Prolog

217 15 0
                                    

Bissmillah, ahlan wa sahlan sebelumnya, syukron karena sudah mampir ke sini🖤

Mungkin ada yang udah pernah baca cerita ini di akun lamaku, tapi cerita ini bakal aku rombak alias alurnya bener-bener kuganti. Jadi, ini bukan lagi "Spin-off" melainkan cerita ini tegak dengan sendirinya, tanpa berawal dari ceritaku yang sebelumnya, ya.

Happy Reading🖤










●●●

Rintikan air hujan mengguyur kota Jakarta, seorang laki-laki berhidung mancung dengan bibir merah muda itu tengah melamun di balkon kamarnya sembari menengadahkan tangannya, menghadangi air hujan yang turun mengalir dari atas genteng.

Laki-laki itu menghela napas berat. Kelihatan dari wajahnya, sih, seperti sedang frustasi. Kegalauan dan kegelisahan yang tengah merundung hatinya, hanya gara-gara satu wanita. Hujan ini benar-benar mengingatkan dirinya dengan sosok wanita yang selama tiga tahun silam ini mengusik pikirannya. Sungguh, kelemahannya adalah wanita.

“Miftah.” laki-laki yang dipanggil Miftah itu menoleh ke pemilik suara, seorang wanita separuh baya tengah berjalan mendekat ke arahnya.

“Jangan terlalu banyak melamun, Mif, itu nggak baik.” wanita itu turut memberi nasihat untuk Miftah. Dia lalu mengusap bahu anaknya dengan lembut. “Kamu pasti lagi mikirin wanita itu lagi, kan?” tebaknya. Miftah hanya memejamkan kedua matanya sejenak sembari menghembuskan napas kasar. Lelah hati dan pikiran selama tiga tahun lamanya dia belum bisa menyimpulkan jawaban dari doa-doa istikharah yang ia panjatkan. Lemot memang, itulah Miftah.

“Belajarlah untuk berdamai dengan hatimu, tanyakan pada hatimu sendiri, kenapa wanita itu terus mengusik pikiranmu dan selalu bersemayam dalam hatimu, itu kenapa, ya?”

Miftah menatap Mama sekilas. “Kayaknya aku beneran jatuh cinta deh, Ma,” ucapnya.

Sang Mama sedikit membulatkan kedua matanya. “Ya?” laki-laki itu mengangguk kaku. Setengah yakin setengah ragu, nih.

“Jangan buru-buru mengklaim perasaan mengenai hati, libatkan Allah dalam segala hal. Sebelum kamu menitiki rumahtangga, tanyakan pada dirimu, kamu udah siap belum menjadi nahkoda untuknya menuju Surga? Ingat ya, Miftah, amanah laki-laki itu berat, lho. Seorang wanita akan mengikuti kemana nahkodanya melajukan jangkar rumahtangganya.”

“Huh ...” laki-laki itu membuang napas kasar. “Tapi percuma juga sih, Ma.” Miftah kembali menatap rintikan air hujan yang masih setia menemani kegalauannya. Membawa sebuah kenangan, mengingatkannya pada wanita yang tiga tahun lalu di Indonesia.

“Kok percuma?” Mama Miftah mengerutkan dahi heran.

“Percuma perempuan itu udah tinggal di Kanada, dan mungkin dia juga sudah menikah di sana,” jawab Miftah dengan tatapan lurus ke depan.

Mama Miftah mencubit pipi kanan anaknya sambil tersenyum. “Kamu tuh, ya, sukanya menerka sesuatu yang belum tentu kebenarannya. Jadi laki-laki itu harus berani mengungkapkan dong, jangan cuma berani membayangkan rambut indahnya itu,” ucapnya dengan nada menggoda dan itu membuat pipi Miftah terasa hangat.

Bagaimana bisa selama tiga tahun lamanya, Miftah masih belum move on dengan rambut indah serta leher jenjang wanita itu? Ah, sepertinya dia benar-benar terjebak dalam lingkaran syaiton, karena dari dulu dirinya tidak menuruti nasihat sahabatnya—— Naufal untuk segera menghalalkan wanita itu.

“Hey, malah melamun lagi,” tegur Mama Miftah. Laki-laki itu mengerjap lalu tersenyum canggung.

“Menurut Mama, Miftah harus gimana, sih?” tanya Miftah polos.

Sang Mama tampak berpikir sejenak. “Kayaknya kamu harus samperin ke Kanada deh, Mif.”

Miftah berdecak kesal. “Tuh, kan, Mama aja gak yakin.” wanita itu terkekeh lalu merangkul tubuh Miftah yang lebih tinggi darinya.

“Mama yakin deh, seratus persen. Dari pada kamu terjebak oleh syaiton berkepanjangan, memikirkan wanita itu mulu. Itu namanya zina lho, apalagi yang kamu pikirin itu____”

“Mama,” sela Miftah. Sang Mama hanya terkekeh pelan.

“Memang, Mif, godaan wanita itu sangat berat, makanya kamu harus bisa menyikapinya dengan baik. Jangan malah menuruti kata syaiton untuk terus memikirkan dia tanpa mau menghalalkannya,” ucap Mama Miftah. Laki-laki itu hanya menyimak ucapan sang Mama, kalau dipikir-pikir, benar juga, sih.

“Sekarang Mama mau tanya, kamu udah siap untuk menikah?”


















●●

Ahlan wa sahlan, di lapaknya Miftah ...

Jangan lupa ramaikan lapak Miftah ya!

Suport aku dengan vote-coment kamu🌼💖

Thanks for reading, vote, coment and follow me🖤

Temani Sampai SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang