SEPULANG SEKOLAH DI RUMAH FAHMI

6 1 0
                                    

Setelah empat mata pelajaran kita pelajari hingga datang bel yang menandakan waktu untuk pulang sekolah  berbunyi, saat merapikan buku dan bolpoin yang usai di gunakan, sambil berdiri memuaskan alas tulis itu ke dalam tas. Shelina Putri, ia berbicara kepada Vina, dimana ia adalah seorang  perempuan yang sedang dekat dengan saudara ku Fahmi. Mereka berdua berencana untuk mengajak ku ke rumah Fahmi, yang letaknya tidak begitu jauh dari sekolah dan rumah ku sendiri, sehingga dapat di tempuh dengan hanya berjalan kaki saja.
Sesampainya di sana kita harus rela menghabiskan waktu hanya dengan melihat dua perempuan ini menyantap makanan Pavoritnya , kalina tentu saja tahu bahwa makanan itu di bumbu dengan bumbu yang lebih pedas, seblak ceker, tak bisa di elakkan lagi ternyata makanan itu harus ada. Sementara kami, aku dan Fahmi hanya menikmati secangkir kopi dan beberapa batang rokok, sambil mendengarkan lagu yanga sedang boming pada masanya itu. Close Head, yang bertajuk kedamaian. Kita memang suka lagu yang bergenre, pop funk itu.
Sementara itu, dalam full satu album dari kaset yang terputar sudah kami dengar, hanya tiga puluh menit dengan dua puluh lagu dan pada akhirnya mereka juga selesai menyantap makanan pavoritnya masing-masing. Mereka tampak merapikan kerudung yang memang sebelumnya agak sedikit mereka longgarkan, aku tersenyum karena hanya makan seblak ceker saja mereka begitu seperti sangat kepanasan. Padahal kopi ku saja aku tunggu beberapa lama untuk menjadi agak dingin, tapi mereka sampai keringatan dan beberapa bagian hidungnya berubah memerah terbalut sedikit keringat, yang sedang mereka lap dengan tisu yang mereka bawa sendiri.
Saat rasa pedas yang mereka rasakan mulai sedikit berkurang nampaknya Shelina sendiri sudah agak kalem dengan nafasnya yang mulai teratur lebih santai, ia menghampiri dan duduk di sebelah ku, sambil sesekali meniup asap rokok yang memang terhembus oleh angin ke arahnya, sambil melihat ku dengan ekor matanya dan bibirnya sedikit ia manyunkan. Aku tersenyum karena hal itu dan langsung mematikan nyala rokok ke asbak. Shelina juga langsung tersenyum manis saat aku mengerti dan menuruti keinginannya tanpa harus dia berbicara.
Lalu aku memulai percakapan lebih awal. "Jadi?" Tanyaku padanya dengan sedikit gugup membuka percakapan lebih awal. Tapi dia menjawab seperti tidak ada yang akan ia bicarakan, "jadi apa? " Balik bertanya pada ku. Lalu aku berkata, "bukankah tadi kamu bilang untuk memintaku meluangkan waktu untuk mu, dan bukankah aku sudah memenuhinya dan ini sepertinya adalah tempat yang baik seperti yang kamu katakan tadi saat di kelas?! " Tegas ku.
Perempuan ini menghela nafas dan meng-hembuskannya dengan sangat tenang, lalu ia berkata "apa aku harus melakukannya ya, Win? Aku ini perempuan loh, katanya agak sedikit kurang etis jika harus mengakui perasaannya lebih dulu. Oke, aku tahu aku tidak begitu cantik seperti kebanyakan perempuan yang di persunting oleh salah seorang lelaki." Begitu katanya dengan nada yang semakin merendah, dan aku sendiri sedikit tertegun karenanya. Aku begitu mengerti apa yang dia maksud, tapi, aku juga tidak percaya diri jika seorang perempuan cantik dan pintar seperti Shelina ini benar-benar menyukai ku. Namun di sisi lain aku juga tidak bisa membohongi perasaan ku sendiri, bisa di bilang aku juga menyukai perempuan ini. Dalam beberapa waktu itu kembali menjadi hening antara kami berdua. Tanpa permisi padanya aku lalu menyalakan satu batang rokok dan mengembangkan asap itu dengan membuang rasa malu, setelah menghembuskan asap rokok yang ku nyalakan tadi aku langsung berkata kepadanya, "apa mungkin aku harus menganggap jika kamu memang benar-benar menyukai ku, aku harus berpikir jika pernyataan waktu itu adalah benar adanya. Kenapa tidak mencoba menelisik dari sela tubuh ku ini, terserah mau kamu mulai dari mana, dari ujung kaki atau ujung kepala sekalipun kenapa kamu tidak mencoba mengamatinya sekali lagi? Tanyaku, "dan tidak kah kamu lihat aku ini, hanya seperti ini adanya, Shel. " Tegas ku kepadanya, agar aku tidak akan merasa kecewa jika dia nanti akan menyesal pada akhirnya karena sudah memilih laki-laki seperti aku ini.
Dari sudut mata sebelah kanan ku lihat air mata terjatuh begitu saja, sungguh begitu berharga jika harus berlinang karena orang seperti aku ini. Aku berusaha meminta maaf padanya tapi jika aku perhatikan lagi, tangisnya bertambah tersedu dan begitu terisak. Dengan rasa bingung aku segera mengambil inisiatif menyeka air mata yang mengalir di pipinya dengan kedua ibu jari tanganku, aku juga merasa kaget saat ia mengambil dan langsung menggenggam kedua tanganku dengan erat. Dalam genggamannya ia berkata lirih kepada ku, "aku tidak seperti itu, aku bahkan tidak berpikir bahwa kamu adalah pria yang tidak baik dan aku rasa aku juga bukan bagian dari kata baik itu sendiri. " Dia memejamkan mata sesaat, dan aku masih menatapnya dengan tangan yang masih ia genggam lebih erat lagi. "Bukankah cinta itu tidak harus beralasan ya, Win? " Tanyanya kepada ku. "Dan aku tidak memiliki sebuah alasan yang signifikan tentang perasaan ini, aku juga tidak tahu menahu kapan rasanya ini muncul dan terawat dengan baik begitu saja. " Jelasnya kepada ku dan kali ini matanya lebih ikhlas lagi menatapku dan ini begitu dalam, membuat ku merasa tersipu, kurasa ia tulus berkata seperti ini kepada ku.
Lalu begitu saja aku mengucapkan beberapa kalimat kepadanya, yang membuat ia tanpa ragu memeluk ku. Ku bilang padanya "kamu adalah perempuan yang membuat ku malu atas sebuah rasa ikhlas dan cara menghargai suatu insan. Mereka bahkan adalah orang yang sok kepada orang lain, merasa lebih baik dari orang lain. Tapi kamu! Tidak ada yang kulihat seperti sebelum itu terlihat dari orang lain, dan kamu dirimu begitu bersahaja." Ia terdiam mendengarkan apa yang akan aku katakan selanjutnya. "Tidak bisa di pungkiri lagi. Aku juga menyukai mu, jika kamu ingin mencoba hal baru dan melalui itu bersamaku makan kita mulai saling menggenggam tangan mulai hari ini. " Lanjutkan kepadanya yang menunjukkan bahwa aku memang sudah mengerti akan maksudnya itu, dan memberi respon yang baik untuk ketulusannya. Lalu ia melepaskan peluknya, kulihat ia begitu senang mendengar jawaban ku dan membalas. "Terimakasih, aku mengajakmu untuk berjalan beriringan. " Sembari tersenyum dan kembali ke posisi duduk yang sebelumnya, bersandar kepada pilar rumah saudara ku.

never say goodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang