27. denial

973 193 150
                                    

siapa kangen haikal? cungggg!!!!

•••

Haikal nggak bohong waktu dia bilang nggak punya siapa-siapa selain dirinya sendiri, waktu itu.

Setelah bertahun-tahun disakitin sama Papa, tau kenyataan soal Mama dan keluarga barunya, temen-temennya yang tiba-tiba ngejauh, Andara yang pergi, terakhir, Bi Ani juga ikut ninggalin Haikal.

Satu malem, Haikal nuntut kejelasan dari Papa soal kenapa Bi Ani diberhentiin kayak gitu aja. Papa nggak mau jawab, tapi Haikal terus-terusan maksa sampai akhirnya Papa jujur, kalau Bi Ani nggak sebaik yang Haikal pikir.

“Lambung kamu bermasalah karena dari kecil kebiasaan kalau susah tidur disuruh gigit obat sama Bi Ani,” jelasnya, yang cukup bikin Haikal kaget; sekarang dia ngerti kenapa bisa ketergantungan sama hal-hal kayak gitu.

Satu-satunya yang bikin Haikal berkali-kali coba bunuh diri, karena Papanya. Tapi dia bertahan, karena ada Mama sama adik-adik perempuannya yang butuh sosok Kakak. Setelah fakta soal Mama kebongkar, Haikal ngerasa dia bener-bener dikhianatin.

Haikal cari alesan lain, dia punya temen-temen dan Haikal nggak mau ninggalin mereka. Akhirnya apa? Pertemanan mereka renggang.

Lagi, Haikal ngerasa dia punya tanggung jawab sama Andara. Tapi, setelah Andara sama Saka. Haikal harus apa?

Bi Ani jadi alesan paling akhir, tapi ternyata Bi Ani ikut bikin dunia Haikal makin hancur. Nggak ada lagi alasan Haikal bertahan selain buat dirinya sendiri.

Haikal berkaca. Badannya nyerah duluan, sakit, udah nggak tahan lagi. Semua bagian kerasa nyeri, mereka ngeluh karena Haikal nggak bisa jaga tubuhnya baik-baik.

“Maafin gue, maafin gue....” lirih Haikal tiap kali ngusap dadanya yang belakangan ini kerasa sesek tanpa alasan.

Bukan Haikal nggak ada usaha. Dia mau sehat, dia mau tidur normal kayak yang lain. Tapi kepalanya selalu pusing, perutnya kadang mendadak mual dan Haikal nggak tau harus ngelakuin apa selain minum obat tidur. Tanpa tau, kalau itu nyebabin sakitnya makin parah lagi.

Haikal nggak tau harus ngapain.

Dia nggak tau harus kemana.

Nggak tau tetep ada di dunia buat siapa.

Nggak tau harus terpaksa bertahan, sampai kapan?

Sampai kapan?

•••

“Makan malam di resto dekat sini, Pak?”

Papa nggak gubris pertanyaan klien kerjanya. Dia masih duduk di kursi yang sejujurnya, nggak begitu nyaman. Kakinya kerasa keram karena cukup lama ada di ruang rapat yang dingin, tanpa banyak gerak.

“Di hotel aja, kayaknya. Saya nggak enak badan, mau cepat-cepat istirahat.” Papa nutup laptopnya, paling akhir. Disaat semua orang udah keluar dari ruangan kedap suara itu. Sisa dia sama klien yang baru terikat kerja sama kurang dari satu minggu.

Papa ngeraih ponsel yang ada di meja. Mati, padahal dia nggak pernah biarin baterai ponselnya sisa sedikit, pasti buru-buru dicharge.

“Tadi hpnya saya matiin waktu anda presentasi di depan,” tutur kliennya. “Terus-terusan ada notif, saya takut ganggu yang lain.”

Gamang.

Tangannya sigap nekan tombol kunci, lama. Sambil jalan ke luar ruangan, nenteng tas kerja yang isinya nggak banyak; laptop sama selembaran kertas. Sedangkan klien kerjanya masih ngikutin dari belakang.

Podcast Haikal [ ✓ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang