Not Finished Yet - Chapter 5

87 15 0
                                    

Happy reading

Hope you like it

❤❤❤

______________________________________________

“Pegangan aku, Na. Entar kamu jatoh,” titah Sam ketika aku merangkak naik mogenya dan lebih memilih bersedekap dengan muka cemberut macam paruh bebek.

“Nggak, makasih,” jawabku ketus. Semata-mata untuk menyembunyikan rasa takutku.

Membayangkan sewaktu-waktu mungkin saja seseorang yang mengenalku sebagai tunangan Arsen melihatku merangkul Sam, lalu mengabari cowok itu dan akhirnya menimbulkan kesalah pahaman. Atau parahnya lagi, kolega mama yang keberadaannya mirip paparazi akun lambe-lambean, terselubung tetapi ada di mana-mana, mengetahui aku kabur dari acara pingit-memingit. Jadi, kututupi wajahku menggunakan tas selempang supaya aman.

Untuk alasan lain, aku takut debaran jantungku yang masih belum bertabuh normal bisa dirasakan oleh Sam. Jangan sampai cowok itu ge er. Bisa gelenjotan dia, free style di atas moge. Kan nggak lucu.

Ah, lupakan alasan-alasan itu. Sepertinya aku memang harus menelepon Arsen supaya tidak salah paham. Mungkin setelah pembicaraanku dengan Sam rampung, dia bisa menjemputku.

Namun, sebelum berhasil meraih ponsel dalam tas selempangku, Sam melajukan mogenya terlalu kencang sehingga hampir menerbangkanku ke jalan raya. Dengan amat terpaksa, aku meraih jaket denim belel cowok itu dan mulai mengomel. “Apaan sih, Sam? Jangan ngambil kesempatan dalam kesempitan dong!”

Kurasakan punggung cowok itu bergerak naik-turun karena tertawa. “Nana ... Nana .... Ternyata kamu masih galak kayak biasanya.”

“Dan kamu masih suka ngebut kayak biasanya! Bahaya tahu! Kamu boncengin anak orang, Sam. Bukan kubis. Silakan ngebut kalau sendirian. Kalau sama aku, jangan!” protesku tak mau kalah. Kutimpuk helm bagian belakangnya menggunakan tas selempang kecilku sebelum kembali menggunakannya untuk menutupi wajah.

Sam berusaha menghindar dengan menunduk sejenak lalu tegak kembali. “Kirain boncengin bayi gorila yang lagi ngambek, Na.”

“SAM!” Sekali lagi kutimpuk helm cowok itu menggunakan tas selempangku.

Dan lagi-lagi Sam sedikit menghindar. “Kalau nggak cepetan sampai lokasi, bakalan makin mepet waktu ngobrol kita.”

“Terserah. Pokoknya cuma lima belas menit. Nggak lebih!” peringatku.

Sam melepas kopling secara perlahan  dari stir kirinya untuk meraih tanganku yang secara terpaksa masih melingkari jaketnya. Lalu diubahnya menjadi melingkari perutnya. Kekuatan Sam mengalahku kekuatanku. Jadi, aku tidak bisa melawannya.

“Kalau gitu, pegangan yang kenceng, Na. Soalnya aku mau jadi Valentino Rosi.”

“Dasar tukang modus!”

“Hahaha ....”

Duh Tuhan. Bisa-bisanya di saat sekarang aku beranggapan bahwa suara tawa Sam sangat renyah di antara bisingnya kendaran yang berlalu-lalang di sekitar kami. Bisa-bisanya pula aku menikmati semua itu, lengkap beserta aroma maskulin cowok yang kelihatan jauh lebih gagah dari beberapa tahun silam.

Setelah tawanya tuntas, Sam berkata, “Na, aku kangen kita kayak gini.”

Kutekuk wajahku kian dalam lagi. “Jangan ngomong aneh-aneh. Salah sendiri kamu ninggalin aku waktu itu. Sekarang aku udah mau nikah. Nyesel ‘kan kamu? Nggak tahu malu kamu tuh, Sam!”

“Enggak kok. Aku nggak nyesel sama sekali ninggalin kamu waktu itu.”

Jantungku seperti dihantam galaxy milky way. Jadi, Samudra Atlantis sama sekali tidak menyesal karena telah meninggalkan Florentina Cattleya yang kata orang: cantik, imut, manis, gemesin dan kinyis-kinyis ini tanpa alasan apa pun?

Not Finished YetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang