5. Calon Menantu Idaman

30 8 0
                                    

"Begini, nih, kalo mau meminang perempuan, ya harus deketin dulu orangtuanya. Ini baru laki-laki yang gentle."

●●






Selesai mengantar barang Naufal ke Bekasi, Miftah mampir ke Toko Roti untuk membeli roti cokelat kesukaanya. Karena kondisi jalanan yang sedang di renovasi, Miftah turun dari mobilnya untuk berjalan kaki menuju Toko roti yang tak jauh dari tempatnya. Tidak mungkin, kan, ia akan menerobos jalanan yang tengah direnovasi itu.

Miftah berjalan santai seraya memainkan ponsel pintarnya. Tidak disangka, sebuah motor tiba-tiba menabrak dirinya hingga membuat gawai miliknya terjatuh dan retak. Kaki kiri Miftah juga terasa sangat sakit.

"Argh!" ringis Miftah menahan sakit.

Wanita pengendara motor itu langsung turun dari motornya lalu menghampiri Miftah yang masih meringis sakit.

"Maaf, Kak, maaf," ucap wanita itu penuh penyesalan. Miftah justru malah tersenyum, ternyata yang menabrak dirinya itu Kalani? "Kak Miftah gak apa-apa?" tanyanya. Miftah menggeleng menahan sakit.

"Gak apa-apa, tenang aja," jawab Miftah. Padahal, kakinya sangat sakit. Mungkin saat ini untuk jalan pun akan terlihat tertatih.

"Astaghfirullah, handphone Kakak." Kalani mengambil gawai Miftah yang masih tergeletak di bawah. Wanita itu menatap ponsel itu lalu berpaling menatap Miftah. "Pecah, Kak," lirihnya lalu kembali menunduk.

Miftah sedikit membulatkan mata. Ponselnya pecah? Padahal di ponsel itu banyak sekali foto kenangan yang tidak ia simpan di memori card. Hufh, jika tadi bukan Kalani yang menabraknya, pastilah dia akan marah-marah atau bahkan memaki orang itu.

"Kak Miftah marah, ya? Kok diem aja?" tanya Kalani yang masih menunduk. Miftah mengerjap pelan.

"Ha? Enggak lah, masa gitu doang marah," jawab Miftah seraya tersenyum canggung. Sepertinya kali ini rasa sakit di kakinya semakin terasa. Miftah memegangi kakinya seraya mengaduh sakit.

"Awww," rintihnya. Gagal sudah pura-pura kuat depan Kalani. Kalani terkesiap dan spontan menatap wajah Miftah yang kini tepat di depannya karena laki-laki itu sedikit menundukkan badan, jadi tingginya saat ini menyerupai tinggi Kalani. Hening sejenak. Keduanya sama-sama merasa cangung seketika.

Kalani mengerjap. "Kak Miftah sakit, ya? Duh, gimana ya. Em- gimana kalo aku bawa Kak Miftah ke rumah sakit?" tanya Kalani. Ia terlihat rungsing dan sangat merasa bersalah pada Miftah. Gara-gara kecerobohannya, orang lain yang menjadi imbasnya.

"Nggak bawa ke pelaminan aja?" tanya Miftah disela sakitnya dan itu membuat Kalani tercekat. Tuh, kan, keluar deh sifat asli Miftah.

"Kak Miftah bercanda mulu. Ayo," ajak Kalani lalu menyentuh jaket Miftah. Laki-laki itu terdiam sejenak seraya menatap tangan Kalani yang menggenggam ujung jaketnya. "Ayo, Kak," ajak Kalani lagi. Miftah mengerjap pelan lalu menatap Kalani.

"Pake apa?" tanya Miftah. Kalani tampak berpikir lalu menjauhkan tangannya dari jaket Miftah. Kenapa dirinya tidak berpikir sejauh itu? Gak mungkin, kan, dia akan memboncengi Miftah pakai motornya.

"Pake mobil aku, ada di sana." jari telunjuk Miftah mengarah pada mobil berwarna merah miliknya. Kalani ikut menatap ke arah yang Miftah tunjukkan. "Tapi kamu harus bantu aku jalan," pinta Miftah. Kalani mengangguk lalu kembali menggenggam jaket Miftah.

Laki-laki itu menatap tangan Kalani lagi. Mulai, nih, jantung Miftah tidak terkontrol lagi. Tenang, Mif, tenang. Kalani cuma pegang jaket lu, bukan tangan apa lagi pipi lu, batinnya.

"Tapi nanti motor aku gimana ya, Kak?" tanya Kalani. Miftah menghela napas pelan lalu mengode Kalani untuk menjauhkan tangannya dari jaket miliknya menggunakan mata dan dagu. Kalani menurut lalu menjauhkan tangannya.

Temani Sampai SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang