Jodoh

299 24 2
                                    

Terdiam dan termangu dalam temaram lampu taman kota, menikmati apa yang bisa di lahap puas oleh mata. Tidak ada yang special sebenarnya. Hanya ada penjual nasi goreng, wedang ronde dan jagung bakar. Oh di tambah juga dengan berbagai pasangan baik yang muda atau tua yang sedang menghabiskan waktunya.

Walau terasa dingin karena sehabis hujan, tidak menyurutkan beberapa orang yang memakai pakaian minim. Aku bergidik ngeri, mungkin kalau aku yang memakai pakaian itu, bisa di pastikan aku akan menggigil kedinginan.

“Are you okay?”

Aku menoleh dan mengangguk sekenanya lalu kembali menikmati interaksi para-wanita-dengan-pakaian-minim yang sedang bercengkrama mesra dengan lelaki-entah-siapa yang kebanyakan membawa mobil.

“Disini memang terkenal dengan penjaja seksnya. Tapi mau bagaimana lagi, nasi goreng yang enak malah terletak disini.” Kafka tertawa geli sembari menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Aku hanya tersenyum tipis menanggapi perkataannya.

Yah, mungkin suasananya bisa sedikit romantis kalau saja aku tidak mengingat status nya yang sebentar lagi menikah dan meninggalkanku dalam keadaan patah hati parah.

“Hey, kamu bener ngga papa? Dari tadi kamu ngga makan apa-apa loh, Key.”

Aku hanya tersenyum samar. “Makan aja, Kaf. Aku lagi ngga laper.”

“Di rumah sakit ada kejadian ngga enak?” Kafka meletakkan piringnya dan menyeruput es teh manisnya.

Di Rumah Sakit sie jelas baik-baik saja. Tidak ada pasien yang rewel satupun. Yang bikin tidak enak hati saat dengan jelas aku melihat Arinta datang ke ruangan praktek Kafka lalu Kafka mencium kening gadis itu mesra.

“Kamu mau denger ceritaku, ngga?” aku menghembuskan nafas perlahan. Perhatian Kafka langsung berpusat padaku. Diletakkannya gelas minumannya dan menatapku ingin tahu.

“Apa?”

“Ada cewek, dibilang polos tapi udah pernah nonton bokep. Dibilang anak baik-baik tapi sering pulang pagi. Di bilang ngga pernah jatuh cinta tapi dia naksir sama sahabatnya sendiri. Tapi mungkin ngga cuma naksir kali ya, ini yang namanya jatuh cinta tapi ngga nyadar. Dan sayangnya dia nyadar kalau dia jatuh cinta sama sahabatnya pas banget sama momen sahabatnya itu kasih kabar baik kalau dia mau nikahin pacarnya.”

Aku menoleh dan mendapati tatapan tajam dari Kafka. Rahangnya mengetat menandakan kemarahan yang sedang ia tahan. “Bukan, aku ngga ada maksud apa-apa. Aku cuma mau bilang ini biar aku lebih lega aja, Kaf. Dan sekalipun ntar kamu ngajakin aku nikah karena ngga enak sama cinta ngga nyadarku ini, aku tetep bakalan nolak loh. Lagian Arinta pas banget jadi istri gitu. Udah pinter masak, suka anak kecil dan yang terpenting dia bisa handle emosimu yang suka naik-turun ngga jelas.”

“Kenapa ngga bilang sie, Key! Kenapa ngga bilang dari dulu? Kalo kamu bilangnya dulu mungkin kejadiannya ngga gini!” desisnya tajam, berusaha menekan emosinya dalam-dalam.

“Ini yang namanya ngga jodoh, Kaf.” Aku menepuk pahanya pelan dan kembali mengalihkan pandanganku ke depan. “Aku sama kamu tuh cuma jodoh jadi temen. Mungkin pun kalau aku nyadar dan bilang ‘aku cinta kamu’ sebelum Arinta datang, aku sanksi aku bisa nikah sama kamu, Kaf. Ya karena itu, kita bukan jodoh jadi partner hidup. Kita cuma jodoh jadi sahabat.”

Aku menoleh dan mendapati pandangan frustasi Kafka. “Aku juga sekalian mau pamit sama kamu.”

Kernyitan di dahi Kafka tercetak jelas. “Maksudnya?”

“Aku jadi asisten dr. Sofyan buat penelitian di Jerman. Mungkin selama tiga bulan atau juga bisa lebih.”

“Trus ngga dateng ke nikahanku?”

Aku terkekeh miris atau geli? Entahlah, aku juga tidak bisa membedakannya. “Nanti aku datang kalau rasa patah hatiku agak mendingan ya, Kaf.”

“Key… apa aku batalin aja nikahannya?”

“Hust!” aku memukul lengannya gemas. Ini yang paling tidak aku sukai dari Kafka. Menurutnya, keutuhan hatiku jauh lebih penting dari apapun. “Awas aja kalau aku denger kamu batal nikahin Arinta yah! Aku pecat kamu jadi sahabat! Serius!” ancamku.

“Tapi, Key….”

“Kaf…” aku meremas pelan tangannya. “Aku bilang begini bukan buat kacau rencana nikahmu sama Arinta. Aku cuma pengen lega aja dengan kasih tau kamu kalau dulupun aku pernah suka sama kamu, Kaf. Dan sekali lagi aku bilang, bukan aku jodohmu, tapi Arinta. Ini  bukan tentang waktu kenapa aku ngga sadar dari dulu, tapi ini tentang garis hidupmu yang memang sudah dipasangkan dengan Arinta, paham?”

Kafka mengangguk dan membuang wajahnya. “Dulupun aku pernah suka sama kamu, kok.” Kafka menghela nafas panjang. “Tapi dulu kamu keras kepala dan cuma pengen konsen dengan sekolah kedokteranmu tanpa mau membagi pikiranmu dengan masalah asmara. Aku bisa apa, Key? Aku cuma bisa berharap yang ngga tau kapan ujungnya sampai akhirnya aku ketemu Arinta.

Aku terkekeh dan kali ini aku yakini kalau kekehanku terdengar miris. “Sekarang, aku masih cinta kamu sebagai lelaki. Tapi nanti aku bakalan cinta kamu sebagai saudara. Dan saat itu aku bakalan datang dengan senyum-baik-baikku dan kembali berbaur denganmu dan keluarga kecilmu.” Aku tersenyum lembut. “Nantikan saja saat-saat itu, Kaf.”

StorageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang