13. Di Atas Pelaminan

38 7 0
                                    

"Kalo gak boleh pegang tangannya, berarti bolehnya pegang bahu sambil peluk?"

●●














Kalani tersenyum seraya menatap dirinya dipantulan cermin. Wajah babby face yang terlihat imut itu masih diukir indah oleh MUA dengan beberapa alat make up. Kalani berpesan, make up-nya tidak mau terlalu tebal. Karena pada dasarnya wanita itu memang tidak suka bermake up.

"Liat ke atas sebentar, Mbak," pinta Mbak make over pada Kalani. Wanita itu menurut lalu menatap ke langit-langit kamarnya. Make over itu langsung mendaratkan coretan celak hitam di bawah mata indah Kalani.

"Sudah," ucap Mbak make over itu seraya tersenyum. Kalani mengerjap-ngerjap. Takut juga tadi, barangkali kena matanya, pasti perih. Sebelumnya Kalani tidak pernah memakai yang namanya celak, maskara dan yang lainnya.

"Ma syaa Allah, Bidadarinya Miftah cantik banget," puji Hanum yang baru datang. Kalani dan Bu Nila serempak menatapnya. Sedari tadi Bu Nila memang menemani Kapani di make up. Karena Kalani kekeh minta ditemani.

Kalani tersenyum malu. Sepertinya pipi Kalani sudah tidak perlu lagi pakai blush on. Lihatlah, kedua pipinya sudah memerah. Namun terkesan sangat cantik di mata semua orang.

"Gimana kondisi di depan?" tanya Bu Nila pada Hanum.

"Keluarga Miftah udah dateng. Sebentar lagi juga acara akadnya akan dimulai, tadi aku liat masih pada ribut gitu. Pusing juga liatnya," tutur Hanum lalu duduk disisi ranjang kosong Kalani.

"Siapa yang ribut?" Kalani ikut bertanya.

"Itu lho, mertua kamu sama laki-laki yang katanya tetangganya Miftah," jawab Hanum. Kalani mengangguk-angguk. Dia paham, tidak salah lagi, pasti laki-laki itu Izwar.

"Emang ya, orangtua Miftah itu humornya receh banget. Kedengerannya berantem, tapi ternyata cuma bercanda," ucap Bu Nila.

"Gak apa-apa, lah, yang penting anaknya ganteng," balas Hanum diakhiri kekehan pelan. Bu Nila menghela napas pelan. Sudah punya suami masih saja lirak-lirik calon suami Adiknya.

“Bissmillahirrahmanhirrohim, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau saudara Watsiq Miftah Hafuza bin Wisnu Al Watsiq dengan saudari Lareina Alanna Kalani binti almarhum Ahmad dengan maskawin emas seberat sepuluh gram dan seperangkat alat sholat serta hapalan surah Ar-rahman tunai,” ucap Pak Penghulu.

Dengan satu tarikan napas, Miftah mampu mengucapkan kalimat akad atas Kalani dengan lantang dan benar.

“Saya terima nikah dan kawinnya Lareina Alanna Kalani binti almarhun Ahmad dengan mas kawin tersebut tunai.”

"Bagaimana para saksi? SAH?" tanya Penghulu.

"SAH!" jawab semuanya kompak.

"Alhamduulillah ..."

Semua turut mendoakan kedua mempelai. Miftah menatap kedua orangtuanya yang tengah tersenyum padanya. Terlihat wajah Miftah sedikit pucat karena sedari tadi menahan grogi panas dingin.

"Silahkan selesaikan dulu mahar surah Ar-rahmannya sebelum istrinya keluar," titah Pak Penghulu. Miftah mengangguk lalu mulai melantunkan surah Ar-rahman dengan merdu.

Disisi lain, Kalani, Hanum, Bu Nila dan Mbak make over itu tersenyum kagum mendengar suara Miftah mengaji. Sangat menyentuh dan menyejukkan hati. Semoga Kalani memang tidak salah pilih dalam memilih suami yang bisa membimbing dan menuntun dirinya di jalan yang Allah ridhai.

Kalani meneteskan air mata. Tidak menyangka dirinya sudah sah menjadi seorang istri. Ditambah suara Miftah mengaji yang sangat menyentuh hati.

"Aduh, jangan nangis sayang. Nanti make upnya luntur," ucap Bu Nila seraya mengusap pipi anaknya. Kalani sontak memeluk sang Mama seraya tersenyum tipis, tapi air matanya masih saja keluar.

Temani Sampai SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang