Bersamamu semuanya indah.
-Lia Zeyana-
***
Sore hari penuh kejutaan, ujian tengah semester bagi seluruh murid Permata Bangsa dilakukan sebulan lagi. Semua murid mulai menyiapkan mental serta giat belajar demi mendapatkan nilai terbaik. Siapa pun enggan turun kelas, minimal tetap berada di kelas yang sama sampai ujian akhir semester tiba.
Permata Bangsa akan memindahkan muridnya ke kelas unggulan atau terendah terganggu hasil ujian, maka dari itu semua murid berlomba-lomba memperbaiki nilai. Jika nilai sudah sangat parah, artinya keluar dari Permata Bangsa ialah jalan terakhir. Permata Bangsa tidak memberikan toleransi, meski dihadapkan dengan uang.
Sistem ujian berupa kertas yang diawasi cukup ketat membuat semua murid enggan melakukan kecurangan, tiap jawaban minimal harus berbeda meski tidak tahu apakah jawaban teman lain sama atau beda. Ujian dilakukan seadil-adilnya dengan meminimalkan kecurangan yang terjadi. Hal ini yang membuat Lio merasakan beban berat.
"Jangan kayak tahanan eksekusi mati, dong!" protes Ize melirik Lio.
Ekspresi Lio cukup membuat sahabatnya menggelengkan kepala. Sejak pengumuman ujian tengah semester, Lio lebih banyak diam dan menyediri seperti awal masuk. Ize sedikit khawatir hingga terus menerus menganggu Lio agar lebih banyak bicara. Namun, usahanya sia-sia sebab Lio tetap diam seolah banyak pikiran.
"Sialan! Lio Kampret!" Ize memukul kepala Lio kencang membuat remaja itu terkejut.
"Ize! Apa, sih?" Lio melotot.
Ize berkacak pinggang. "Lo boleh kesel atau apalah! Tapi jangan ngelamun kayak orang gila, deh! Hari ini bakal ada pengumuman di ekstrakulikuler, lo harus perhatiin!"
Lio mengangguk pelan, ia memikirkan ujian yang sulit. Meski sudah belajar, ia tetap merasa pesimis sebab nilai sebelumnya di bawah rata-rata. Lio merasa dunianya kembali sempit dan sesak, tanpa sadar pandangannya berubah kosong. Hal ini disadari Ize.
"Lio, lo nggak apa-apa, kan?" Ize menepuk bahu Lio.
Sekarang mereka tengah duduk di gedung olahraga sembari menunggu semua anggota lengkap sebab ada pengumuman. Kali ini, mereka pulang lebih cepat karena para guru hendak rapat untuk ujian tengah semester nanti. Lio yang mendapat jatah piket pun melakukan pekerjaannya kemudian pergi ke gedung olahraga bersama Ize.
Ize mengernyit, keadaan Lio yang menatap kosong sungguh menyeramkan. Bukan soal kerusupan melainkan hal lain. Ize yakin, Lio akan berbeda pengucapan kalimat serta gaya dalam berjalan atau duduk. Terkadang, Ize ingin menanyakannya. Namun, ia selalu urung.
"Lio." Ize menepuk punggung Lio lagi.
Tak lama, Lio menoleh dengan tatapan redup. .
"Apa?"
Ize mengerutkan dahi. "Lo oke?"
"Gue? Oke, kok. Kenapa?"
Nah, gue kata! Batin Ize.
"Lo kenapa?" tanya Lio heran.
Wajah Ize sedikit pias, ia masih tidak mengerti sikap Lio yang suka mengubah struktur kalimat dari aku-kamu menjadi gue-lo dalam waktu singkat. Bukan hanya itu, terkadang Lio menjadi lebih gelap auranya dibanding biasa. Ize tenang jika Lio bersikap formal dibanding non-formal.
Sementara itu, Lio melirik Ize yang mengerutkan dahi. Ia tidak ambil pusing terhadap sikap Ize yang kebingungan. Semua orang pasti akan menyadari sesuatu jika berteman dengannya, tetapi tidak semua bisa sadar secara langsung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Save Me [TAMAT]
Teen Fiction"Selamatkanku!" *** Hidup dalam kegelapan, tidak ada yang menginginkannya. Begitu juga dengan Lio. Ia ingin hidup normal seperti orang-orang, bisa merasakan cinta, sedih, dan senang. Namun, Lio hanya mengenal kesendirian. Lio, remaja laki-laki yang...