aina mengederkan pandangannya sesekali, berharap bel istirahat segera datang. Namun, tanpa disangka-sangka malah Angga siketos absurd yang datang.

Angga yang sedang berjalan hendak melewati bangku Aina kini menghentikan langkahnya, merasa heran seperti ada yang salah pada gadis itu. "Na? Tumben kok kalem, biasanya nggak karuan banget walaupun masih pagi."

Aina meliriknya sinis, "Sorry?! Gue emang kalem kali, lo nya aja yang nggak pernah tau."

"Etdah sensi amat, napa si? Lagi mens?"

"Kalo iya emang kenapa? Lo mau beliin gue pembalut?" tanyanya dengan nada nyolot.

"Ngapain beli, gue ada tuh di tas," Angga mengedikkan dagunya ke arah tasnya berada. "Gue ambilin ya."

Aina yang mengetahuinya jelas menganga, ya kalian pikir aja biasanya yang bawa pembalut tuh ya cewek, lah ini cowok apa nggak aneh? Dan Aina sadar, di kelasnya memang tidak ada orang yang waras termasuk dirinya.

Suasana kelas memang masih riuh, tak banyak yang mendengar percakapan keduanya jadi Angga tidak merasa malu telah mengakui bahwa durinya membawa pembalut kemana-mana.

Namun, itu semua tak sesuai dengan yang dipikirkannya, Tiba-tiba saja Aji datang, "Apaan neh. Lah Ngga anjir jadi selama ini ko cewek?" Tanyanya dengan nada yang dilebih-lebihkan.

"Sstt apaan sih lo." Tangannya berusaha merebut benda tersebut. Namun Aji yang memang lebih tinggi darinya bisa dengan mudah menghalaunya.

"Kawan-kawan, ade yang butuh pembalut tak? Angga bawa ni, yang ada sayapnya." Teriak Aji yang membuat mereka semua menoleh dan membuat kelas semakin menjadi riuh.

"Ya emang kenapa sih? Gue bawa kemana-mana ya karna mbak gue suka lupa bawa beginian, jadi yang disuruh bawa ya gue." Ucap Angga yang berhasil merebut kembali benda tersebut.

Angga berjalan menuju meja Aina dan menyerahkan benda tersebut, "Nih Na pake aja gapapa, masih baru kok."

Aina menerimanya dengan perasaan malu, pasalnya semua pasang mata kini tengah menatapnya, "Eh a-makasih Ngga."

Kelas kembali riuh tak terkendali, beberapa orang tengah membuat suara aneh yang saling bersahutan, nggak tau maksudnya apa.

Bu Sri selaku guru biologi pun masuk dan menenangkan semua anak didiknya.

Tak ada yang tau, salah satu gadis kini tengah memandangi kejadian tersebut dengan tatapan datar berusaha menguatkan diri.

-------


Aina menerima chat dari seseorang yang kini tengah dekat dengannya. Berisikan ia harus menemuinya di stadion sepak bola sepulang sekolah nanti. Aina tidak tahu apa yang akan cowok ini omongkan.

Sembari mengemasi barang-barangnya, Aina menengok kanan kiri apakah teman-temannya sudah keluar kelas semua. Ah, Aina lupa, seorang sahabat sedang menunggunya di depqn pintu untuk pulanh bareng. Memang, keduanya berangkat maupun pulang bareng setiap harinya.

Cewek itu adalah Rini.

"Lo jadi pulang bareng nggak sih?" Rini memghampiri Aina yang masih berdiam diri di bangkunya.

"Lo pulanh duluan deh Rin, gue ada urusan." Aina menyampirkan tasnya ke pundak ssmbari berjalam keluar, "See ya."

"Dih aneh." Rini mengedikkan bahu.

--------

Aina telah sampai ditempat tujuannya. Stadion ini masih baru dan beluk diresmikan, jadi tidak susah untuk masuk kedalam lapangan luas ini. Ia mengedarkan pandangan penjuru arah. Setelah menemukan objek yang ia cari, Aina pun menghampirinya.

"Mau ngomong apa Ngga?"

Iya, cowok tersebut adalah Angga, teman sekelasnya dan juga ketua OSIS di sekolahnya. Cowok itu tidak sendirian, ia ditemani sahabat SMP-nya dari IPA-5, namanya Dani.

"Ng-jadi gini," gumam Angga ragu-ragu.

"Pfftt." terdengar suara kekehan yang tertahan dari Dani.

Angga menoleh sebal, "Lo bisa diem nggak sih?"

"Ya lo pikir, mana ada cowok yang mau nembak cewe pake gumam-gumam segala?"

"Hah?" kening Aina berkerut, apa tadi? Nembak cewek? Jadi, Angga menyukainya?

"Ehm. Iya Na jadi, gue suka sama lo, lo mau kan jadi pacar gue? Ah anjir nggak ada romantis-romantisnya amat." Angga membuang muka dengan pipi yang merah. "Gue cuma bawa ini."

Angga mengeluarkan sebuah kotak yang berisikan liontin berbentuk awan. Angga pun memakaikannya di leher Aina. Tentu saja dengan izin gadis itu. Tanpa jawaban dari Aina pun Angga tau, Aina telah menerimanya sebagaimana gadis itu mengizinkan Angga untuk memakaikan liontin itu.

"Lo ibaratkan awan, rasanya susah buat gue gapai, sekuat apapun gue mencoba, gue nggak yakin bisa gapai buat milikin lo seutuhnya. Sekarang gue ubah spekulasi itu. Dan akhirnya gue bisa jadi langit, dimana gue bisa jadi naungan buat lo." Angga mengatakannya dengan sungguh-sungguh, dengan sangat tulus. Angga tau, dekat dengan Aina memang tak begitu lama, tapi ia yakin hubungannya akan berjalan dengan baik.

"Ngga, lo tau nggak gue selalu nunggu momen ini? Gue nyaman sama lo, tapi gue nggak yakin bisa deket terus sama lo karna, ya lo taukan banyak kakak kelas maupun adek kelas yang suka sama lo. Tapi gue salah, gue ternyata yang jadi pilihan lo." Aina tersenyun tulus.

"Enggak, lo bukan pilihan, lo itu tujuan." Angga melirik Dani yang sedari tadi menunggunya selesai mengungkapkan perasannya pada Aina. Akhirnya Angga menawarkan untuk mengantarnya pulang, namun ditolak gadis itu, sebab ia membawa kendaraan.

Diperjalanan pulang, Aina meyakinkan dirinya bahwa tidak ada apa-apakan jika ia menerima ajakan pacaran dari ketua OSIS itu. Aina khawatir, ia akan menjadi singgung-singgungan esok hari.

Setelah sampai di pekarangan rumahnya, Aina memasukkan sepeda motornya ke garasi dan segera membuka ponsel dan mengetikkan pesan kepada seseorang.

Angga ketos

Ngga, boleh ga kalo hubungan kita disembuyiin dulu dari orang-orang?

-------

Jadi gimana nih bakal disetujuin ngga yah sama Angga...
Jangan lupa vote dan komennya yah, karna itu sangat berarti buat author.
Oke dadah

ABU-ABUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang