BAB 10 Tidak Asing

96 65 5
                                    


Cerita sudah direvisi, selamat menikmati.

Udah pada nunggu aku update kah??
Kayaknya enggak deh, hahaha...

Nih, langsung aja kalian baca, just unek2 yg pengen aku ungkapin dalam cerita. Semoga berkesan, sukur2 juga pada mau kasih vote, like n share cerita ini ke sosmed kalian. Buat yang masih setia baca cerita ini, aku ucapin terima kasih banyak ya, semoga tuhan jg selalu baik sama kalian semua.😇

Ravi

Sampai detik ini bayangan wajah Rania masih bergelayut manja di dalam kepalaku. Aku meraba pipiku pelan, merasakan kecupan singkat yang masih terasa darinya. Bahkan sebuah senyum tersungging dari bibirku tanpa perintah. Entah sihir apa yang Rania miliki hingga membuatku bersemangat seperti ini. Rasanya, aku ingin segera kembali untuk menemuinya dan bergegas menyelesaikan tugasku.

"Sorry, lama. Staff lain udah pada dateng belum?" tanya Pipit dengan raut panik, dia merapikan lagi penampilanya setelah tadi minta izin ke toilet. Memecah khayalanku dari sosok Rania nan jauh di sana. Kebetulan, kami berdua memang sedang ditugaskan ke Surabaya untuk melakukan study banding guna peningkatan mutu dan kualitas perusahaan.

"Belum," jawabku sembari memandang wajah Pipit. Ada sedikit lipstik yang mencoreng di salah satu sudut bibirnya.

"Pit, bibir lo?" ungkapku menunjuk ke arah bibirnya.

"Hah! Kenapa bibir gue?"

"Ada lipstiknya,"

"Iya, tadi gue pakai lagi, biar makin percaya diri." imbuhnya seraya tersenyum.

"Bukan, maksud gue-"

Pipit berdiri dari tempat duduknya, dia melambaikan tangan penuh antusias memperhatikan kedatangan rombongan yang berjalan menghampiri kami. Karena tak ada waktu dan Pipit belum juga memahami maksudku, aku langsung saja mengusap bibirnya yang tercoreng lipstik itu dengan jariku. Dia tersentak, lalu mengalihkan pandanganya menatapku lekat.

"Sorry, lipstik lo kemana-mana." tukasku pelan. Gadis itu kemudian menunduk mencari sesuatu di dalam tasnya.

"Sial! Kaca gue ketinggalan." desahnya lirih.

"Nggak papa, udah ilang kok. Kan tadi udah gue bersihin, lo masih cantik Pit." imbuhku berusaha mengembalikan rasa percaya dirinya yang seketika redup.

Pipit mengagguk pelan dan tersenyum. "Thanks,"

"Sama-sama. Udah nggak usah gugup, mereka udah mau sampai tuh."

Pipit kembali tersenyum dengan sikap wibawa yang dia miliki. Jujur, aku kagum dengan kepribadian perempuan seperti dirinya. Meski masih muda tapi sudah terampil dan mempunyai wawasan yang luas untuk menjalin sebuah integritas. Mampu mengatur segala kondisi lapangan dan menjadi pemimpin yang disegani.

Aku senang, karena mereka menyambut kedatangan kami dengan begitu hangat dan bersahabat. Hingga pembahasan terus berlanjut mengenai hal-hal penting terkait masalah perusahaan. Mulai seluk beluk awal supermarket ini berdiri, tatanan desain yang modern serta pelayanan dan manajemen keuangan yang konon sering mendapat laba besar di setiap tahunnya.
Walaupun tergolong masih baru dibanding dari cabang yang ada di Jogja, namun, mendengar ceritanya saja sudah dapat disimpulkan bahwa pusat perbelanjaan ini bisa dibilang sukses untuk dijadikan panutan.

Setelah selesai, akhirnya kami meninggalkan food court tempat kami mengadakan pertemuan kecil tadi. Aku kembali fokus pada salah seorang yang sekarang sedang menerangkan tentang bagian-bagian dari supermarket yang kami sambangi. Sampai tujuan kami berakhir pada sebuah ruang staff, dimana salah seorang dari mereka menunjukkan ruang kerjaku dan Pipit selama dua pekan berada di sini.

Baby, Please Be Mine! (Completed!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang