#Bap3rinAja
🌺 HAPPY READING 🌺
“Andra, aku mau ngomong serius sama kamu dan ini adalah yang terakhir kalinya. Mungkin kita tak akan bertemu lagi setelah ini, jadi kamu gak perlu mencariku lagi. Aku tahu ini cuma perasaan main-main kamu, ‘kan!” seru Aisha dengan kesal.
“Apa yang kamu maksud Aisha?” Andra bingung dengan perkataan Aisha, ia masih belum paham.
“Kamu mau pura-pura gak tahu! Andra, kamu mau dengar jawabanku, ‘kan, aku gak bisa balikan sama kamu. Mulai saat ini, jangan pernah hubungi aku lagi.” Aisha berdiri dan melangkahkan kaki meninggalkan Andra.
Andra mulai memahami apa yang Aisha inginkan, Andra tahu bahwa ia sedang mempermainkan perasaan Aisha. Laki-laki bertubuh tinggi itu menahan Aisha sesaat ketika Aisha beranjak pergi ke arah pintu keluar.
“Lepasin! Aku cuma mau membuatmu bebas, dan ini yang kamu mau, ‘kan, supaya kamu bisa dekat sama yang lain. Bukannya saat ini kamu sedang dekat dengan Hanum? Sudahlah Andra, aku gak mau berurusan lagi denganmu jadi kuharap kamu juga menyadari kesalahanmu sendiri.”
Andra termangu menyadari tingkah Aisha yang berubah, perlahan-lahan Andra mencoba mendekatkan dirinya. Namun, Aisha menjaga jarak dan mundur beberapa langkah.
Pandangan Aisha mengarah kepada laki-laki itu, tangan kanannya mendekat ke arah tangan yang di pegang Andra. Ia berusaha melepaskan tangannya dari Andra. Namun, lagi-lagi Andra mengeratkan pegangannya seolah tak mau melepaskan Aisha.
Di cafe yang tidak banyak orang itu, mulai memperhatikan keduanya. “Andra, lepasin tanganku! Sakit ... kamu gak harus begini Andra!” seru Aisha menahan rasa sakitnya. Andra menyadari itu tapi tetap ia tak mau melepaskan Aisha.
“Aisha, apa yang sedang kamu bicarakan. Kamu tahu dari mana kalau aku dekat dengan seseorang, aku masih menunggu jawaban kamu. kamu sudah berjanji bahwa kamu akan menerimaku lagi,” ungkap Andra yang sudah melepaskan tangannya.
“Andra, selama ini aku pikir bahwa apa yang kita jalani selama itu adalah sebuah ketulusan. Tapi, kamu selalu berpura-pura dan saat ini pun kamu berpura-pura lagi. Aku anggap kita tak pernah bertemu, lupakan saja semua itu,” ujar Aisha lalu berlari meninggalkannya, ia tidak ingin laki-laki itu terus menahannya.
Andra bersikukuh tidak mau melepaskan Aisha, ia seolah menyadari kesalahannya. Selama ini ia selalu menyakiti perempuan yang tulus kepadanya. Tapi, keputusan dan pilihan yang diambil Aisha sudah tidak bisa diganggu lagi.
Terik mentari menghangatkan, orang-orang berlalu lalang di jalanan. Suara-suara mulai terdengar dari segala arah. Langkah kaki Aisha kini mulai menambah kecepatannya, ia tidak ingin menjelaskan apa-apa lagi, tapi laki-laki itu terus saja mengejarnya. Ia mempercepat jalannya, menghindari laki-laki itu ia melihat sekitar jalan dan menemukan tempat yang cocok untuk bersembunyi.
Di balik tembok yang tak jauh dengan Andra, terlihat sosoknya yang kelihatan sudah kehilangan jejak Aisha. Andra beralih ke ponsel, namun nomor Aisha sudah tidak aktif. Perasaan lega menyelimuti diri Aisha, ia pun melangkahkan kaki dan kembali ke rumah.
***
“Tadi kamu dari mana, Nak?” tanya Sabina-ibunya Aisha-kini menghampiri Aisha.
“Bu, Aisha mau kuliah!” serunya, melihat Sabina yang tengah meletakkan sayur masakan.
“Aisha, yang sabar ya. Ayahmu sekarang lagi berusaha di luar sana, hasil dari jualan ibu cuma cukup buat persediaan makan kita beberapa bulan ini. Ibu tahu kuliah adalah salah satu mimpimu, kamu juga jangan berkecil hati ya Nak. Walau saat ini kamu belum lulus daftar kuliahnya … maaf ya Nak,” lirih Sabina, saat ini kembali memperhatikan putri keduanya itu.
“Bu, gimana kalau Aisha ikut kak Amei kerja?” tanya Aisha tanpa pikir panjang, Sabina yang tadi sibuk menyiapkan hidangan di atas meja, mendekat ke arah putrinya.
“Nak, Ibu sama Ayah akan berusaha supaya kamu bisa lanjut kuliah, untuk saat ini kamu belajar untuk ikut tes tahun depan. Amei juga di sana pasti sedang kesulitan, Ibu sama Ayah mau yang terbaik untuk kalian. Aisha gak perlu kerja dulu, atau bantuin Ibu di sini selagi menunggu,” cetus Sabina dan menggenggam tangan putrinya.
“Bu, Aisha udah gede. Aisha bisa jaga diri, terlebih di sana ada Kak Amei jadi gak apa-apa ya Bu. Ibu mau beri izin, ‘kan?” Aisha tetap kukuh pada pendiriannya.
“Lagian di sana Kak Amei pasti kesepian, Aisha kangen sama Kak Amei,” tutur Aisha dengan lembut menahan air matanya yang mau keluar.
“Ayahmu pasti gak menyetujui itu dan kamu mau meninggalkan kami di sini?” tanya Sabina yang mulai membuatnya sedih.
“Bu, Aisha janji di sana gak melakukan hal-hal yang aneh. Aisha juga udah putus dari Andra, ibu gak suka, ‘kan, kalau Aisha pacaran? Mulai sekarang Aisha akan jaga diri dan ibu bantu Aisha bujukin Ayah, Aisha janji jadi anak yang baik dan Aisha gak mau nyusahin ibu sama Ayah.”
Sabina tersenyum tenang mendengar tutur kata Aisha, tapi hatinya tetap saja khawatir jika putrinya benar-benar berkeinginan pergi mengikuti kakaknya.
“Ibu akan beri izin, jika Ayahmu juga mengizinkannya!” seru Sabina dengan tegas.
Wajah Aisha kembali ceria, ia hendak mengabari kakaknya tapi ia belum mendapati jawaban akankah ayahnya mengizinkan ia pergi atau tidak. Setelah itu, Aisha makan siang bersama Sabina dan membantu pekerjaan rumah yang lain.
***
Sore yang dingin, gerimis di luar sana terdengar riuh dan menenangkan. Seusai salat Aisha duduk di teras depan rumahnya. Di meja sudah tersedia roti bakar dan beberapa cemilan lain. Sementara Aisha masih fokus dengan menatap layar laptop, jarinya yang menekan tombol per tombol di keyboard sambil memperhatikan jam yang ada di sana.
Aisha sangat suka menulis, ia menganggap hal itu sebagai hobinya. Ia mengikuti beberapa lomba yang diadakan di akun sosial media. Tak jarang ia mendapati penghargaan sebagai karya dengan tulisan terbaik, tapi ia sadar bahwa dirinya masih perlu belajar.
Puisi menjadi teman perjalanannya, sejak puisi yang ia buat diakui oleh salah satu mentor yang ada di sekolah. Ia pikir itu adalah salah satu keahliannya, sebab benar ia sangat suka menulis dan membaca.
“Aisha,” panggil seseorang, tapi Aisha tak mendengar panggilan itu.
Orang itu pun mendatanginya, ia duduk berhadapan dengan Aisha. Aisha yang menyadari itu terkejut, tapi lagi-lagi Aisha seolah tak peduli dengan kedatangannya.
“Maafin aku Aisha, seharusnya aku tak mengenalkan Andra padamu,” ucap laki-laki itu.
“Cukup, sebenarnya kamu ada maksud lain, ‘kan?” tanya Aisha.
“Ya?” laki-laki itu tampak bingung.
“Aku tahu kamu suka dengan Mahira, tapi Mahira menganggapmu hanya sebagai teman gak lebih. Jadi, aku harap kamu bisa menghormati keputusannya dan aku juga kesal karena kamu melakukan hal seperti ini,” ucap Aisha tegas.
“Zayyan, aku harap kamu bisa berubah menjadi sosok yang lebih baik. Aku bilang ini bukan berarti aku memaafkan kamu, aku pikir sudah waktunya berhenti bermain-main. Emang kamu mau mengecewakan orang tuamu?” tanya Aisha yang membuat laki-laki bernama Zayyan itu merenungi nasibnya.
“Hei, Aisha. Kamu ini tiba-tiba ngomongin apa sih? Kepalamu lagi kebentur, atau kamu lagi ada keluhan. Tiba-tiba ngomong kayak gitu,” sambut Zayyan, heran dengan Aisha.
“Zayyan aku serius, sebagai sesama saudara harus saling mengingatkan. Kamu itu sebaya sama aku, tapi tingkahmu yang kadang buatku gak habis pikir. Menurutku pandai-pandai gih cari teman, kalau kamu kayak gini terus yang ada kamu menyesal sendiri!” seru Aisha, ia kembali menatap layar laptop sambil memakan roti bakarnya.
Terlihat Zayyan memperhatikan Aisha, seolah ia mempertanyakan ‘ada apa dengannya,’ batin Zayyan.
~~~~~~~~
Bersambung...Mohon Krisannya teman-teman.
Tinggalkan jejak di sini!
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak yang Bertamu (On Going)
Novela JuvenilJudul: Jejak yang Bertamu by LestariFA ----------------- "Tidak tahu kapan akan datang masa bahagia itu, hanya saja semua berjalan sesuai kehendak dari-Nya. Jejak langkah yang kau pijak saat itu, menenun setetes demi setetes kebahagiaan. Jika kau be...