Florence

443 30 2
                                    

“Sekarang kita harus berbicara tentang siapa kalau bukan tentang kita, Flo?”

Flo menatap lelaki di depannya yang sedang bersedekap menatap jauh ke arah pemandangan kota New York dari atas balkon apartemennya. Dan masih sama seperti hari-hari kemarin, jalanan kota New York masih padat walau jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Tapi bedanya dengan malam kemarin, lelaki yang sudah Flo hindari selama tiga bulan belakangan ini akhirnya muncul di depannya dan menuntut apapun atas sikap dingin Flo padanya.

“Katakan, Flo. Apa maumu?” ucap Dani –Daniel- kekasihnya dengan nada menuntut.

“Tidak ada.” Flo menghembuskan nafasnya yang terasa seperti bongkahan batu yang menghimpit dadanya sesak.

Dani menoleh dan mengernyit menatapnya. “Jangan bermain tarik ulur Flo. Katakan apa yang salah dan kita bisa memperbaikinya.”

Flo memilih terdiam dan mengambil rokok plus lighter yang tergeletak dimeja, menyulutnya dan menghisapnya. Sesaat, Flo menikmati hisapan demi hisapan di ujung rokoknya dan kembali meninggalkan keheningan di antara dia dan Dani.

“Bukannya tidak ada yang perlu dibicarakan?” sahut Flo akhirnya. “Semua sudah jelaskan? Aku yang sibuk dengan diriku dan kau yang sibuk dengan para pemujamu.”

Mau tak mau Dani mengernyit heran. “Siapa maksudmu?”

“Perempuan itu. Dia tak tahu kan kalau kau sudah berkomitmen denganku? Atau kau bosan karena aku memilih untuk menjaga keperawananku sampai aku menikah, sedangkan perempuan-perempuan di luar sana dengan suka rela kau tiduri?”

“Flo!”

“Aku bukannya terdiam karena tidak tahu Dan, aku hanya ingin membiarkanmu jujur padaku sebelum aku memergokimu di atas ranjang dengan perempuan lain.”

“Flo! Demi Tuhan, apa yang kau bicarakan hah?! Dan siapa perempuan yang kau maksud?! Kita sudah dua tahun dan aku masih bisa menghormati dengan pola pikirmu, tapi apa maksud perkataanmu Flo!”

Florence terdiam dan memilih meraih gelas wine nya, meneguknya perlahan. Berita yang dia dapatkan dari rekan sejawatnya, ataupun dengan matanya sendiri dia saat melihat Dani berbicara dengan perempuan lain –yang menurutnya mesra- itu sudah cukup membuatnya emosi. Mungkin apa yang dilakukannya sekarang ini bisa membuatnya menyesal? Entahlah. Flo hanya lelah untuk menahan semua ini.

“Kita akhiri saja semua ini.”

Dani terdiam. Menahan semua emosi yang sebenarnya sudah ada di ujung bibirnya. Dia tahu siapa Florence yang sudah dia kenal lebih dari enam tahun. Dan mengajaknya berdebat di saat emosi Florence memuncak seperti ini sama dengan sia-sia, Flo tidak akan mau mendengarkan sedikitpun perkataannya.

“Aku tidak akan mengiyakan permintaanmu dan tidak juga menolak. Tapi ijinkan aku menceritakan sesuatu. Ku mohon Flo, sekali ini kau dengarkan aku.”

Florence menatap Dani tanpa selera.

“Kau tahu kalau aku tidak pernah percaya apa yang namanya cinta karena traumatik yang orang tuaku timbulkan. Kawin-cerai sudah menjadi hal biasa yang aku rasakan. Tiap malam Mom datang dengan lelaki berbeda  dan aku harus memakluminya. Aku benci hal itu, dan hal itu juga yang membuatku bersumpah untuk tidak pernah terikat dengan wanita manapun.”

Dani menghembuskan nafasnya perlahan. “Aku brengsek seperti yang kau katakan tadi. Sudah puluhan gadis yang sudah kukencani dan ku tiduri sebelum ini, dan aku tidak memungkiri kalau aku menikmati tubuh mereka. Bohong kalau aku bilang mereka tidak cantik, karena ada di antara mereka  yang merupakan model majalah terkenal yang berhasil kukencani. Dan lelaki mana yang tahan dengan kemolekan tubuh mereka?” Dani tersenyum pada sosok diam Florence.

“Tapi Sabtu malam, enam tahun yang lalu aku bertemu dengan seorang gadis kaku yang tidak pernah tersenyum di persimpangan taman kota saat dia membawa setumpuk buku yang aku perkirakan baru dia pinjam dari perpustakaan kota. Itu bukan jatuh cinta pada pandangan pertama, tapi itu ketertarikanku yang pertama kali pada seorang wanita, walaupun saat itu aku tidak menjamin aku bisa jatuh cinta pada perempuan itu, tapi ya, aku tertarik padanya. Melebihi ketertarikanku pada tubuh wanita-wanita yang mengejarku. Dan keesokan harinya, aku baru tahu kalau gadis itu bernama Florence Smith, kelahiran Ohio, dua puluh tahun lalu dan masih tercatat sebagai mahasiswa Columbia University.” Dani menatap Flo yang sedang mengernyit menatapnya.

“Mungkin kau baru mengerti aku dua sampai tiga tahun belakangan ini, Flo. Tapi aku sudah mengenalmu dan mengamatimu lebih dari enam tahun yang lalu, saat aku sadar ketertarikan ini sudah tidak dalam taraf normal. Kau sudah masuk terlalu dalam di dalam pikiranku. Apa kau tahu itu membuatku tersiksa? Dan apa aku harus berterima kasih, kau berhasil membuatku menjadi anak baik-baik dan menolak semua ajakan kencan dari perempuan-perempuan itu? Ya, aku berhenti menjadi aku yang dulu.”

Flo menegakkan duduknya dan menatap Dani tajam. “Jangan membuatku merasa bersalah, Dan.”

Dani menggeleng dan tersenyum getir. “Itu kenyataannya, Flo. Dan apa kau ingat kejadian saat kau akan di rampok di tikungan jalan dekat dengan apartemenmu?”

Imposibble!” ucap Flo tidak percaya. Kelebatan kisah masa lalunya kembali terulang di otaknya.

“Ya, itu aku. Lelaki yang tertusuk karena menyelamatkanmu dan malah melarikan diri di saat kau akan menolongnya.”

“Dan….”

“Kau pasti akan mengataiku gila kan?” Dani tersenyum tipis. “Aku juga merasa kalau aku gila dengan mencintaimu sebesar itu. Kau tahu bagaimana rasanya mencintai orang yang tidak kau kenal dan aku tidak punya keberanian sama sekali karena selalu menganggap aku tidak pantas untukmu.” Dani menghela nafasnya dan kembali menatap pemandangan lalu lintas di malam hari. “Mungkin ini terdengar klise, tapi itu yang aku rasakan. Sampai pada akhirnya aku mendapatimu dalam list karyawan baru dalam divisiku. Dan kau tahu lanjutannya kan?”

Florence tersenyum. “Kau gila.”

“Aku tahu.” Dani menatap Flo lurus-lurus. “Apa  kau tahu kenapa aku bersikeras menyembunyikan hubungan ini?”

Flo mengernyit dan menghela nafas. “Kau takut aku tahu permainan kotormu dibelakangku dengan para pemujamu.” Ucap Flo melempar pernyataan.

“Bukan.” Dani menggeleng. “Karena mereka –siapapun mereka yang tahu seperti apa aku dahulu- pasti akan mendatangimu dan menjauhkanmu dariku dengan pernyataan-pernyataan negatif mereka tentangku, yang tidak bisa kupungkiri, itu memang aku dulu.”

“….berkali-kali juga aku bilang kalau lelaki dihadapanmu ini bukan lelaki baik-baik, dia hanya seorang lelaki brengsek yang ingin belajar mencintai seorang gadis sebaik yang dia bisa.”

Florence menatap Dani, mencari sedikit celah kebohongan disana, dan Flo tau dia gagal. “Lalu?”

Dani bangkit dari duduknya dan bersimpuh di depan Flo, “Aku tidak bisa menjanjikan kau akan bahagia selalu, tapi aku akan berusaha meminimalisir air matamu. Aku tidak bisa menjanjikan aku akan selalu menjadi pendamping hidup terbaikmu, tapi aku akan belajar menjadi lelaki terbaikmu. Aku tidak bisa menjanjikan harta melimpah untuk memenuhi kebutuhanmu, tapi aku bisa berjanji kalau aku akan selalu ada untukmu.”

“Dan…”

“Flo, seburuk apapun aku, tapi itulah aku, lelaki yang sudah berjuang memperbaiki diri hanya untuk sedikit saja pantas untuk menjadi pendamping hidupmu kelak. Mungkin aku bukan lelaki ideal untukmu, tapi aku akan selalu berusaha menjadi yang terbaik untukmu.”

“Kau tidak perlu melakukannya, Dan…” Florence menghapus air matanya.

“Dan perempuan itu, demi Tuhan aku bukan lelaki seperti itu lagi Flo. Apa aku sebegitu bodohnya bermain dengan batu dan melempar sebuah berlian di genggaman?”

“Tapi…”

“Aku tidak bisa memaksakan kau percaya semua omonganku, tapi…” Dani menatap mata Flo dalam-dalam. “Aku mohon, menikahlah denganku.”

-o0o-

StorageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang