Kita tidak pernah tahu, hati akan berlabuh di mana.
-Lia Zeyana-
***
Malam senin, di mana orang-orang masih menikmati hari libur sebelum bekerja esok hari. Lio berdiri dibalik jendela besar sembari memperhatikan keramaian, pikirannya menuju pada keluarganya yang mungkin tengah berkumpul. Ada kebiasaan atau tradisi dari keluarga Lio tiap malam senin, yaitu berkumpul sekadar mengobrol atau makan. Namun, pertemuan kali ini juga tak bisa dihadiri olehnya.
Lio mengembuskan napas, ia berbalik lantas mengambil lap dan membersihkan meja. Sun Coffe sebentar lagi tutup, sebagian besar pekerjaan sudah dilakukan tinggal menata kembali bangku. Hari ini, Kilo membagikan gaji plus bonus. Semua orang tampak senang bahkan Tamio berniat memasak untuk para karyawan.
Saat Lio beres-beres dan memunggunggi pintu masuk, seseorang data.
"Maaf, Sun Coffe sudah tutup," ucap Lio tanpa menoleh.
"Oh, aku enggak bermaksud makan di sini. Ada sedikit barang yang harus kuantar untukmu, Lio."
Lio berbalik kemudian menghampiri gadis berambut panjang tersebut. "Lia! Ini udah malam, kenapa ke sini?"
"Memang kenapa?" tanya Lia heran.
Terdengar helaan napas. "Kamu itu perempuan, jangan keluar malam-malam. Bahaya, lho!"
Lia mengangguk sekilas kemudian menyerahkan paper bag. Lio mengintip barang-barang di dalamnya, sejumlah buku beserta kertas berisi catatan yang banyak. Seketika Lio menatap Lia hendak melayangkan protes.
"Eh, jangan protes, dong! Siapa yang mengajukan permintaan? Anda, kan?" Lia menyela.
Lio mengembuskan napas. "Oke. Jadi, apa yang harus Lio lakukan?"
"Hafalin semua materi di sana. Besok Lia tanya, kita makan barenga di taman atau kantin. Makanan kesukaan kamu apa?" Lia mengeluarkan ponselnya.
Dahi Lio berkerut. "Apa, sih? Tadi kamu kasih Lio perintah terus nanya soal makanan kesukaan?"
"Jawab aja, deh. Lio banyak protes, ya?" Lio berkacak pinggang.
"Nasi goreng udang." Lio memberitahu kemudian Lia mencatatnya.
Tak lama, Lia selesai lalu pergi tanpa mengucapkan apapun. sementara itu, Lio berdecak sebab bingung dengan sikap Lia.
"Hei, siapa tuh? Pacarmu, kah?" tanya Rika menggoda Lio.
Lio menggeleng. "Bukan, Mba."
"Ah, masa. Cantik, lho. Masa kamu enggak suka," goda Aran.
Arin mengangguk setuju. "Yep! Jangan-jangan ... Lio suka sama si cewek, tapi enggak berani bilang, ya?"
Seketika Lio menunduk, wajahnya mungkin sudah memerah. Siapa sangka Lia akan datang ke sini kemudian memberikan banyak catatan sebagai bentuk permintaannya. Bukan hanya itu, Lia juga menanyakan makanan kesukaannya tanpa berucap apa-apa lagi membuat karyawan Sun Coffe salah paham.
"Lio, ingat. Ujianmu dikit lagi, kalau sampe nilaimu menghalangi kedatanganmu ke tempat kerja, siap-siap saja double job," ucap Tamio dan Kilo berbarengan sembari merangkul Lio.
Mampus! Batin Lio.
***
Keesokan harinya, Lio diingatkan Lia menuju kantin pada jam istirahat. Sepanjang pelajaran, Lio tidak tenang bahkan duduk menyendiri lagi di belakang membuat teman-temannya kebingungan. Lio sendiri tidak menjelaskan alasan melakukan hal tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Save Me [TAMAT]
Teen Fiction"Selamatkanku!" *** Hidup dalam kegelapan, tidak ada yang menginginkannya. Begitu juga dengan Lio. Ia ingin hidup normal seperti orang-orang, bisa merasakan cinta, sedih, dan senang. Namun, Lio hanya mengenal kesendirian. Lio, remaja laki-laki yang...