"Kenapa ya, kalo dipukul Bidadari itu bukannya sakit, tapi malah berasa dipukul dengan cinta dan kasih sayang."
●●
Selesai menyiapkan keperluan Miftah sekaligus sarapan, Kalani bersiap-siap untuk berangkat ke Pesona Butik. Hari cuty untuk pernikahannya hanya satu hari saja. Bukan apa-apa, tapi memang di Kantor Miftah ada project yang harus diurus. Kalani pun ikut berangkat bekerja, jenuh juga di rumah tidak ngapa-ngapain. Toh pekerjaan rumah juga sudah selesai.
Kalani terdiam sejenak, memikirkan Miftah yang akhir-akhir ini sifatnya berbeda. Bukan berbeda, sifat Miftah memang seperti itu. Hanya saja Kalani baru mengetahui sekarang setelah dirinya sah menjadi istri Miftah.
Ternyata saminya itu bucin banget, suka gombal dan modus. Sepertinya Kalani harus kuat-kuatin hati jika Miftah kembali menggodanya.
Bibir merah muda Kalani perlahan tertarik ke samping hingga membentuk simpul senyum di sana. Meskipun Miftah terlihat menjengkelkan dengan sifat barunya, tapi sepertinya Kalani suka. Hanya saja Kalani malu jika pipinya memerah bak kepiting rebus di depan Miftah. Bisa-bisa Miftah menertawakannya dan seakin menjadi-jadi menggodanya.
Sudah cukup Kalani melamun memikirkan Miftah sampai senyum-senyum sendiri. Wanita itu beranjak dari duduknya lalu menyambar tas kecil kemudian beranjak keluar kamar.
"Mau ke mana?" Kalani mengerjap dan menghentikan langkahnya kemudian menoleh, menatap ke pemilik suara. Mama Nila, wanita separuh baya itu sering sekali mengeluarkan suara tiba-tiba. Membuat Kalani terkejut.
"Pesona Butik," jawab Kalani.
"Kerja?" tanya Bu Nila lagi.
"Iyalah, Ma, masa mau belanja," jawab Kalani sedikit kesal.
"Emangnya Miftah masih ngebolehin kamu kerja?" Bu Nila kembali bertanya. Bawel juga, nih.
Kalani terdiam. Dia juga, kan, belum izin sama Miftah masalah pekerjaan ini. "Pasti," balas Kalani ragu. Bu Nila mengangkat kedua alisnya lalu beranjak dari duduknya kemudian melangkah mendekati Kalani.
"Lan, inget ya, kamu udah punya suami. Apapun yang mau kamu lakukan, maka wajib izin dulu sama suami. Karena suami itu bertanggungjawab penuh atas kamu." Bu Nila turut memberi nasihat. Kalani kembali terdiam. Iya, Kalani tahu itu, tapi Kalani rasa Miftah tidak akan mempermasalahkan jika dirinya tetap bekerja di Butik Naufal.
"Iya, Ma," balas Kalani.
"Jangan iya-iya doang, izin samimu dulu. Awas aja kalo gak izin." setelah mengucapkan kalimat itu, Bu Nila langsung beranjak pergi meninggalkan Kalani.
Kalani menghela napas pelan lalu menurunkan tas kecil yang bertengger dibahunya.
"Males banget telepon Kak Miftah. Takut digombalin," gumam Kalani seorang diri. Beberapa detik kemudan, gadis itu membuka tasnya kemudian mengambil gawai miliknya.
Kalani memilih unuk meminta izin dulu pada Miftah, daripada dirinya menanggung dosa tidak izin suami terlebih dahulu. Toh sudah sepantasnya seorang istri jika hendak keluar rumah dan melakukan apapun, maka harus izin terlebih dahulu dengan suami. Supaya mendapat ridha Allah, karena ridha Allah untuk seorang istri, tergantung ridha suami.
Begitupun seorang perempuan yang belum menikah, ridha Allah padanya tergantung ridha kedua orangtuanya. Pantaslah perempuan sangat dimuliakan, segala hidupnya ditanggung. Sebelum menikah, hidupnya ditanggung oleh Ayahnya, ketika sudah menikah, hidupnya ditanggung oleh suaminya.
Sambungan telepon terhubung. Kalani mengarahkan benda pipih itu ke samping telinga kanannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Temani Sampai Surga
Romance[Romance-Islamic] Lareina Alanna Kalani, nama yang sangat indah, seindah kisah hidupnya. Gadis bermata biru, yang tatapannya selalu tersorot ketenangan sekaligus mampu memikat hati hanya dalam kedipan mata. Gadis yang dengan mudahnya membuat sosok...