Zweitson membuka kedua matanya perlahan. Sorotan cahaya lampu langsung menerobos masuk ke dalam kelopak mata dan jatuh tepat pada retina milik Zweitson. Refleks, Zweitson menyipitkan mata untuk membiasakan pupilnya terhadap cahaya putih di depannya, dengan kedua tangan yang berusaha untuk menghalangi cahaya tersebut.
Setelah dirasa matanya sudah terbiasa dengan cahaya yang ada, Zweitson menurunkan kedua tangannya perlahan dan berusaha bangkit dari posisi tidurnya. Dengan baju dan celana panjang yang serba putih, kini Zweitson duduk di atas sebuah brankar lusuh dalam sebuah ruangan kecil berukuran 3×5 meter. Zweitson mengedarkan pandangannya pada setiap sudut ruangan. Tak ada apapun di sana, selain Zweitson dan brankar yang dia tiduri sebelumnya. Ruangan itu terlihat tidak terawat, daun dan ranting kering berserakan pada setiap inchi keramik, coretan tulisan warna-warni pada dindingnya, dan tak ada pintu. Tepat di depan Zweitson, terdapat sebuah plastik besar yang menutupi ruangan tersebut.
"Gue ada di mana?" Tanya Zweitson entah kepada siapa.
Dengan menggunakan sepatu berwarna putih, Zweitson turun dari atas brankar. Zweitson berjalan menuju plastik besar yang menggantikan fungsi 'pintu' pada ruangan itu dan membukanya perlahan.
"Wah." Betapa terkejutnya Zweitson ketika melihat pemandangan di depannya.
Sebuah ruangan -tidak terawat lainnya yang jauh lebih luas dengan beberapa brankar berjajar rapih. Pada setiap brankar terdapat selimut polos lusuh yang menutupi 'sesuatu' berbentuk manusia. Pada kedua sisi ruangan, terdapat sebuah pintu yang tertutup rapat. Berbeda dengan pintu yang terletak pada sisi kiri ruangan, pintu yang berada pada sisi kanan ruangan di kunci dengan sebuah rantai dan gembok cukup besar.
"Gue di rumah sakit?" Lagi-lagi, Zweitson bertanya pada angin yang berhembus tidak terlalu kencang -tetapi mampu membuat beberapa daun kering berpindah posisi.
Zweitson mulai melangkahkah kakinya perlahan, keluar dari ruangan kecil menuju ruangan yang lebih luas dan memiliki cahaya yang lebih redup. Zweitson mendekati salah satu brankar yang berada dekat pintu sisi kanan. Dengan perasaan was-was, Zweitson menyentuh ujung selimut dan menurunkannya perlahan.
"Jangan gerak. Jangan gerak. Jangan gerak." Zweitson menjauhkan sedikit tubuhnya dari brankar tersebut dan menyipitkan matanya karena ketakutan. Dengan cepat, Zweitson melempar selimut ke sembarang arah.
Set...
"Huft, manekin doang ternyata." Zweitson bernafas lega ketika selimut tersebut hanya menutupi sebuah manekin yang bertubuh lengkap -sehingga menyerupai bentuk manusia. "Manekin sebanyak ini buat apa ya?" Zweitson kembali memperhatikan beberapa brankar lainnya yang berjajar rapih.
Zweitson tak ingin menghabiskan waktunya untuk memeriksa satu per satu manekin yang tertutupi selimut. Zweitson memilih untuk berjalan menuju pintu yang berada dekat dengannya. Zweitson sedikit menundukkan tubuhnya.
"Dikunci." Zweitson mengenggam gembok dan rantai yang menutupi pintu tersebut. "Gue harus cari kuncinya." Zweitson melepaskan gembok dan rantai dari genggamannya, menciptakan suara besi yang cukup menggema.
Tak menghiraukan suara tersebut, Zweitson berjalan menuju arah yang berlawanan. Zweitson menghampiri pintu yang berada pada sisi lain ruangan. Zweitson menyentuh gagang pintu dan membukanya perlahan.
"Apa lagi ini?" Zweitson membelalakkan matanya kaget.
Terlihat seorang manusia -atau mungkin manekin yang terbalut kain putih -seperti mumi dan terikat puluhan tali merah dari berbagai arah. Kain putih itu menutupi seluruh bagian tubuh dan hanya meninggalkan sedikit bagian pada mata dan hidung. Sebuah cahaya kuning dari lampu bohlam di atasnya menyorot tepat pada tubuh 'mumi' tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
CLON1NG || UN1TY [END]
Misterio / SuspensoDi tengah maraknya berita kehilangan orang yang cukup menggemparkan, tiba-tiba seorang peneliti muncul dengan membawa sebuah pernyataan yang jauh lebih mengejutkan masyarakat. Ketika delapan pemuda terperangkap dalam sebuah eksperimen gila dari beb...