Hal baru. Apakah bisa merubah kehidupanku?
-Lio Nyxbara-
***
Pagi yang cerah, matahari bersinar terang dan cahayanya memberi kehangatan. Lio tersenyum tipis memulai hari, harapannya adalah mendapatkan hal baik hari ini. Rambut panjangnya tertata rapi, kemungkinan beberapa hari lagi terkena razia rambut oleh guru atau pengurus osis. Kebiasaanya sejak Smp masih melekat dan sulit dihilangkan.
Lio menyiapkan sarapan sederhana, ada empat piring disusun rapi. Kali ini Lio memilih roti, susu putih, sereal, selai cokelat, dan kopi untuk disiapkan. Tidak ada makanan berat seperti nasi sebab keluarganya tak terbiasa makan pagi. Selesai menyiapkan sarapan, satu per satu anggota keluarga datang kemudian duduk tanpa mengucapkan apapun.
"Hari ini Gio pulang malam."
Suara berat itu terdengar sebagai pembuka, Gio Nyxbara. Abangnya yang beberapa tahun lebih tua dengan wajah cukup terkenal di kalangan para gadis, berbading terbalik dengannya. Lio menantikan reaksi Ayah atau ibunya, sesekali ia menyesap susu putih hangat.
"Ya sudah, hati-hati," pesan ayahnya singkat, Damio Nyxbara.
Wanita berambut pendek dengan jas dokter di samping Lio pun mengangguk singkat, ibunya – Syaya Nyxbara. "Jangan melakukan hal buruk di luar sana atau dicoret dari Kartu Keluarga. Ingat itu, Gio."
"Iya, Ma." Gio selesai lantas pergi.
Setelah Gio pergi, tidak ada perbincangan apapun. Lio diam begitu juga kedua orang tuanya, keberangkatannya sekitar lima menit lagi sehingga ia bisa membereskan meja makan. Setidaknya piring atau gelas kotor tidak akan menumpuk di tempat cucian saat ia pulang nanti. Orang tua atau abangnya pasti pulang telat, Lio harus melakukan pekerjaan rumah sebagai gantinya.
Lio membereskan peralatan makan lantas mencucinya. Setelah semua selesai dan orang tuanya hendak berangkat, Lio dipanggil.
"Bagaimana sekolah barumu?" tanya Syaya sembari merapikan dasi suaminya.
Tatapan Lio ke arah lain, ada hal yang tidak menyenangkan terselip dalam hatinya saat sang Ibu bertanya demikian. "Tidak ada yang bagus, Bu. Lio belum bertemu hal menarik di sana."
"Hal menarik di matamu itu hanya voli, kan? Ayah pastikan kamu masuk ekstrakulikuler tersebut." Damio menepuk pundak anak bungsungnya. "Kamu boleh saja masuk ekstrakulikuler mana pun, tapi perhatikan nilaimu. Beruntung di akhir smp nilaimu tertolong, kalau tidak ...."
Sebelum Damio menyelesaikan ucapannya, Lio lebih dulu mengambil tas kemudian pamit. Ia tidak ingin mendengar banyak kalimat menyebalkan yang dikeluarkan orang tuanya, meski semua ucapan itu benar setidaknya Lio sudah berusaha. Lio berangkat ke sekolah dengan sedikit emosi yang teraduk rata hingga sebuah keinginan dalam dirinya memberontak.
***
Sekolah Menengah Akhir Permata Bangsa, salah satu sekolah swasta yang cukup terkenal oleh lulusan terbaiknya. Tidak mudah masuk ke sini sebab meski swasta pun terdapat kelas khusus yang diperuntukkan murid berkualitas. Intinya Permata Bangsa hanya menerima murid tidak lebih dari 300 orang per angkatan. Beruntung, Lio bisa masuk dan belajar di sini.
Perjalanan menuju Permata Bangsa sekitar sepuluh menit menggunakan sepeda, Lio sampai sebelum bel masuk. Sebenarnya, hari ini adalah demo ekstrakulikuler di awal masuk sekolah. Lio cukup tertarik sebab ingin memulai hal baru. Namun, bayangan ucapan Damio mengenai dirinya masuk ekstrakulikuler voli selalu melintas. Lio seolah tidak bisa meninggalkan voli sebab olahraga satu itu bagaikan kehidupan keduanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Save Me [TAMAT]
Teen Fiction"Selamatkanku!" *** Hidup dalam kegelapan, tidak ada yang menginginkannya. Begitu juga dengan Lio. Ia ingin hidup normal seperti orang-orang, bisa merasakan cinta, sedih, dan senang. Namun, Lio hanya mengenal kesendirian. Lio, remaja laki-laki yang...