17. Senyuman Candu

39 10 4
                                    

Hari ini Miftah dan Kalani akan berkunjung ke rumah Mama Tya. Kalani memasakkan rendang untuk mertuanya. Kata Miftah, sih, Mama Tya suka banget sama rendang. Kalau Pak Wisnu, makanan apa saja beliau suka. Miftah sendiri heran, apa saja masuk perut, yang penting mengenyangkan.

"Sudah?" tanya Miftah pada Kalani yang tengah menutup rantang berisi nasi dan rendang. Kalani menganguk tersenyum.

"Sudah," jawab Kalani lalu menenteng ranjang itu.

"Biar aku yang bawa," pinta Miftah seraya mengulurkan tangannya. Kalani menyodorkan rantang itu pada Miftah dan diterimanya dengan senang hati oleh suaminya.

"Ekhm, ekhm." suara deheman Hanum membuat kedua sejoli itu menatp ke arahnya.

"Jangan digodain," tegur Beno dari kejauhan. Laki-laki itu berdiri di samping lemari sembari melipat tangannya di depan dada. Hanum mengerjap menatap suaminya lalu tersenyum canggung. Dia kira suaminya tidak mmbuntuti dirinya sampai dapur.

Hanum ke dapur itu, kan, sengaja ingin menggoda Kalani dan Miftah yang sedang masak rendang berdua.

"Enggak, siapa juga yang mau godain Bidadarinya Raden Watsiq Miftah Al Mannaf," alibi Hanum lalu memajukan bibir bawahnya seraya menatap Kalani dan Miftah.

Miftah tersenyum. Mbak iparnya ini ternyata hobi juga membuat pipi Kalani merona. Syukurlah, Miftah mendapatkan keluarga baru yang kurang lebih seperti kelurganya sendiri. Suka bercanda dan tidak terlalu formal. Terlebih Mbak Hanum, ternyata dia semisi dengan Miftah yang sama-sama suka melihat pipi merah Kalani.

"Mbak Hanum apaan, sih. Kurang kerjaan banget," cibir Kalani.

"Kerjaan aku sekarang ya godain pengantin baru, lah," ucap Hanum. Suara bariton Beno berhasil membuat Hanum mengerjap. Lupa kalau suaminya masih mengawaasi dirinya.

"Katanya tadi gak mau godain Kalani," tegur Beno lagi. Hanum menatap suaminya dan memberikan cengiran khasnya.

Kalani menggelengkan kepalanya pelan menatap Hanum. Dia lalu mengajak Miftah untuk segera ke rumah Mama Tya, karena kata Miftah, laki-laki itu ada meeting jam dua nanti.

"Yuk, Kak," aja Kalani. Miftah mengangguk lalu beranjak dari tempatnya dan diikuti oleh Kalani.

"Berangkat dulu ya, Mbak," pamit Miftah seraya tetap melangkah bersama Kalani.

"Iya, Raden, dijaga ya Bidadarinya. Jangan sampe kepatuk burung dara lho ya," ucap Hanum sedikit berteriak. Miftah tersenyum lalu menatap Kalani yang tampak menahan senyumnya. Tuh, kan, istrinya ini memang menggemaskan sekali. Miftah merangkul tubuh mungil itu lalu berjalan berdampingan dengan sang istri.

Sampai di rumah Mama Tya, Miftah dan Kalani tersenyum melihat Mama Tya dan Pak Wisnu menyantap rendang masakan Kalani dengan lahab.

"Enak banget, ini kayak rendang buatan restoran, sumpah gak bohong!" ucap Pak Wisnu dengan mulut yang penuh nasi. Kalani sampai tidak bisa memudarkan senyumnya. Mertuanya ini lucu, seperti Miftah.

"Enakkan masakan siapa? Kalani atau Mama?" tanya Mama Tya lalu kembali memasukkan rendang ke dalam mulut.

"Jelas Kalani-lah," jawab Pak Wisnu dan sontak membuat sang istri menatap ke arahnya.

"Ya udah, besok-besok jangan minta dimasakkin sama Mama. Minta aja tuh sama Kalani," ucap Mama Tya kesal. Pak Wiisnu mengerjap. Sepertinya dia salah ngomong.

"Eh, eh, eh, maksud Papa, masakan Mama itu gak kalah enaknya sama masakkan Kalani. Gitu lho, Ma," jelas Pak Wisnu. Gak apa-apa deh, bohong. Biar istri bahagia.

"Papa keliatan banget bohongnya," timpal Miftah.

"Hust!" Pak Wisnu mengedipkan kedua matanya. Miftah dan Kalani menahan tawanya. Ada-ada saja tingkah dua orangtua ini.

Temani Sampai SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang