2019

9 1 0
                                    

Dua ribu sembilan belas ...
Semester dua
Menuju puncak catatan akhir sekolah.

Aku mulai memperdalam ilmu agama, belajar ngaji. Banyak waktu terbuang percuma, terlewati begitu saja. Berasa kekosongan mencekam, merasa sudah terlalu jauh.
Tak memikirkan apapun keputusan untuk bermukim di salah satu pondok yang kebetulan saat itu pimpinan pondok beliau juga mengisi jadwal rutin di sekolah ku.
Dan setalah saat aku berproses, satu siswa yang tidak begitu ku kenal datang dalam kehidupan ku. Aku hanya tau ia sebagai siswa satu angkatan saja, berada di kejuruan yang berbeda. Namun pada saat itu dia berkata "ingin ikut ngaji sama kamu win". Namanya Simon.
Mendengar permintaannya maka ku iyakan, niat baik. Lagi pula biar tambah rame lagi, biar ada teman lagi. Namun katanya cuma hanya satu Minggu saja, di rasa betah maka ada kemungkinan baginya untuk bermukim dengan ku juga.
Bertepatan dengan itu, aku mendapati kabar duka dari Dwi. Dimana sang Ayah, sosok laki-laki yang paling ia kagumi, mendapati kabar kecelakaan hingga merenggut nyawa saat bekerja.
Saat itu aku selalu teringat padanya, betapa rapuhnya ia. Sekali lagi aku memberanikan melontarkan pesan pertama kali, untuk mengucapkan duka cita, menguatkan ia, memberinya semangat.
Akan tetapi pada dasarnya, secara harfiahnya. Dulu pernah ku tanamkan benih, tak kusangka ia tumbuh kembali bahkan dengan sangat cepat. Perhatian ku kembali pada dasar kasih paling dalam kepadanya. Cerita singkat....

Stelah suasana hatinya reda terbangun lagi komunikasi, dan kita berdialog seolah-olah melanjutkan materi yang sudah lama tertinggal. Kita menggali lagi materi lama. Namun saat itu aku tak tahu jika Dwi sudah memiliki gandengan baru, yang ku tahu terakhir dia bersama Adi. Aku tidak bertanya kepadanya ia pun tidak memberi- tahuku jika ternyata ia sudah menjadi kepunyaan orang lain.
Namun pada saat itu ada satu pengakuan darinya yang merasa bingung dalam satu konteks. Ia merasa bingung di salah satu kondisi saat itu. Kutanyakan "mengapa?" Kata ku, biarlah ia bercerita kepadaku, mungkin apa yang di pikir kan bisa terasa ringan setelah bercerita. Lalu dia membalas "nanti kamu juga tau sendi jawabannya win!"
Kupikir kenapa dia menjawab seperti itu, dengan segala tafsir. Apakah ada hubungannya hal ini dengan ku, sehingga dalam perkataannya seperti terlibat lah aku dalam masalahnya yang ia pikirkan.
Tak lama di keesokan harinya jawaban itu datang dan tak perlu repot-repot ku jemput. Pagi hari seusai shalat duha bersama Simon.
Di mushola kecil Simon mengajak ku bertadarus, aku menolaknya. Ku pikir ngajiku belum lancar, perasaan malu juga di tengah banyak orang. Lalu aku menengok ke arah pintu untuk melihat situasi kelas, namu ku lihat teman-teman ku yang lain masih pada duduk di depan keras, hal itu menandakan tidak ada guru yang masuk ngajar. Namun saat hendak membalikkan badan dan pandangan ku kembali, terlihat Dwi sedang menunaikan shalat duha juga. Tepat berada di belakang ku. Ku bilang pada Simon supaya nanti saja di pondok,  pas ngaji agar ada teman-teman yang lain yang memberitahu jikalau ada salah bacaan dan semacamnya. Keluarlah kita dari mushola, dan duduk di tengah tengah tangga yang menuju lantai dua. Waktu itu Dwi lewat bersama dua orang temannya. Namun kenapa disaat yang pas, ketika Dwi lewat Simon berbicara seperti keingat sesuatu sebab Dwi. Ia berkata " lupa mulu win mau minta nomor mu, minta sama pacarku malah gak di kasih" ujarnya. Lalu aku menjawab dengan heran "memangnya siapa pacarmu satu kontak denganku" dengan lantang ia menjawab "yaitu, Dwi" katanya.
Sontak teringat perbincangan malam tadi. Dan malamnya aku langsung mengkonfirmasi soal jawaban yang sudah ku ketahui. Timbul penafsiran kembali, setelah itu Dwi malah banyak meminta maaf kepada ku seolah merasa bersalah.
Ku pikir apakah karena merasa bersalah sebab tidak memberi tahu dari awal, seolah ia telah memberi harapan kepada ku. Namun ada beberapa part yang signifikan bahwa rasanya ia juga menaruh rasa yang sama kepadaku. Apalagi saat aku cerita kan perjalanan dalam mengejarnya. Mulai dari Adi yang terpaksa aku mengalah untuk nya.

never say goodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang