***
Haikal lesu, abis liat pengumuman daftar siswa penerima snm, dan dia nggak kedapetan. Diantara mereka berenam, cuman Yasin sama Farell yang masuk. Yasin udah bulet mau ambil ilmu hukum. Sedangkan Farell bimbang duluan, rencananya dia mau pulang dan lanjutin kuliahnya di Australia nanti.
Sepulang sekolah, Haikal sempetin mampir ke tempat les renang. Dia ketemu Kang Tony. Masih tetep lemes dan nggak ada semangat. Haikal cerita kalau gini-gini juga dia naruh harapan dapet kuota snm—walaupun mustahil kalau dipikir-pikir.
"Papamu udah bilang belum, Kal?" tanya Kang Tony, nengok samping. Merhatiin remaja yang masih lengkap sama seragam putih abu-abu itu.
"Bilang apa, Kang?" tanya Haikal datar. "Papa nggak bakal ngomong kalau nggak ditanya duluan." Lanjutnya. Bikin Kang Tony ketawa kecil, nganggep omongan Haikal yang bener itu sebagai becandaan.
"Turnamen kali ini, sponsornya dari perusahaan terkenal." Kang Tony ngerangkul Haikal. "Juara satu dapat bonus beasiswa full buat pendidikannya." Katanya dengan nada yang bikin Haikal penasaran.
Anaknya denger dengan seksama, tertarik dan mulai ada kemauan buat les renang lebih rajin supaya dapet kesempatan itu dan banggain orang-orang sekitarnya.
"Apalagi kamu nih, pas banget sekarang lulus SMA. Semisal dapat juara, pilih universitas luar negeri. Cari yang fokusnya penuh ke olahraga." Jelas Kang Tony. "Percuma kalau tetep kuliah disini. Nanti ujung-ujungnya jadi guru PJOK." Dia ketawa, diikutin Haikal.
"Mentok-mentok juga kayak saya, jadi mentor, jadi guru les." Ujar Kang Tony.
Haikal ngelamun. Dia nyusun rencana buat beberapa bulan ini. Pertama, fokusin turnamen dan kejar beasiswanya. Tapi jangan lupain inten dan sbm juga. Pokoknya Haikal mau langsung kuliah, harus. Karena dia nggak kebayang bakal sesulit apa kalau kebagian gapyear kali ini. Tekanan dari Papa pasti bikin dia mati muda.
Perasaan Haikal yang tadinya kecewa, lebih ke sedih, berubah jadi seneng dan bersemangat. Sepanjang perjalanan ke rumah, dia nggak berhenti senyum-senyum sendiri di jalan. Sampai tukang koran di lampu merah heran, ngeliat orang ketawa nggak jelas diatas motor, padahal nggak bonceng siapa-siapa.
Di depan rumah, ada dua mobil yang parkir di depan pager. Satunya di dalem, mesinnya nyala. Ya, mobil Papa. Haikal nggak tau sekarang jadwalnya Papa pergi kemana. Yang jelas waktu dia sampe, ada beberapa klien kerja dan satu orang sopir yang bantu masukin koper ke dalem mobil.
Karena nggak enak, Haikal mutusin buat masuk lewat belakang, dari garasi. Tapi pintunya malah dikunci dari dalem. Mau nggak mau dia terpaksa lewat depan, karena kebelet pipis juga dan nggak bisa nunggu lama.
Klien kerja Papa yang tadi udah pada pulang. Sewaktu Haikal dorong pintu, dia malah liat Mama sama Papa lagi saling tunjuk di ruang tamu.
"Liat, dia snm aja nggak lulus, rapor jelek, isinya catatan kasus semua." Papa refleks nunjuk Haikal yang belum masuk sama sekali. "Ngarepin apa kamu dari Haikal?" tanyanya sarkas.
Haikal mundur, niatnya nutup pintu dan langsung pergi kemanapun, asal nggak disini. Asal dia nggak denger obrolan Mama sama Papa yang isinya pasti ngerebutin, ngejelekin anak mereka sendiri. Tapi belum pintunya rapat ditutup, Mama lebih dulu narik tangan Haikal buat masuk.
"Saya nggak ngarepin apa-apa dari Haikal." Tegas Mama. "Saya yang mau dia lahir, hidup dia tanggung jawab saya. Dan saya nggak ada hak untuk bebanin dia dengan ekspektasi-ekspektasi saya."
Pusing.
"Kamu yang mau dia lahir? Terus kenapa waktu dia lahir kamu nggak mau kasih dia asi, Risa?" Sebelah bibir Papa keangkat, nyepelein omongan Mama.
![](https://img.wattpad.com/cover/263647362-288-k479079.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Podcast Haikal [ ✓ ]
Fanfiction❝Kal, hidup itu perjalanan panjang yang nggak ada petanya. Makanya dinamain petualangan.❞ Hidup itu perjalanan singkat, Dara. Sesingkat mimpi buruk--semenyiksa itu. ••• a teenfic story, skz local ; remake from another work. tw! harsh words, ( s ) wo...