Tranmigrasi Salavoka #29

29.7K 2.6K 16
                                    

JIKA ADA TYPO MOHON DI MAKLUMI
HAPPY READING DAN SEMOGA SUKA

Sekarang gefe dan rio tengah bersantai di taman belakang rumah. Sepertinya ibu laura dulu sangat suka dengan bunga-bunga. Sama seperti rumah mereka yang sedang di evakuasi polisi, rumah ini juga memiliki taman yang sangat luas dengan berbagai jenis bunga yang menghiasinya. Rio berbaring pada salah satu bangku panjang yang ada di sana. Sedangkan gefe duduk di sebuah bangku kayu dengan gitar di pelukannya. Rio memperhatikan gefe yang mulai memetik senar gitar itu, merajut nada demi nada yang terdengar halus.

"Sejak kapan lo bisa main gitar?" tanya Rio penasaran kembali mendudukkan dirinya dengan benar

"Dari dulu" jawab gefe acuh tetap fokus pada nada yang di petik oleh jarinya

"Gue nggak pernah liat lo main gitar sebelum nya" ucap Rio lagi masih penasaran

"Lo liat juga buat apa?"

"Maksudnya?"

"Dulu kan lo benci banget sama gue, jadi buat apa lo harus liat gue main gitar. Ngelirik aja nggak mau." jawab gefe langsung blak-blakan tanpa memperhatikan raut wajah Rio yang sekarang sudah berubah

"Heh...gue jahat banget ya dulu?" tanya Rio menatap sendu kearah gefe dengan sedikit kekehan

Gefe memalingkan wajahnya dan bersitatap dengan wajah rio yang terlihat sedih. Gefe tidak menjawab pertanyaan Rio, namun menghentikan petikan jarinya pada gitarnya dan beranjak dari sana meninggalkan Rio tanpa sepatah katapun.

"Hah...—" Rio menarik nafas dalam lalu kembali membaringkan badannya seperti yang sebelum nya

"Kayaknya lo masih belum bisa maafin gue. Tapi nggak papa, gue tetap akan ngelakuin yang terbaik buat nebus semua kesalahan gue di masa lalu" ucap Rio dengan penuh tekat dan rasa bersalah

.

.

.

Gefe menutup pintu kamarnya dan menyimpan gitar lalu merebahkan tubuh nya di atas kasur yang sangat empuk. Matanya terpejam sambil menarik nafas dalam-dalam.

"Walau pun dia udah minta maaf, tapi kenapa gue masih belum bisa percaya sama dia" monolog nya dengan raut wajah gusar

"Gue takut dia khianati" lanjutnya dengan mata yang sudah terbuka. Kedua bola mata mungil itu memperhatikan setiap desain kamar yang sekarang ia tempati

"Kenapa kamar lo penuh lukisan abstrak semua. Bikin sakit mata aja" komentar gefe setelah menyelidiki semua dekorasi kamar laura

"Gue yakin isi lemari nya dark semua. Seratus persen gue jamin" ucap gefe sambil beranjak dari tempat tidurnya dan berjalan kearah lemari berwarna coklat dengan ukiran cantik.

Krek

"Kan bener. Model nya sama semua lagi" ucap gefe setelah membuka isi lemari coklat itu.

Ia menutup kembali lemari itu dan berjalan kerah balkon kamar nya, dari atas sini gefe bisa melihat hamparan bunga di taman tadi karna balkon kamarnya yang langsung berhadapan dengan hamparan bunga itu

"Sekarang gue harus ngapain?. Hp gue hilang entah kemana. Gue nggak bisa gerak kalo kayak gini" gerutu gefe memikirkan Hp nya yang menghilang sejak ia pingsan kemarin

"O iya, flashdisk waktu itu!!!. Duh gue simpan di mana ya—"teriak gefe tiba-tiba sambil mondar mandir berusaha mengingat benda kecil itu. Ia lupa dimana ia menyimpan nya

Sesaat kemudian ia menjentikkan jarinya
"Di kamar gue!!" jawabnya dengan keras

"Gue harus kesana, jangan sampai polisi nemuin nya lebih dulu. Bisa berabe, hancur semua rencana gue!!" ucap nya sambil berlari kembali masuk kedalam kamarnya dan menuruni tangga dengan tergesa-gesa. Untung tidak ada pengganggu yang menghalanginya jadi dia bisa langsung keluar rumah dan mencari taksi. Ia masih engan untuk meminta salah satu supir di rumah itu untuk mengantarnya

.

