Miftah menenggelamkan wajahnya di leher jenjang Kalani. Sedari dulu leher dan rambut itu yang membuat Miftah susah move on dari gadis bermata biru ini.
"Aku suka rambut kamu," ucap Miftah seraya memeluk Kalani erat, menghirup bau harum rambut Kalani yang panjang. Kalani berusaha menjauhkan Miftah darinya, tapi nihil. Miftah justru semakin mengeratkan pelukannya dan semakin menenggelamkan wajahnya dileher jenjang Kalani.
Sepertinya laki-laki itu sudah mendapatkan kenyaman baru setelah Kalani berani membuka jilbabnya. Itu karena Miftah yang meminta. Padahal Kalani malu, sangat malu pada Miftah. Tapi balik lagi pada kenyataan. Dia, kan, sudah sah menjadi istri Miftah.
"Kak Miftah manja banget ternyata," ucap Kalani.
"Salah, ya, Bidadari?" tanya Miftah dengan mata terpejam. Merasakan ketenangan didekat sang istri.
"Jangan panggil Bidadari, Kak!" Kalani memprotes. Miftah membuka kedua matanya lalu mendongakkan kepalanya, menatap Kalani lebih tersenyum.
"Sayang?" tanya Miftah lagi. Kalani menggeleng.
"Jangan. Panggilnya Kalani aja," pinta Kalani.
"Enggak mau. Nggak romantis." Miftah kembali meneggelamkan wajahnya dileher Kalani. Sontak membuat gadis itu kembali mendorong Miftah karena geli.
"Kak Miftah! Jangan kayak gini!" lagi-lagi Kalani berusaha mendorong Miftah, tapi tetap saja. Tenaganya tidaklah sebanding dengan tenaga suaminya.
"Udah malem woy! Astaghfirullah, gelut mulu!"
Suara dari luar kamar. Miftah spontan menjauhkan tubuhnya dari Kalani. Kalani juga ikut terkejut mendengar suara itu. Dari nada bicaranya sepertinya itu suara Beno. Tapi tumben sekali laki-laki itu menegur. Mungkin karena kedua sejoli itu berisiknya kedengeran sampai luar.
Secara, kan, kamar Kalani berdampingan dengan kamar Beno dan Hanum.
"Siapa, Lan?" tanya Miftah setengah berbisik. Kalani menggeleng tanda tak tahu.
"Mas Beno kali ya?" tanya Miftah lagi. Kalani justru tersenyum lalu menarik selimut dan memunggungi Miftah. Takut juga jika nanti Miftah akan kembali dengan aksinya yang membuat Kalani tidak nyaman.
Miftah tersenyum dan langsung memeluk tubuh Kalani dari belakang. Selama menikah, Miftah baru pernah menyentuh Kalani sedekat ini. Pasalnya, Kalani selalu canggung dan menolak jika Miftah ingin peluk. Padahal cuma peluk, tapi Kalani menolak.
Tapi lihatlah, justru sekarang gadis itu merasakan kenyamanan dalam dekapan hangat Miftah.
***
Kalani memotong daun-daun bunga yang sudah kering dan layu di halaman rumahnya. Sudah seperti biasa, gadis itu selalu menjaga tanaman bunganya. Semua bunga yang ada di depan rumah Kalani ini yang menanam Kalani sendiri.
Berbeda dengan Hanum yang sama sekali tidak suka merawat tanaman. Kata Bu Nila sih, Kalani ini mirip sekali dengan almarhum Papanya. Beliau merupakan pekerja perkebunan di pekarangan luas milik Pak RW di komplek sebelah. Pantaslah jika Kalani suka merawat tanaman seperti Papanya.
"Tulip, matahari, mawar ... Terus apa lagi ya?" Kalani tampak berpikir seraya menatap bunga-bunga miliknya.
"Apa lagi apanya, Lan?" tanya Hanum yang tiba-tiba datang. Wanita itu melangkah mendekati Kalani.
"Ini, aku mau beli bunga lagi. Kira-kira bunga apa ya, Mbak?" tanya Kalani meminta pendapat. Hanum ikut berpikir.
"Bunga anggrek, bangus tuh," ungkap Hanum. Kalani mengangguk membenarkan.
"Bagus sih, tapi kayaknya kurang cocok kalo dipadukan sama bunga mawar." Kalani menyentuuh bunga mawar berwarna merah yang mekar sangat indah.
"Bunga marigold, bagus tuh," ungkap Hanum lagi. Kalani menggeleng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Temani Sampai Surga
Romansa[Romance-Islamic] Lareina Alanna Kalani, nama yang sangat indah, seindah kisah hidupnya. Gadis bermata biru, yang tatapannya selalu tersorot ketenangan sekaligus mampu memikat hati hanya dalam kedipan mata. Gadis yang dengan mudahnya membuat sosok...