"A-aku min-ta ma-maaf kak, ta-tadi aa-ku ng-nggak se-sengaja" lirih gadis itu bahkan ia menyentuh kepalanya ketika rambutnya di tarik keras ke belakang.
" Nggak sengaja maksud lo?! Lo kira gue bakalan maafin lo haaa?!" ucap Sindi menarik rambut seorang siswi kelas X IPA4 dan memasukkan wajah adek kelasnya itu ke dalam westafel yang berisi Air.
"Dasar cupu! Lo udah main-main sama gue! Lo tau gue siapa ha?!"Berulang kali sindi melakukannya, tidak peduli adek kelasnya merasa kesakitan dan sesak nafas.
"Sudah mainnya?" ucap Ara bersandar di tembok.
Sindi menghentikan aksinya dan menoleh melihat Ara.
"Gue nggak ada urusan sama lo! Kalau lo mau ke wc silahkan dan jangan ganggu gue!"
"Lo dan gadis itu berisik" Ara masih bersandar di tembok.
"Mentang-mentang lo terkenal di sekolah ini lalu gue takut sama lo?! Cuih nggak mungkin!"
Ara masih diam, ia melihat adek kelasnya merasa ketakutan. Tangannya mengepal, wajahnya seketika memerah.
"Lo keluar dari sini" kata Ara sambil menunjuk siswi Kelas X itu.
"Ba-baik kak" ucap siswi itu sambil mundur ke belakang, tapi tiba-tiba rambutnya kembali di tarik membuatnya meringis kesakitan.
"Siapa yang suruh lo pergi ha?!" belum sempat tangannya kembali memasukkan wajah gadis itu di westafel, tangannya tiba-tiba di tendang.
"Pergi dari sini!" ucap Ara tajam kepada adek kelasnya. Tanpa menunggu lama lagi, siswi kelas X itu pergi.
"Lo kenapa tendang tangan gue?!"
"Akhh" ucap Sindi saat menyentuh tangannya. Tendangan Ara sangat keras sampai tangannya sedikit membiru.
Ara melangkah masuk ke dalam WC namun tiba-tiba rambutnya di tarik.
"Lo sudah macam-macam sama gue, jadi lo harus tanggung sendiri akibatnya" belum sempat Sindi menarik lebih keras rambut Ara, Ara terlebih dahulu membalikkan situasi.
"Akhh auuu auu... Akhhh lepass! Sakit bego!" Ara tak peduli, ia masih menarik rambut Sindi dengan sangat keras. Seperti yang dilakukan Sindi tadi kepada Adek kelasnya, Ara juga melakukannya kepada Sindi bahkan lebih sadis dari apa yang dilakukan Sindi. Yaitu memasukkan kepala Sindi ke wastafel lalu mengeluarkannya.
"Gue paling nggak suka ada pembullyan!" ucap Ara sambil memasukkan kembali kepala Sindi dan menariknya lagi.
"Gue nggak suka ada ganggu gue" Ara kembali melakukannya.
Seperti kesetanan Ara tak peduli teriakan Sindi, ia tetap melakukannya. Sedangkan Sindi sudah pasrah, tubuhnya sudah lemas untuk melawan, perlahan ia ambruk dan tak sadarkan diri.
Ara melepas tangannya, ia melihat Sindi tanpa merasa kasihan. Ara meninju tembok dengan sangat keras sampai berulang kali. Bahkan tidak peduli darahnya sudah menetes ke lantai.
Reza terkejut saat melihat Ara meninju tembok sampai berulang kali.
"Jangan seperti ini, Ra" ucap Reza langsung membalikkan tubuh Ara dan memeluknya.
"Gue takut kehilangan lo" lirih Reza, lagi-lagi Reza terkejut saat melihat Sindi dengan tampilan berantakan terkulai lemas di lantai.
Reza merogoh ponselnya dan menelpon PMR untuk menolong Sindi. Reza masih memeluk Ara, menenangkan gadis itu.
"Lo tenang sama gue" ucap Reza mengelus rambut Ara.
Reza perlahan melepaskan pelukannya, menatap Ara lekat sambil memegang kedua bahu Ara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mysterious Girl
Teen Fiction~Keadaan yang menyakiti kita dan keadaan itu sendiri yang mendewasakan kita~ Arasya Nandini M. . . Cukup kata bijak Arasya deskripsi ceritanya, biar lebih penasaran jalan cerita 'MYSTERIOUS GIRL' seperti apa😂 Kalau mau mampir, silahkan... Tapi...