.

.

Tidak butuh waktu lama sekarang gefe sudah berada di rumah laura yang satu nya lagi. Ia berlari memasuki rumah dengan terburu-buru, sejauh mata memandang ia tidak melihat satu pun polisi di sini. Hingga ia menaiki tangga dan menerobos masuk kedalam kamarnya, ia melihat seorang polisi yang tengah memperhatikan amplop di tangan nya. Mata gefe melotot terkejut, dengan kecepatan super ia berlari dan mengambil paksa amplop yang di pegang oleh polisi itu

"Hey!!!" polisi itu terkejut melihat kedatangan gefe yang tiba-tiba dan merampas amplop di tangan nya

"Siapa kamu?"

"Saya pemilik kamar ini" jawab gefe seformal dan sesopan mungkin

"Amplop itu akan di selidiki, jadi sebaiknya kembalikan kepada saya"

"Hm...no, no. Ini punya saya pak, nggak ada kaitan nya sama kejadian teror di rumah ini"

"Kamu yakin?" tanya polisi itu ragu

"Yakin pak!!" jawab gefe dengan semangat dengan ekspresi wajah yang meyakinkan

"Baik lah" final polisi itu, lalu keluar dari kamar gefe

Sepeninggalan polisi itu, gefe menarik nafas lega. Hampir saja benda berharga ini jatuh ke tangan polisi tadi
"Sukur gue dateng cepet, kalo nggak. Gue nggak bisa bayangin apa yang bakalan terjadi"

"Laptop!!" ucap gefe sedikit keras lalu mencari-cari keberadaan laptop nya. Setelah ketemu barang yang ia cari, gefe tidak lupa mengambil uang dan tas untuk keperluan nya. Setelah itu ia keluar dari kamar dan berencana melihat-lihat kondisi rumah ini.

"Kamar defan" ucapnya sambil melangkah menuju kamar defan yang letaknya tepat di samping kamar nya

Gefe perlahan memasuki kamar itu, nuansa kamar yang terlihat maskulin menyapa indra pengelihatan nya. Di dalam sini terlihat sangat berantakan seperti baru saja terjadi perkelahian. Mata gefe terus menelisik menilai setiap inci ruangan ini

"Nggak ada yang spesial" ucapnya berkomentar karna tidak menemukan apapun yang menarik perhatian nya

Tangan gefe meraba nakas yang sedikit berantakan, sebuah foto keluarga menarik perhatian nya. Disana terlihat seorang wanita dan pria yang terlihat masih muda, di gendongan pria itu terdapat seorang bayi perempuan, dan di gendongan wanita itu terdapat seorang bocah laki-laki,lalu terakhir ada seorang bocah kedua yang umurnya sepertinya tidak jauh dari bocah laki-laki yang pertama tadi. Ia terlihat tidak tertarik untuk berfoto, terlihat dari ekspresi wajahnya yang sepeti sedang di paksakan.

"Keluarga yang bahagia. Dulu." ucap gefe meraba bingkai kaca pada foto itu dengan lembut. Saat tengah asik mengamati foto itu, sebuah suara keras mengejutkan gefe. Saat ia berbalik, matanya melihat jendela kamar defan yang sudah pecah, dan di atas lantai terdapat sebuah batu di bungkus dengan kain merah, yang menyebabkan kaca tersebut pecah. Gefe berjalan dan meraih batu itu,ia membuka pengikat pada kainnya dan mengamati sebuah kalimat yang tertulis pada sehelai kain itu.

"Ini bahasa apa?"

 

Transmigrasi Salavoka (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang