***
Malam gelap
Ketika bulan mulai enggan berteman
Kini kau bagai sahabat dalam sunyi senyap
Pergi dari keramaian yang mulai bertingkah pongahMeniti waktu
Bersamamu, melewati panjangnya rintang alam
Yang kian senyam, runyam, nan menghujam
Menuju suatu tempat
Di mana nasib dan takdir 'kan terbuatDi sini, aku berjalan
Tertimbun buku tebal yang kusam dan lapuk
Bilamana terjatuh air dari pelupuk
Ia akan terbang bersama angin kejujuranDi sisiku, kau beriringan
Seakan tak rela aku berkelana sendirian
Membawa lentera yang selalu kau jaga
Untuk menghangatkan diriku saat merasakannya;
Si beku yang kecewaKini polusi undur diri
Kabut persaingan perlahan menyertai
Mencecap setiap sisi yang lihai akan situasiKini tubuhku tanpa buku
Aku bebas
Aku berlari
Aku menari
Kepayang bagai penariHampir lupa kau masih bersamaku
Hingga kudengar kau berteriak parau
Kadang kuabaikan suaramu
Hingga suatu waktu,
Kau nyaris membakarku dengan lenteramuDi sini aku terbaring
Jutaan bintang menghiasi penjuru
Bersemayam di atas abu
Bintang yang nakal, mereka mengejekkuKubangun sebuah tangga
Kulangkahkan beribu kaki
Kukejar berjuta mimpi
Meski harus menginjak duri
Meski langkah tertatih letih
Meski ia tetap tak teraihHingga perlahan kusadari
Kaulah pengkhianat sejati***
Dalam senyap yang pengap
Ketersiksaan dalam bingkai pengkhianatan
Terkisah daku, si pecundang yang mencurahkan gejolak hati lewat sebuah puisi.
Besitang, 1 Oktober 2021