5// Penyemangat

52 9 12
                                    


Tandain kalo ada typo ya.


Sebelum menyemangati orang lain, semangati terlebih dahulu diri kita sendiri.

Deska menolehkan kepalanya kala mendengar suara itu. Ternyata sepupunya yang menyebalkan itu. Heru berdiri dan menghampiri Aina yang tengah melipat tangannya di depan dada dengan wajah sedikit mendongak seakan menantang.

"Adek gue udah besar ternyata. Udah bisa apa aja hmm?" tanya Heru sembari menepuk puncak kepala Aina yang cukup tinggi dari gadis biasanya. Walaupun masih dibawahnya.

Aina mengerucutkan bibirnya dan menurunkan tangan yang tadi terlipat. "Mas Deska mah... Ainakan makan, ya gede lah. Ya kali kecil mulu."

"Gede apanya neh?" senyum jahil tercetak di wajahnya. "Mau gue pacarin ah, mumpung lagi jomblo."

Aina memutar bola matanya malas mendengar sepikan sepupunya yang sudah amat basi baginya. Sudah biasa seperti ini jika mereka bertemu, Deska pasti akan mengajaknya berpacaran. Walaupun Aina tahu itu hanya bercanda, tapi mendengarnya Aina suka jijik.

"Apasih Mas! Basi tau nggak," sahut Aina dengan menunjukkan wajah yang seolah-olah sedang muntah.

Deska terkekeh geli dengan tingkah Aina. Ia mengeluarkan ponsel dari sakunya dan duduk di kursi yang ada di sana. Ia membuka aplikasi pencarian lalu menekan mikrofon dan berkata, "Hukum menikahi sepupu."

Aina terbelak dengan apa yang dilakukan Kakak Sepupunya itu. "Sinting ya lo Mas." Aina berlari mengejar Deska untuk menyekeknya. Deska yang berlari dan tertawa kini mengumpat di balik punggung Ibunya.

"SINI LO HAH?!"

"IYA IYA AMPUN NYAI." Deska kini berteriak sambil meminta ampun, "Bar-bar bener adek gue. Kalo gini siapa yang mau hah? Yang ada kdrt terus."

"BODOAMAT!"

"Udah-udah ayo makan malam dulu." Yumi melerai mereka dan menuntunnya untuk pergi ke meja makan. "Kalian ini kalo udah ketemu pasti ribut."

--------

Pagi ini, Aina berangkat sekolah diantar oleh Deska, katanya ingin cuci mata melihat-lihat siswi yang masih fresh.

Cih, dasar buaya.

Diturunkannya Aina di depan gerbang yang masih lumayan sepi. Hanya ada segelintir siswa yang berangkat pagi.

"Ngapain sih berangkat pagi-pagi banget? Pr lo belum ya? Mau nyontek jadinya berangkat pagi banget?" cerca Deska tanpa henti.

"Ck. Apasih Mas. Aina emang biasa berangkat pagi keuleus. Lagian apasih marah marah gajelas. Masih pagi lho." Aina melotot tak suka dengan yang diucapkan sepupunya itu.

Desma berdecak. Keinginannya pagi ini untuk cuci mata tak terpenuhi gara-gara Aina berangkat teramat pagi. "Gue nggak bisa cuci mata dong aduh. Gue kan niatnya nganterin elo buat cuci mata. Kalo jadinya gini mah males gue."

"Heh! Kenapa nggak ngomong di rumah?! Aina juga bisa kali berangkat sendiri!" Aina melirik sinis Deska yang tengah kesal itu. Siapa suruh mengantarnya, jadi kesal sendiri kan.

"AINA MA GIRL!" teriak seseorang yang baru saja turun dari mobil sembari melambaikan tangannya tak tahu malu.

Masih pagi padahal.

"Tumben berangkat pagi Thin? Biasanya juga siang banget nyampe dihukum," ledek Aina sembari melipat tangannya di depan dada.

Thina yang merasa seperti itu hanya mennunjukkan cengirannya, "Hehe. Iya nih motornya mau dibawa Abang gue. Jadi dianter sama Kakak, mau ada acara katanya pagi-pagi."

ABU-ABUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang