BAB 13 Kecelakaan

95 57 6
                                    


~HAPPY READING~

Rania

Aku tak henti memandangi cincin yang sudah berhari-hari ini melingkar di jari manis kiriku. Terkadang, sebersit senyum menyela, rasa tidak percaya dan bahagia bersemayam dalam hati sampai tak bisa kuutarakan. Hanya ungkapan rasa syukur yang kuucap kepada Tuhan karena telah mengabulkan semua mimpi indahku selama ini.

"Cie... cie... yang udah mau jadi Nyonya Ravi, senyam-senyum aja kerjaannya." Kedatangan Tasya yang tiba-tiba sedikit membuatku tersentak. Aku melihat dirinya terengah-engah membawa stok baju dari gudang. Tanpa pikir panjang aku langsung menghampiri Tasya untuk membantu.

"Apaan sih Sya, nggak usah berlebihan deh. Gue juga cuma baru pacaran aja." kilahku merasa malu.

"Nih anak didoaian, bilang amin kek!" Aku melirik Tasya yang sudah memonyongkan bibirnya ke depan sedang komat kamit mengucap mantra seperti ingin mengutukku.

"Aminnn...." kataku seraya menengadahkan kedua tangan, sangat berharap doa Tasya itu diijabahi oleh Tuhan.

"Nah, gitu dong, belum tau aja kan lo kalau doa gue itu mujarab." Tasya meraih tanganku, kedua matanya berbinar kala memandang sebuah cincin di salah satu jemariku penuh kekaguman. "Ya ampun Rania, ini bagus banget. Dari Ravi?"

Aku mengangguk senang. "Iya Sya, makasih, ini semua juga berkat bantuan lo. Pokoknya makasih banget karena udah ngasih keberanian ke gue buat ngejar cintanya Ravi." balasku sembari memeluk Tasya haru.

"Iya, sama-sama. Liat lo bahagia gini aja gue udah seneng banget. Akhirnya Tuhan ngasih jodoh buat lo. Jadinya kan gue gak perlu khawatir lagi mikirin siapa nanti yang bakal jagain lo kalo gue pergi."

"Lo ngomong apaan sih Sya, kata-kata lo itu serem tau!" cibirku sebal, Tasya malah tersenyum kecil menatapku yang sudah menangis. "Lo nggak boleh pergi ninggalin gue!"

Bukan menghibur, Tasya justru menoyor kepalaku, "Gue mau kawin bego! Bedak lo luntur tuh, jelek banget kek badut, kalau Ravi tau bisa ketawa dia."

"Yang bener? Ya udah deh gue pergi dulu ke toilet bentar. Gara-gara lo nih!" Izinku langsung berlari kecil ke arah toilet, meninggalkannya dengan setumpuk pekerjaan yang belum selesai.

"Rania, jangan lupa traktir gue nanti kalau udah gajian!" seru Tasya setengah berteriak.

Aku membalikkan badan sebentar dan tersenyum, "Gampang, lo atur aja waktunya. Lo bebas deh mau makan apapun yang lo suka!" sahutku keras, lalu berlari lagi karena takut menemukan Ravi yang kehadiranya suka mendadak seperti hantu.

Setelah selesai, aku memastikan kembali penampilanku kemudian memoles bibir tipisku dengan lipstik serta merapikan riasan wajah yang memudar. Jika dilihat-lihat aku juga tidak jelek-jelek amat kok, Ravi bilang aku punya hidung mancung dan pipi yang menggemaskan.

"Lo Rania bukan sih? Lo oplas ya? Perasaan dulu gue perhatiin gak secantik ini deh."

Aku jadi tertawa mengingat perkataanya. Aku menatap kembali diriku pada cermin yang ada di depan. Merasakan debaran-debaran aneh tiap kali mengingat pujian Ravi yang berlebihan.

"Jadi pramuniaga aja rasanya udah cemburu kalau ada customer cowok yang deketin lo, apalagi kalau jadi pramugari? Nggak bakal gue ijinin lo terbang!"

"Rania!" Seseorang berteriak memanggil namaku. Aku yang sejak tadi asyik melamun dan ber- haha-hihi di depan kaca langsung terdiam. Aku lantas menoleh ke sumber suara, mendapati Pipit dengan gaya sosialitanya tengah berdiri menatapku tajam. "Gue mau ngomong sama lo!"

"Iya, kenapa Mbak?" ucapku bergetar sambil membalikkan badan menghadapnya. Dengan langkah tegap perempuan elegan itu berjalan mendekatiku. Sialnya, keadaan toilet yang sepi membuatku semakin gugup.

Baby, Please Be Mine! (Completed!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang