Monologku

Novemberpisah

Kenyataan yang harus aku terima. Langit tetap langit, bagaimanapun tetap hanya bisa di pandang tidak untuk dimiliki.

Kita usai sebelum mulai.
Aku kalah sebab menyerah.

Bagaimanapun kau sudah dimiliki, aku harus tau diri.

Bulan november di tahun keempat yang menurutku tak mudah.

Kian lama kian pudar
Kisah yang sebenarnya memang tak ada benar-benar lenyap seiring dengan berjalannya waktu
Kamu tetap utuh meski di sini aku yang menjadi abu
Lebur terbang terbawa angin dengan raga yang kian rapuh
Sampai tidak akan bisa di temui oleh siapapun bahkan oleh dirimu.
Aku yang terlanjur menjadikan dirimu sebagai tokoh yang terus hidup, sebelum akhirnya terus menerus hidup namun dengan sendirian karena aku lupa mengikatku di dalamnya.
Kamu boleh tak mengingat semuanya
Kamu berhak untuk melupakannya
Namun aku hanya ingin menjadi aku yang selalu mencintai dirimu.
Kamu harus tetap hidup dengan segala hal yang menyenangkan. Sederhananya tetap bersama gitar kesayanganmu dan bernyanyi dengan suara khas yang selalu menjadi temanmu di kala kesepian.
Kau berhak, kau berhak untuk hidupmu yang penuh kejutan itu.
Maaf aku kurang mempersiapkan segalanya
Bahkan rangkaian setiap momen yang ingin di lalui bersama tak mampu untuk terwujud tapi tak membuatku sadar juga. Kau milik perempuanmu saat ini.
Puisiku waktu itu mungkin menjadi penghantar jarak antara kita saat ini
Kau yang lebih mengerti, tapi monolog yang kau buat waktu itu cukup membuatku terkesan. Kau penuh canda. Jika itu terjadi apa saat ini kita tengah melakukan hal yang kita sukai sama-sama? Jawaban yang tepat untuk aku yang masih mengharapkan waktu bisa ku ulang apa? Tidak ada, selain penyesalan yang kadang membuatku benci sendiri.

Meski kau sudah tak menemaniku untuk merangkai setiap kata lagi. Kau tetap menjadi alasanku untuk tetap melanjutkan hal yang diriku suka.
Maaf jika aku masih selalu membawamu dalam tulisan-tulisan tidak jelasku.

Sekali lagi untuk saat ini aku merindukanmu. Sungguh.

02/11/22.