Kejadian kecil bisa menjadi penyebab seseorang berubah.
-Lio Nyxbara-
***
Seseorang bisa berubah berdasarkan banyak hal, misal lingkungan, keluarga, atau teman. Perubahan yang terjadi mampu memengaruhi segala aspek kehidupan sehingga seseorang memilih tetap berjalan di jalan yang sama atau melangkah jauh. Namun, sebuah perubahan mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Sejumlah orang mungkin berpikir bahwa kejadian kecil hanya angin lalu, dilupakan tanpa berpikir akibatnya. Tentu saja itu umum, tetapi sebagian orang akan memendamnya sampai ledakan emosi menghancurkan semua hal. Tidak ada salah atau benar sebab semua hal sudah terjadi.
Hidup yang tidak selalu berada di atas membuat siapa pun berusaha mencapai puncak kembali. Ada sebagian manusia yang melakukannya, tetapi sisanya tidak. Contohnya adalah Lio Nyxbara. Ia berjalan di tempat tanpa berniat melangkah sekadar mencari jalan keluar atau cahaya yang menuntunnya dalam kegelapan.
Lio tersenyum tipis mengingat sepanjang perjalanan hidupnya, bukan hal mudah mencapai titik ini. Ia ingin menyerah, membuang semua impiannya, dan hidup tanpa beban. Hanya saja, tidak semua membalik telapak tangan maka keinginan langsung terwujud. Pengorbanan pasti terjadi, Lio sudah tak peduli mengenai hal tersebut.
"Memangnya dunia ini mau menerima kehadiran sepertiku?" Lio menatap langit biru.
Bel sekolah sudah berdering sejak lima menit lalu, Lio enggan masuk ke kelas. Tatapan orang-orang itu membuatnya duduk resah, lebih baik dimarahi dibanding merasa terancam tiap detiknya. Lio mengusap rambut panjangnya yang sudah menutupi telinga bahkan dahi, beberapa guru sering memarahi atau para anggota osis mencatat namanya di daftar hitam. Lio sudah seperti langganan murid bermasalah.
Lio menikmati kesendiriannya, ada kemungkinan ketua kelasnya sekarang diperintahkan mencari keberadaannya oleh Bu Riri – wali kelasnya. Tanpa sadar, Lio tertawa pelan mengingat ekspresi Bu Riri yang menahan kesal karena perilakunya. Jika orang-orang tidak berpikir buruk tentangnya, mungkin Lio bisa lebih berbaur. Namun, tidak semudah itu.
Kelas sembilan sekolah menengah pertama, Lio ada di titik itu sekarang. Ia ingin cepat menyelesaikannya dan pergi sejauh mungkin, harapannya adalah menemukan sesuatu yang baru. Hanya saja, hal baru bisa lebih baik atau buruk. Lio ingin merasakan hal baik, setidaknya untuk tiga tahun terakhir di masa remaja.
Udara segar di atas atap, Lio menyukainya. Di sini ia bisa melakukan apapun dan tidak ada yang melihat. Kesendirian adalah temannya. Namun, tidak bertahan lama sebab suara sepatu seseorang menyadarkannya kalau bahaya bisa datang kapan saja.
"Lio Nyxbara!" teriak Amerra.
Gadis manis dengan tubuh kecil, tinggi 155 sentimeter, dan kuncir dua. Makhluk yang menjadi ketua kelas serta tetangganya sejak kecil, Amerra Giandra. Sebenarnya, Lio agak malu berkenalan dengan siapa pun bahkan memilih menghindar. Namun, Amerra datang sebagai tetangga baru kemudian memperkenalkan diri dengan santai membuat Lio kecil kabur karena takut. Sikap Amerra kelewat semangat membuat siapa pun senang, kecuali Lio.
"Kenapa bolos lagi? Seneng banget buat masalah! Jangan suka ilang gitu, dong. Nanti kalau nilaimu turun siapa yang repot?" tanya Ameera beruntun.
Dahi Lio mengerut. "Aku?"
"Jelas! Tapi Ameera juga bakal repot," sungut gadis itu dengan wajah memerah kesal.
Lio jelas paham, tetapi enggan mengucapkan. Ia beralih menatap langit, tiduran lagi setelah mendapat ceramah singkat dari Ameera. Sekarang, gadis itu itu masih berteriak dan mengucapkan banyak hal. Sedikit lagi Ameera pasti melakukan kekerasan fisik agar Lio masuk kelas.
"Kalau Lio enggak masuk kelas, Ameera bakal seret sekarang juga!" ancamnya.
Lio melirik. "Coba aja."
"Oke, siapa takut!"
Ameera tanpa takut mengulung sedikit kemeja lengan pendeknya kemudian bersiap menggeret Lio. Namun, remaja laki-laki itu lebih dulu bangun membuat Ameera tersungkur. Lio melarikan diri sebelum Ameera mengamuk, ada kalanya Ameera bisa sangat menyeramkan dan membuat Lio menghindar.
Kesenangannya hanya sesaat karena di koridor, Lio bertemu wakil kepala sekolah. Lio tersenyum kemudian menunduk secepat mungkin. Setelah keluar dari kandang macan, ia berhadapan dengan singa. Sungguh hari yang penuh keringat dan berlari.
"Lio Nyxbara! Masuk ke kelas!"
Lio segera berlari tanpa menoleh. "Siap, Ibu!"
***
Bel pulang berbunyi, Lio mengembuskan napas panjang membuat beberapa temannya menoleh. Seketika Lio menunduk, tetapi gebrakan pada mejanya membuat seluruh kelas menatap ke arah mereka.
"Lio! Kenapa tadi lari? Bagus nggak dihukum, coba kalau dihukum gimana? Tugasmu juga belum dikerjakan, tapi sekarang mau pergi ekstrakulikuler. Sehat kamu begitu?" tanya Ameera membuat siapa pun menggelengkan kepala.
Lio menunduk, dimarahi habis-habisan sudah biasa bagianya. Tanpa tahu sekarang tatapannya sungguh kosong dan jiwanya seolah pergi ke mana-mana. Lio beranjak dari bangkut, tidak berniat mendengarkan ucapan Ameera. Hatinya meminta pergi menuju lapangan in door.
Sepanjang perjalanan, Lio seperti mayat hidup. Beberapa temannya menghindar ketika Lio melintas, mungkin hanya Ameera yang bersedia dekat dengannya tanpa peduli pendapat orang mengenainya. Lio akhirnya sadar bahwa ia masih di bumi, ia pun pergi ke ruang ganti.
"Yo, Lio!"
Lio berhenti. "Ya?"
"Tolong pasang net, ya? Hari ini giliranmu, lho. Jangan kabur atau bertengkar dengan Gama, oke? Kalau sampai melakukan keduanya ...."
Lio mengangguk cepat. "Baik!"
Setelahnya berlari menuju lapangan in door. Tama Putra Agansyah, kapten tim voli tahun ini sekaligus sosok yang dihormati sebab memiliki kharisma seorang pemimpin. Kabarnya Tama pernah ditawarkan menjadi ketua osis, tetapi ditolak dan bergabung dengan tim voli. Lio enggan berbicara banyak dengan Tama sebab adik kelasnya itu agak menyeramkan jika sudah serius.
Hari ini waktunya memasang net bersama Gama, teman seangkatan yang selalu mencari masalah dengannya. Tama selalu mengingatkan Lio atau Gama agar tidak membuat masalah, tetapi selalu ada kesalahan yang membuat Gama meledak dan menyalahkan Lio.
Setelah mengganti sepatu olahraga, Lio memasang net sendirian. Gama belum datang. Lio memang suka menyendiri, tetapi bukan berarti menghindari sesuatu yang membuat hatinya tertarik. Voli, olahraga yang cukup menyenangkan dengan tim. Lio bersyukur timnya mau menerima kehadiran makhluk sepertinya.
"Sudah jam segini, tapi belum ada yang datang," gumam Lio.
Tak lama, ponselnya berdering. Namun, Lio sibuk memasang net dan mengabaikan nada dering tersebut. Di dalam voli, Lio memiliki posisi sebagai tosser. Posisinya cukup penting dan ia sudah bermain sebagai tim inti sejak kelas satu sekolah menengah pertama. Lio sedikit merindukan masa-masanya menjadi tosser terbaik hingga pemain cadangan atau Kakak kelasnya dulu merasa iri karena memiliki posisi yang sama.
Setelah selesai, Lio kembali terganggu dengan nada dering ponselnya. Ia tidak terbiasa di telepon seperti itu membuatnya risih. Akhirnya, Lio mengangkat nada dering tersebut. Namun, berhenti saat diangkat. Lio mengecek pesan yang memenuhi ruang aplikasinya. Saat itu juga, Lio merasa bodoh dan bersalah telah mengabaikan nada dering tersebut. Lio tahu alasan teman-temannya belum datang ke lapangan sementara ekstrakulikuler seharusnya sudah dimulai.
"Ameera, bisa bertahan sebentar saja?"
***
Catatan: Terima kasih sudah berkunjung, mohon maaf apabila ada kekurangan dalam cerita.
***
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Save Me [TAMAT]
Teen Fiction"Selamatkanku!" *** Hidup dalam kegelapan, tidak ada yang menginginkannya. Begitu juga dengan Lio. Ia ingin hidup normal seperti orang-orang, bisa merasakan cinta, sedih, dan senang. Namun, Lio hanya mengenal kesendirian. Lio, remaja laki-laki yang...