Penjelasan dan kejujuran itu penting dalam hubungan
-Lia Zeyana-***
Lio mengembuskan napas lelah, padahal matahari belum sampai ke titik tertinggi, tetapi ia sudah kelelahan. Bekerja sejak tujuh pagi disambut pelanggan yang ramai, ditambah teman-temannya datang pukul sepuluh. Rasanya Lio tidak bisa berkata apapun selain bersabar.
Lio tidak akan mengeluh jika teman-temannya duduk tenang sembari mengobrol, tetapi percakapan mereka mebuat telinganya panas. Entah bagaimana, gosip menyebar secepat kilat membuatnya menjadi bulan-bulanan. Lio ingin menenggelamkan diri saja di lautan.
“Gimana, Lio?” tanya Jezel ambigu.
Lio mengernyit. “Maksudnya, Bang?”
“Bego! Kalimat lo bikin orang salah paham!” Garen memukul pelan kepala Jezel. “Jadi, maksud si Kampret, hubungan lo sama Lia tuh sampe tahap mana?”
Ekspresi Lio berubah cepat membuat teman-temannya meledek, tidak bisa mengelak membuatnya melarikan diri ke dapur. Namun, pandangan Tamio membuat Lio mendesah kasar. Makhluk pendiam itu pasti memintanya bicara soal Lia.
“Kalo deket sama seseorang, jangan main-main. Semua makhluk di dunia ini pasti punya hati. Nah, hatinya nggak boleh dibuat main soalnya karma bisa datang kapan aja. Paham?” Tamio berkata tegas.
Lio menganguk paham, Tamio memang sosok abang yang bisa diandalkan tanpa perlu diminta. Setelah merasa lebih baik meski tidak ada sesi curhat, Lio kembali ke meja teman-temannya. Kondisi coffe yang tidak begitu ramai membuat Lio bisa mengobrol sebentar, itu pun sudah mendapat izin dari Kilo yang sibuk panen di atap.
Sepiring pizza buatan Tamio dihidangkan di atas meja, teman-temannya menatap Lio penuh selidik. Namun, Lio yang tidak peka hanya mengangkat bahu membuat Ize menggeplak kepala belakangnya.
“Bego! Lo mau bayar kami dengan potongan pizza biar enggan di cie-ciein?” tuduh Ize kejam.
Dino, salah satu pemain voli putra yang terkenal pemalu pun angkat suara. “Jangan diem gitu, Lio. Mana pacar lo?”
“Cie! Malu-malu kucing, nih, Babang Lio!” goda Akmal, remaja laki-laki tertingi di voli putra.
Deno dan Mario melirik Lio yang menunduk. Mereka tahu kalau anak kelas satu itu pemalu dan menyimpan semuanya sendiri, maka dari itu kejadian sekarang membuat Lio tampak normal juga terbuka. Rasa kekeluargaan membuat Lio bisa sedikit berbaur bersama yang lain.
“Kenalin cewek lo ke kita dong,” ucap Deno.
Mario mengangguk. “Tenang, bukan buat direbut. Cuma mau tahu aja cewek inceran lo.”
Wajah Lio makin memerah, ia tidak menghindar. Namun, sebelum mengucapkan apapun, seseorang yang dibicarakan datang.
“Lio. Ayo, katanya mau belajar bareng?” Lia datang.
Serempak teman-temannya menoleh ke arah Lia. “Cie, dijemput pacar!”
Setelah sesi memalukan, menurut Lio. Keduanya pergi dari Sun Coffe, meninggalkan teman-temannya yang masih menikmati waktu. Lio memanfaatkan keadaan untuk pergi bersama Lia meski wajahnya terus menerus memerah sebab digoda habis-habisan. Lio bukan ingin diam, tetapi hubungannya belum sejelas itu hingga dikatakan ‘pacaran’.
KAMU SEDANG MEMBACA
Save Me [TAMAT]
Teen Fiction"Selamatkanku!" *** Hidup dalam kegelapan, tidak ada yang menginginkannya. Begitu juga dengan Lio. Ia ingin hidup normal seperti orang-orang, bisa merasakan cinta, sedih, dan senang. Namun, Lio hanya mengenal kesendirian. Lio, remaja laki-laki yang...