Faith

572 26 4
                                    

“For another reason, I should admit it.”

“What?” gadis itu menoleh sebentar sebelum kembali tenggelam pada tebalnya buku diktat di depannya.

“You and I.” ucapnya tenang tapi tegas. Mengukir sebuah senyuman di bibir yang sebenarnya mampu membuat sang gadis melayang tak tahu arah -atau tak tahu malu- karenanya.

“Jangan mulai menggombal. Okay?”

Lelaki berbadan tegap itu hanya mengusap pelan kepala gadisnya. “Terkadang aku berpikir kalau kisah kita ini terlalu konyol. Kau tahu? Kita hanya seorang sahabat yang saling mencintai tapi tidak pernah berusaha saling memiliki.”

Gadis itu hanya tersenyum. “Terlalu terpaku stereotype kita sendiri sepertinya.”

Darren -lelaki itu- mengangguk membenarkan. “Tapi kita tidak pernah memberikan stereotype ‘dilarang menikah antar sahabat’, kan?”

Brianne menoleh dan terkekeh renyah. “Kau melamarku?”

Darren mengendikkan baunya, “Entah. Sepertinya aku harus menunggu kau dan aku memutuskan kekasih masing-masing dan setelah itu kita akan menikah di gereja di Cannes.”

“Kenapa harus di Cannes?” Brianne mengernyitkan dahinya heran.

“Kita ini actor hebat Bri. Selebriti mana yang bisa berakting sebagai sahabat baik di depan semua orang, dan menjadi sepasang kekasih saat tidak ada orang disekekelingnya.” Darren tersenyum licik.

“Kau benar.” Brianne terkikik geli. “Tapi apa kau tidak pernah merasa berdosa pada kekasihmu, hm?”

“Anggap saja ini takdir kita berdua? Atau…. Salahkan saja Tuhan atas semua ini.”ucap Darren sembari terkekeh

“What?!”

“Salahkan Tuhan karena sudah membuatku jatuh cinta padamu dan membuat aku berpikir sinting seperti ini.”

-o0o-

StorageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang